Oleh : Tita Rahayu Sulaeman
(Pengemban Dakwah, Komunitas Menulis Ksatria Aksara Bandung)
Seorang Ibu muda berinisial (MT) dilaporkan membunuh tiga anak kandungnya di Kabupaten Nias Utara. Tepatnya di Dusun 2, Desa Desa Banua Sibohou, Kecamatan Namohalu Esiwa. Akibat himpitan ekonomi yang dialami keluarganya, sang Ibu gelap mata hingga tega mengakhiri hidup ketiga anaknya yang masih balita. Sementara sang suami sedang pergi ke TPS saat kejadian pembunuhan terjadi (kompas.com 15/12/2020).
Sungguh sangat memilukan. Sejatinya anak adalah anugerah dari Allah SWT bagi orang tua. Namun fakta hari ini tak mengatakan demikian. Seorang ibu yang semestinya berlimpah kasih sayang terhadap anak-anaknya berubah menjadi perenggut nyawa buah hatinya. Pasti amatlah berat menjalani peran ibu dalam himpitan ekonomi. Hingga mampu mengubah fitrah keibuannya menjadi sosok yang tak mampu mengendalikan emosi.
Pembunuhan ibu terhadap anaknya adalah sebuah gambaran wajah buruk demokrasi kapitalis. Sekelompok orang sibuk memperkaya diri sendiri dengan jabatannya, di sisi lain rakyat tak mampu memenuhi rasa laparnya. Tindak kejahatan korupsi merajalela, sementara kemiskinan dimana-mana. Kekayaan sumber daya alam negara terus dikeruk oleh perusahaan swasta, sementara rakyat tak terjamin kebutuhan asasinya sebagai warga negara.
Keputusasaan yang dialami (MT) dalam hidupnya hingga menghabisi nyawa anak-anaknya bukanlah semata-mata karena kesalahannya. Masih ada jutaan keluarga di negeri ini yang berada dalam garis kemiskinan. Mereka tinggal di kawasan kumuh di kota besar, hingga masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Pendidikan, kesehatan dan tempat tinggal yang layak masih menjadi barang mewah bagi mereka. Ketimpangan sosial ini adalah konsekuensi dari negara yang menggunakan sistem demokrasi kapitalis.
Dalam sistem demokrasi kapitalis, sumber daya alam bisa dimiliki oleh individu ataupun perusahaan. Pemerintah hanya berfungsi sebagai regulator. Menyusun undang-undang untuk mengatur kepemilikan individu maupun perusahaan. Sementara itu, kebutuhan asasi rakyat seperti pangan, pendidikan, tempat tinggal dan mata pencaharian yang layak terabaikan. Rakyat berusaha sendiri memenuhi kebutuhannya, yang semestinya dijamin oleh negara. Kondisi kemudian diperparah dengan hadirnya para pemangku jabatan yang jauh dari ketaqwaan terhadap Allah SWT. Maka ketika jabatan diraih, mereka hanya sibuk memperkaya diri sendiri. Bukan mengurus kebutuhan rakyatnya.
Sangat berbeda dengan sistem pemerintahan Islam dalam mengelola negara dan mengurus kepentingan umatnya. Pemimpin maupun sistem pemerintahan yang dijalankan berlandaskan aqidah. Sosok pemimpin adalah sosok yang bertaqwa dan tunduk terhadap Allah SWT. Pemimpin dalam sistem pemerintahan Islam menyadari akan ada hisab atas jabatan yang diraihnya. Kelalaian sedikitpun tak akan luput dari hisab Allah SWT. Termasuk hilangnya nyawa rakyat akibat kesulitan ekonomi. Maka pemimpin dalam sistem pemerintahan Islam akan mengedepankan urusan rakyat dibandingkan keuntungan pribadi, kelompok, maupun perusahaan.
Dalam sistem pemerintahan Islam, kekayaan alam negara tidak boleh dimiliki individu, kelompok maupun perusahaan. Kekayaan alam dikelola oleh negara untuk dirasakan manfaatnya oleh rakyat. Pendidikan, kesehatan, tempat tinggal yang layak wajib dijamin pemenuhannya oleh negara. Negara juga berkewajiban menjamin ketersediaan mata pencaharian bagi setiap rakyatnya. Agar setiap laki-laki mampu menunaikan kewajibannya mencari nafkah. Jika ada warga negara yang hidup tanpa wali atau laki-laki, maka akan menjadi tanggung jawab negara dalam pemenuhan kebutuhannya.
Pempimpin berganti dari periode satu ke periode selanjutnya. Namun jurang kesenjangan sosial semakin melebar. Kekayaan negara terus dikeruk oleh perusahaan swasta. Rakyat yang kurang mampu tetap berkubang dalam lembah kemiskinan. Tak ada perubahan signifikan, siapapun pemimpin yang lahir dari sistem demokrasi kapitalis. Maka sudah sejatinya umat menyadari demikian rusaknya sistem demokrasi kapitalis yang selama ini diagungkan. Saatnya umat kembali hanya pada hukum Allah SWT Sang Pengatur Kehidupan.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
(QS: Al-A’raf [7]: 96).
Wallahu’alam bishawab