Oleh : Eka Sefti
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berharap aparat
kepolisian dapat berlaku adil dan transparan dalam memproses hukum Imam Besar
Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS).
Karena itu, PKS berharap agar orang nomor
satu di FPI itu tidak ditahan dalam rangka menjaga keseimbangan penegakan
hukum. Demikian disampaikan anggota Komisi II DPR RI fraksi PKS Nasir Djamil
kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Sabtu (12/12).
Matinya Keadilan Hukum
Sudah bukan hal baru lagi bahwa keadilan
menjadi hal langka dalam demokrasi. Dan saat ini keadilan kembali terkoyak.
Kasus HRS yang belum lama terjadi ini semakin menambah bukti ketidakadilan
hukum dalam Negeri kita tercinta. Padahal Indonesia dikenal sebagai negara
hukum, dalam artian setiap pelanggaran harus dihukum sesuai dengan aturan dan
perundang-undangan yang berlaku. Namun nyatanya hukum hanya ditegakkan semau
penguasa. Selama masa pandemi, sebenarnya ada banyak kasus kerumunan yang
melanggar protokol kesehatan. Termasuk kerumunan pilkada yang melibatkan calon
kepala daerah. Namun, kasus kerumunan yang ditindak tegas dan dianggap dramatis
hanyalah kasus kerumunan HRS.
Padahal sudak ada bukti adanya anggota KPPS yang reaktif Covid-19, bisakah
kerumunan pilkada dipidanakan? Jika memang kerumunan melanggar aturan, mestinya
hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Siapa pun yang membuat kerumunan massa
harusnya ditindak tegas. Jangan dipilih-pilih semaunya. Jika keadilan terus
dipermainkan dan tidak ditegakkan, kepercayaan masyarakat terhadap aparat
penegak hukum akan hilang. Dalam praktiknya, hukum dalam sistem demokrasi
memang rentan dijadikan alat kekuasaan. Jika hukum sudah ternodai dengan
kepentingan kekuasaan, maka saat itu hukum tak bisa melihat lagi benar dan
salah. Pada akhirnya kebenaran ditentukan oleh mereka yang memegang kendali
kekuasaan.
Keadilan dalam Islam
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa: 58)
Berlaku adil adalah perintah Allah SWT.
Sebagai seorang muslim sepantasnya kita berlaku adil. Dalam posisi apapun.
Menjadi ibu rumah tangga, pimpinan perusahaan, sekolah, apalagi pemimpin kaum
muslimin wajib dapat berlaku adil.
Keadilan sendiri lebih menitik beratkan
pada pengertian menempatkan sesuatu sesuai tempatnya. Menurut Ibn Qudamah
seorang ahli fikih dari Mazhab Hambali, menyatakan bahwa keadilan itu
tersembunyi, motivasi melakukannya hanya karena Allah. Maka, Islam memaknai
keadilan jika kita mampu menempatkan segala sesuatu sesuai hukum syara’.
Lantas bagaimana cara Islam menghadapi
pelanggaran? Seseorang dikatakan salah apabila melanggar aturan. Baik aturan
agama maupun aturan negara. Aturan negara dalam Islam disandarkan juga pada
hukum syara’. Maka, hukumannya pun akan disesuaikan dengan hukum syara’ yang
ada.
Dalam upaya penegakan hukum, Islam terlebih
dahulu akan melakukan pembuktian. Setelah dilakukan proses pembuktian, barulah
qadhi memberikan keputusannya. Jika dari hasil pembuktian itu terbukti tak
bersalah maka terdakwa akan bebas. Namun, jika sebaliknya qadhi akan memberikan
sanksi.
Sanksi dalam Islam dibagi menjadi 4, hudud,
jinayat, ta’zir dan mukhalafat. Hudud adalah sanksi dengan kemaksiatan yang
kasus dan sanksinya sudah ditetapkan syariat. Jinayat adalah penyerangan terhadap
manusia. Jinayat dibagi menjadi 2: Pertama, penyerangan terhadap jiwa
(pembunuhan). Sanksinya bisa berupa qishah,
diyat dan kafarah. Kedua, penyerangan terhadap organ tubuh. Sanksinya
adalah diyat.
Ta’zir adalah sanksi kemaksiatan yang tidak
ada had dan kafarah. Qadhi yang berhak menetapkan sanksi dengan pertimbangan
pelaku, kasus, politik dll. Mukhalafat adalah sanksi yang diberikan ketika
tidak menaati ketetapan yang dikeluarkan negara, baik itu berupa larangan
ataupun perintah.
Dari sini, Islam tidak akan langsung
menghakimi seseorang yang dinilai salah. Harus dibuktikan dulu dengan
menghadirkan saksi. Semuanya juga dilandaskan pada hukum syara’. Bukan atas
dasar suka atau tidak suka. Bahkan bukan pula karena kepentingan
seseorang/kelompok. Sehingga orang tak akan mudah menuduh orang lain. Karena
Islam melindungi kehormatan tiap Jiwa. Jika demikian, masihkah ragu mengambil
sistem Islam sebagai solusi masalah kehidupan? Wallahu’alam bishowab.