Hari Ibu, Ajang Penghargaan atau Sekadar Perayaan




Oleh : Eri *


Ibu, satu kata sarat makna. Ibu adalah poros dan sumber kehidupan. Darinya lahir generasi penerus untuk melanjutkan kehidupan ini. Kasih sayang dan cintanya sepanjang masa. Perjuangan dan pengorbanannya tak perlu diragukan lagi.

Peran yang begitu besar dalam keluarga mencetuskan hari ibu sebagai bentuk penghargaan atas semua jasanya. Sebagai ungkapan rasa syukur karena telah menjaga dan menyayangi anak-anaknya. Berbagai aktivitas seperti memberikan bunga, hadiah, kartu ucapan dan doa merupakan tradisi perayaan di Hari Ibu.

Pemerintah pun tidak mau ketinggalan, ikut serta merayakan hari ibu dengan mengapresiasikan lewat perhargaan. 'Melalui ajang ini, kami ingin memberikan apresiasi kepada para perempuan penjaga marwah Jakarta. Selama ini mereka menjadi aktor lokal yang bekerja dalam sunyi, melakukan berbagai gerakan dan kegiatan demi menciptakan Jakarta yang humanis dan harmonis," ujar Fery Farhati Baswedan selaku penggagas ajang Ibu Ibukota Awards 2019, dikutip dari siaran pers PPID Provinsi DKI Jakarta'. (beritajakarta.id). Bahkan, saat pandemi perayaan ini tidak boleh terlewatkan.

Namun, apakah cukup membalas semua pengorbanan yang ibu lakukan dengan merayakan satu kali. Padahal kita tahu begitu banyak jasa yang dilakukan ibu terhadap anaknya. Kisah Ibnu Umar yang bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang menggendong ibunya sambil keliling Ka'bah, apakah bisa membalas jasa ibunya. Ibnu Umar berkata, “Belum, meskipun sekadar satu erangan ibumu ketika melahirkanmu. Akan tetapi engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberikan balasan yang banyak kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan.” (Kitab al-Kabair karya adz-Dzahabi). Tentu kisah ini bisa menjadi hikmah bagi kita, bahwasanya apa yang kita lakukan belum cukup membalas semua pengorbanan ibu.

Ironisnya, ajang penghargaan kian marak digemari yang menjadi tolak ukur sukses atau tidak seseorang. Apalagi dalam sistem kapitalisme yang menjadi standar keberhasilan seorang perempuan atau ibu dalam membangun keluarga. Mengaburkan tugas mulia seorang ibu secara fitrah mendidik anak bergeser menjadi wanita karir atau tulang punggung keluarga. Sehingga banyak kaum ibu yang gagap mendampingi anaknya belajar sekolah lewat daring selama pandemi. Akibatnya kaum ibu mengalami tingkat stress yang tinggi berdampak pada banyak kasus kekerasan anak yang terjadi. 

Padahal posisi ibu dalam Islam memperoleh penghargaan lebih utama daripada ayah. Sesuai hadits Nabi Muhammad Saw yang ditanya oleh seorang sahabatnya. "Siapakah orang yang paling utama mendapat perlakuan yang baik?", Nabi menjawab, "Ibumu". "Sesudah itu?" Nabi mengatakan, "Ibumu". "Lalu setelah itu?". Nabi sekali lagi menegaskan, "Ibumu". "Kemudian?". Baru Nabi mengatakan, "ayahmu". (HR. Bukhari dan Muslim)

Kesulitan dalam mengandung, melahirkan dan menyusui merupakan tugas mulia yang dimiliki oleh seorang ibu. Maka tak heran disebut nama tiga kali karena melewati tiga fase berat namun ia tetap tegar dan ikhlas menjalaninya. Jadi, tidak dibenarkan seorang anak berkata kasar kepada orang tuanya.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَقَضٰى رَبُّكَ اَ لَّا تَعْبُدُوْۤا اِلَّاۤ اِيَّاهُ وَبِا لْوَا لِدَيْنِ اِحْسَا نًا ۗ اِمَّا يَـبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَاۤ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَاۤ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik."
(QS. Al-Isra' 17: Ayat 23)

Maka wajib bagi setiap anak berbakti, menghormati dan mencintai dengan tulus kepada ibunya sebagai ungkapan rasa syukur. Sebab, sampai kapan pun kita tidak akan bisa membalas pengorbanan ibu.  Melihat pengorbanan yang besar tidak pantas menghormati ibu sebatas piala kosong. 

Islam memastikan negara hadir bukan sebagai fasilitator ajang penghargaan. Tetapi memastikan peran keibuannya berjalan dengan baik sebagai ummun warabbat al-bayt serta pendidik utama anak-anaknya. Darinya akan lahir generasi emas, khairu ummah yang siap memperjuangkan Islam. Miris, bila kita membalas setiap lelah dan letih ibu dengan merayakan setiap satu hari dalam setahun. 

Waallahu a'lam bis shawwab.


*(Pemerhati Masyarakat)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak