Oleh Alin FM
Praktisi
Multimedia dan Penulis
Sungguh sangat memprihatinkan dunia
pendidikan non formal saat ini. Tak semua guru silat memiliki kepribadian yang
baik. Ada oknum guru silat yang berperilaku di luar batas dan melakukan
tindakan kriminal pada muridnya sendiri. Seharusnya guru silat menjadi suri
tauladan dalam melindungi murid dari kekerasan seksual pada anak. Namun
sayangnya, jusru guru berbalik arah
malah bermoral bejat.
Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara
meringkus NK (40), seorang guru silat yang diduga melakukan pencabulan terhadap
dua muridnya berinisial FW (18) dan AFF (14) di kawasan Cilincing, Jakarta
Utara. Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Sudjarwoko mengatakan, aksi
pencabulan NK terhadap murid-muridnya sudah dilakukan sejak September
2019."Total jumlah korbannya tercatat 21 orang. Namun, hanya beberapa
korban yang berani melapor ke pihak kepolisian.(jpnn.com, 20/11/2020)
Maraknya pemberitaan di media massa
mengenai kekerasan seksual terhadap anak oleh oknum guru termasuk guru silat
cukup membuat masyarakat terkejut. Kasus kekerasan seksual terhadap anak masih
menjadi fenomena gunung es. Hal ini disebabkan kebanyakan anak yang menjadi
korban kekerasan seksual enggan melapor. Melihat banyaknya kasus kekerasan
seksual terhadap anak saat ini, menunjukkan bahwa kondisi kehidupan sosial
keluarga dan masyarakat sudah di luar batas kenormalan.
Di Indonesia kasus kekerasan seksual setiap
tahun terus mengalami peningkatan, korbannya bukan hanya dari kalangan dewasa
saja sekarang sudah merambah ke remaja, anak-anak bahkan balita. Fenomena
kekerasan seksual terhadap anak semakin sering terjadi dan menjadi mendunia di
berbagai negara. Kasus kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat dari
waktu ke waktu. Dan yang lebih memilukan lagi pelakunya adalah kebanyakan
lingkungan sekitar anak itu berada, antara lain di dalam rumah, sekolah,
lembaga pendidikan non formal, dan lingkungan sosial anak.
Apalagi hukum yang berlaku di negeri ini,
tidak akan membuat jera pelaku karena hanya diancam hukuman 15 tahun penjara.
Pelaku dapat melakukan tindakan kekerasan seksual kembali setelah keluar dari
penjara.
Tersangka akan diancam dengan Pasal 81
Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI
nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman kurungan 15 tahun
penjara. (jpnn.com, 20/11/2020).
Di sisi lain rangsangan seksual di tengah
masyarakat kian hari semakin bertambah. Konten atau materi pornografi dan
pornoaksi baik film, majalah, situs, berbagai iklan dan media porno lainnya
begitu mudah diakses dan diperoleh. Akibatnya hal itu semakin meningkatkan
dorongan untuk memuaskan nafsu syahwat bagi orang-orang yang lemah imannya.Pada
akhirnya anak-anak sebagai pihak yang lemah menjadi sasaran empuk para predator
seksual.
Di masyarakat kapitalisme-sekuler seperti
saat ini tak jarang menghasilkan orang yang kering imannya. Karena sistem kapitalisme-sekuler
berhasil menjauhkan nilai iman dan takwa dari pribadi seseorang dan menjadikan
agama hanya spiritual belaka. Padahal, nilai keimanan dan ketakwaan adalah
benteng pencegah penyimpangan pada seseorang. Ditambah lagi budaya permisif
(serba boleh) melemahkan amar makruf nahi mungkar pada masyarakat sehingga
kekerasan seksual pada anak semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Selain itu, perangsang hasrat seksual
dibiarkan merajalela tanpa adanya kontrol masyarakat. Atas nama HAM dan nilai
kebebasan, masyarakat menjadi terpasung untuk menghilangkan amar ma'ruf nahi
mungkar. Begitupun dengan sikap negara yang membiarkan pornografi dan pornoaksi
tersebar luas di tengah masyarakat. Para kapitalis menjadikan pornografi
sebagai lahan bisnis yang menggiurkan.
Bisnis pornografi dapat menghasilkan pundi-pundi keuntungan bagi mereka.
Sehingga produksi pornografi dan pornoaksi diberi ruang seluas-luasnya tanpa
memikirkan akibat kerusakan generasi negeri ini.
Padahal, berbagai upaya sudah dilakukan
untuk memberantas kekerasan seksual pada anak. Dengan mengadakan berbagai kampanye, sosialisasi, dan edukasi publik.
Belum lagi adanya lembaga perlindungan anak, LSM membatu meminimalisir adanya
kekerasan seksual pada anak. Ditambah lembaga yang memberikan jaminan
perlindungan kepada anak melalui pengembangan payung hukum dan peraturan yang
disahkan dalam undang-undang, dan lain-lain.
Namun, upaya ini belum dirasakan nyata oleh
anak-anak. Tindak kekerasan seksual masih menjadi ancaman yang paling
mengerikan dan terus menghantui anak-anak di Indonesia. Bagaimana tidak, kekerasan
seksual pada anak dapat menyebabkan trauma mendalam bagi korban. Oleh sebab
itu, sudah semestinya adanya upaya serius untuk
menyelesaikannya secara tuntas dan totalitas.
Oleh sebab itu, penyebab utama kasus
kekerasan seksual pada anak adalah penerapan sistem kehidupan yang rusak dan
merusak yaitu sistem Kapitalisme-sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan
dan mendewakan kebebasan individu melahirkan kerusakan di semua lini kehidupan.
Berharap anak-anak akan mendapatkan
perlindungan secara totalitas seolah hanya mimpi di siang bolong. Satu-satunya
jalan adalah mengganti sistem Kapitalism-sekuler dengan sistem Islam yang
mempunyai konsep melindungi dan menjaga kehormatan anak-anak. Konsep mencegah
dan mengobati pada sistem Islam akan
membawa kebaikan pada anak di seluruh dunia.
Islam diturunkan oleh Allah SWT dengan
seperangkat aturan yang komprehensif untuk menyelesaikan persoalan hidup
manusia, termasuk kekerasan seksual pada anak. Islam memiliki mekanisme untuk
mencegah dan memberantas kekerasan seksual pada anak diatur dalam sistem
pergaulan dalam Islam. Islam melarang segala apapun aktivitas yang memberi
peluang terjadinya kekerasan seksual pada anak. Interaksi antara laki-laki dan
perempuan terpisah. Serta adanya perintah menutup aurat dan menundukkan
pandangan.
Sistem pendidikan dalam Islam juga
memperkokoh syakhshiyyah Islamiyah (kepribadian Islam) dalam diri setiap
individu, termasuk menyiapkan para orang tua yang amanah dalam mengasuh,
membesarkan, dan mendidik anak-anak dalam keluarganya. Islam pun mengatur
pembagian peran dan tanggung jawab dalam keluarga, sehingga anak-anak tidak
akan terabaikan pengasuhannya.
Sanksi tegas yang memberikan efek jera
yaitu hukum jilid dan rajam pada pelaku dapat mencegah kekerasan seksual pada
anak. Dilegalisasi oleh hukum Islam,
didukung oleh penguasa yang amanah. Dan yang tidak kalah penting, keimanan dan
ketakwaan yang kuat, baik pada rakyat maupun penguasa, menjadi benteng yang
kokoh untuk senantiasa taat pada aturan Allah SWT.
Hukum Islam demikian istimewa. Islam
mencegah terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak dan juga
menghukum si pelaku. Islam memberi jaminan kehormatan dan kemuliaan anak-anak
sebagai generasi penerus peradaban. Islam satu-satunya peradaban yang ramah anak
dan patut untuk menjadi solusi dan patut diwujudkan kembali. Oleh karena itu,
mari kita mengembalikan Islam secara paripurna diterapkan oleh institusi negara
yaitu Khilafah Islamiyyah.
Wallahua’lam bi ash shawab