Oleh: Intan H.A
(Pegiat Literasi dan Kontributor Media)
Sungguh malang nasib ketiga bocah di Dusun II Desa
Banua Sibohou, Kecamatan Namohalu Esiwa,
Kabupaten Nias Utara, Provinsi Sumatera
Utara. Mereka bertiga menjadi korban pembunuhan yang dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri. Ketiga korban itu
diketahui berinisial YL (5), SL (4), dan DL (2), peristiwa terjadi pada Rabu 9
Desember 2020. Diduga stres karena kondisi ekonomi, MT gelap mata sehingga
tegah membunuh ketiga anak kandungnya. (viva.co.id, 13/12/2020)
Kasus pembunuhan yang dilakukan seorang ibu terhadap buah
hatinya bukan kali ini saja terjadi. Beberapa bulan yang lalu terjadi peristiwa
memilukan. Seorang anak berusia 8 tahun dipukuli oleh sang ibu hingga tewas hanya karena sang anak susah
belajar daring. Sang ibu yang kala itu tersulut emosinya memukuli sang bocah
dengan gagang sapu berkali-kali hingga sang anak tak sadarkan diri dan kemudian
meninggal dunia.
Inilah sekelumit fakta miris yang menimpa rakyat dikarenakan
beban hidup yang semakin sulit. Di tambah lagi dengan hadirnya wabah covid-19 yang semakin membuat
perekonomian keluarga carut marut hingga akhirnya menimbulkan penyakit depresi
yang menimpa anggota keluarga.
Semenjak negeri ini di serang covid-19 sejak awal
bulan Maret lalu. Banyak perusahaan yang memberlakukan PHK pada sejumlah
karyawannya. Alhasil, tidak sedikit dari mereka terutama kaum bapak harus
kehilangan mata pencahariannya, dikarenakan gelombang PHK meningkat di masa
pandemi hingga 2,1 juta jiwa. Sehingga mereka pun kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan pokok keluarganya. Hal ini kemudian diperparah dengan kenaikan harga
beberapa kebutuhan pokok di pasar. Alhasil, beban yang dipikul rakyat pun
semakin berat. Maka tak dapat dipungkiri, tidak sedikit masyarakat yang terserang
penyakit depresi, diakibatkan problematika hidup yang semakin pelik.
Ironisnya, tidak sedikit para ibu yang terserang penyakit
depresi ini. Sebab, merekalah orang pertama yang akan tersayat hatinya manakala
melihat buah hatinya menangis kelaparan dikarenakan uang belanja tidak memadai
untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari, seperti beras, lauk-pauk, dan
sebagainya.
Pelbagai problematika hidup yang menimpa rakyat dalam
hal ekonomi, tidak lain disebabkan hilangnya peran negara sebagai pengatur
urusan rakyat. Negara tidak lagi hadir menjalankan perannya sebagaimana
mestinya. Padahal, setiap kali pesta demokrasi berlangsung, rakyat berjibaku
menggunakan hak suaranya demi terwujudnya harapan-harapan yang mereka
gantungkan pada paslon yang mereka
usung. Sayangnya, asa indah yang pernah dirajut
itu pun tak kunjung jua terealisasi.
Rakyat masih saja terbelenggu dengan kemiskinan yang sulit lepas dari mereka. Rakyat
dipaksa mandiri dalam mencari solusi
atas derita yang menimpanya. Sikap abai para penguasa dalam meri'ayah
(mengurus) umat, hanya terjadi dalam sistem kapitalisme-demokrasi.
Jika kita cermati secara teliti, sistem rusak ini pada
hakikatnya memposisikan negara hanya sebagai pihak regulator yang mengurusi
kepentingan segelintir orang, yakni kaum kapital. Negara dalam sistem
kapitalisme seakan berlepas tangan dari
tanggung jawabnya dalam mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Di samping
itu, ide kebebasan yang diusung di dalam sistem ini, menghadirkan ketidakadilan
yang menimpa rakyat. Harta milik umum yang seharusnya dikelola oleh negara dan
hasilnya dikembalikan ke rakyat dalam rangka mensejahterakan mereka, malah
berpindah tangan ke pihak swasta. Alhasil, sumber daya alam yang melimpah ruah
di negeri ini tidak mampu dikelola dengan baik untuk kemaslahatan umat.
Beda cara pandang demokrasi, beda pula cara pandang
Islam dalam mengatur urusan rakyatnya. Islam meletakkan posisi seorang pemimpin
sebagai penanggung jawab akan terpenuhinya segala keperluan rakyatnya. Kepemimpinan adalah tanggung jawab
dan amanat yang dibebankan Allah SWT untuk dilaksanakan, dan akan dipertanggungjawabkan
sebagai sebuah amal ibadah dihadapan Allah kelak.
Dengan demikian, negara akan menjalankan tugasnya
dengan sebaik-baiknya. Khalifah yang bertugas mengomandoi jalannya pemerintahan
akan menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luanya bagi kaum laki-laki yang
memiliki kewajiban dan mampu untuk bekerja. Selain itu, pelaksanaannya pun bisa
dilakukan dengan memberikan sebidang tanah pertanian untuk bertani, bagi yang
tidak mempunyai tanah. Bisa juga memberikan modal pertanian, bagi yang
mempunyai tanah, tetapi tidak mempunyai modal. Atau bisa dengan memberikan
modal usaha, bagi yang mempunyai kemampuan, tetapi tidak mempunyai modal.
Bahkan bisa juga memberikan pelatihan dan pembinaan, sehingga dia bisa
mengelola hartanya dengan benar, dan memenuhi kebutuhan dasar dan sekunder
keluarga dan dirinya dengan baik. Termasuk pelatihan ketrampilan dan skill yang dibutuhkan, baik di dunia
industri, bisnis, jasa maupun perdagangan. Sehingga para ayah maupun wali yang
memiliki kewajiban menafkahi keluarganya dapat menjalankan perannya dengan
dukungan yang diberikan oleh negara.
Di samping itu, Islam akan mentotalitaskan
periayahannya dengan menetapkan sistem dan kebijakan ekonomi yang bisa
memastikan terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan, yakni dengan menetapkan
kepemilikan menjadi tiga aspek; kepemilikan individu, umum, dan negara.
Masing-masing kepemilikan tersebut diatur oleh syari'ah, sehingga bisa
dimanfaatkan sesuai dengan porsinya. Misalnya, lahan pertanian sebagai milik
pribadi dan tidak boleh dinasionalisasi. Sebagaimana kepemilikan umum, seperti
minyak, gas, tambang batu bara, dan lain-lain, tidak bisa diprivatisasi oleh
sekelompok orang atau dimiliki negara.
Dengan aturan-aturan yang ditetapkan oleh syari'ah
ini, rakyat tidak akan lagi terbebani dengan sekelumit problema yang tak
kunjung ada solusi seperti yang terjadi di sistem demokrasi saat ini. Dan tidak
akan ditemui para ibu yang mengalami
depresi akibat beban ekonomi yang tak mampu dipikulnya.
Oleh karena itu, jawaban yang tepat untuk
menyelesaikan pelbagai masalah hidup saat ini, yakni dengan kembali menerapkan
sistem Islam dalam kehidupan. Hanya sistem inilah yang telah teruji dan tebukti
keberhasilannya dalam memimpin dunia. Sebagai seorang kepala negara, sang Khalifah
akan selalu menyandingkan hubungannya dengan Allah SWT dalam menjalankan
pemerintahannya. Sehingga tidak mustahil kesejahteraan dan kemakmuran
akan terwujud sebagaimana yang diharapkan umat selama ini. Wallahu'alam.[]