Oleh Novita Natalia
Suatu saat sampailah sebuah pertanyaan dari sahabat kami tercinta yaitu mengenai qawwamah? Kata beliau yang semoga Allah merahmatinya : “ Bagaimana jika dalam bahtera rumah tangga suami tak kunjung memiliki qawwamah atau kepemimpinan dalam rumah tangga ?? “. Saya pribadi hanya bisa tersenyum simpul,tentu buat kami pertanyaan ini gampang-gampang susah untuk dijawab. Gampang dijawab karena sering sekali pertanyaan seperti ini muncul. Namun agak susah dijawab mengingat tiap kondisi suami-istri ataupun keluarga berbeda-beda dengan keunikannya masing-masing. Menjawab pertanyaan sejenis ini butuh pendalaman dan penelusuran yang tidak dangkal karena khawatir memberikan jawaban yang tidak pas sesuai kenyataannya.
Qawwamah atau yang dikenal sebagai kepemimpinan para suami dalam lembaga keluarga adalah topik hangat yang selalu banyak diulas oleh kaum muslimin terutama para Ulama. Baik dalam kajian klasik ataupun kontemporer. Bahasannya luas dan tidak dangkal dalam kajian fikih rumah tangga karena ia adalah termasuk hal asasi yang harus ada. Ketiadaannya akan menyebabkan kekacauan dalam rumah tangga, rusaknya ikatan suami istri dan kegoncangan lainnya dalam lembaga pernikahan ( Prof Dr Sayyid Muhammad al-Maliki dalam kitabnya Adabul Islam fii Nizhomil Usrah yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul Etika Islam dalam membina Rumah Tangga ).
Mengapa peran kepemimpinan kaum laki-laki ini sangat penting dalam sebuah keluarga? Ini dikarenakan keluarga sebagai entitas terkecil dari umat yang di dalamnya terjadi estafet regenerasi keturunan dan sebagai lembaga paling kecil yang berperan sebagai tim sukses pencetak generasi gemilang. Dan jelas ia butuh pengaturan dan pengarahan yang baik. Tentunya jika ia dibiarkan terombang ambing tiada arahan pemimpin keluarga tidak akan sampai kepada tujuannya. Rasulullah saw telah bersabda :
إِذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِيْ سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوْا أَحَدَكُمْ.
Yang berarti : “Jika tiga orang (keluar) untuk bepergian, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka sebagai ketua rombongan “ ( HR Abu Dawud ).
Jikalau safar atau berpergian saja yang itu terbatas hanya pada beberapa orang dan adanya waktu yang terbatas membutuhkan kepada pemimpin, apalagi dalam perihal lembaga rumah tangga yang ia melibatkan beberapa orang dan kebersamaannya dalam jangka waktu lama atau bahkan seumur hidup. Maka hadits ini pun menguatkan perlunya kepemimpinan dalam keluarga.
Lantas kita bertanya, sebetulnya dimanakah qawwamah saat ini? Karena tidak sedikit kita mendapatkan gambaran tiadanya laki-laki sebagai pemimpin di rumah tangga. Apakah sebagai sosok yang kokoh sebagai pilar penyokong keluarga dalam urusan nafkah, dalam urusan mendidik anggota keluarga, dalam urusan mengarahkan bahtera rumah tangga akan dibawa kemana atau bahkan dalam urusan menjaga keluarga dari jilatan api neraka. Banyak kita dapati pasangan suami istri masih banyak bergelut dalam permasalahan keluarga karna tiadanya kepemimpinan suami. Lalu dimanakah ia Qawammah?? Allah SWT telah berfirman dalam QS an-Nisa ayat 43 :
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ
Yang artinya : “ Laki-laki (suami) itu pemimpin bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya “
Ayat tsb menjadi sebuah pedoman bagi kita bahwa sejatinya peran pemimpin memang benar ada pada ar-Rijal atau kaum laki-laki. Dan begitulah amanat syariat yang harus dijalankan hingga akhir zaman kelak bagi kaum muslimin. Maka qawwamah itu hakikatnya selalu ada pada para suami dan tidak akan berpindah pada kaum perempuan sampai kapan pun. Dan untuk saat ini pun hakikatnya ada di tangan para suami. Namun karena jauhnya kita dari apa yang diamanatkan oleh Allah SWT dalam syariatnya maka gambaran qawwamah ini sudah mulai pudar di tengah kaum muslimin. Dan karena adanya lifestyle serta pendidikan gaya barat menjadikan anak-anak laki-laki kita tidak disiapkan dan dididik untuk menjadi para pemimpin di keluarga. Pemahaman yang kurang mendalam akan pengetahuan dan fikih Islam juga turut menjadikan kaum muslimin asing dengan kata qawwamah ini. Jadilah tiada gambaran dan teladan dalam mengamalkan qawwamah ini.
Hal tsb dan segala yang serupanya juga adalah akibat dari kurang tepatnya kita dalam memandang diin ini. Selama ini banyak yang memaknai bahwa Islam hanyalah agama yang semata-mata menjadi pedoman beribadah, berakhlak, dsb. Namun jauh dari itu makna diin sebagaimana yang ada dalam ayat al-Quran surat al-Imran ayat 19 memiliki makna yang luas, Allah swt berfirman :
اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ ۗ
Yang artinya : “ Sesungguhnya Diin di sisi Allah ialah Islam”
Imam at-Thabari dalam kitab tafsir Jāmiʿul-Bayān ʿan Taʾwīli Āyil Qurʾān membahas mengenai kaitan kata diin dengan kata Islam dalam ayat diatas. Beliau rahima Allah menyebutkan bahwa penyandingan kata diin dan Islam dimaknai sebagai penuh ketundukan (al-Inqiyād bil-taẓallul) dan penuh kekhusyu’an (al-Inqiyād bil-khusyūʿ) dalam menjalankan syariat Islam. Sehingga adanya ayat tsb menggambarkan kepada kita bahwasanya Islam tidak melulu taat hanya dalam bingkai ibadah namun dalam hal yang lebih luas. Karena Syariat pun ia turun mencakup aspek aqidah, ibadah, akhlaq , muamalah dsb. Termasuk dalam mengatur urusan berumah tangga dan juga mengenai bahasan qawwamah.
Jadi siapkah kita menemukan dimana qawwamah ?? Tentunya sesuai petunjuk dari Allah swt lewat syariatNya.
Allahu ‘alam bisShawwab