Oleh : Afifah Hanum
Kuliah daring yang diberlakukan saat ini sangat berdampak buruk, karena jalannya pembelajaran tidak maksimal, mahasiswa tidak sepenuhnya memahami materi yang diajarkan karena gangguan jaringan, waktu berbicara terbatas, kurangnya perhatian dari dosen terhadap waktu kuliah, dan banyaknya tugas yang diberikan oleh dosen yang tidak memberlakukan kuliah daring. Banyak mahasiswa mulai mengeluhkan proses perkuliahan dilakukan secara daring. Mulai adanya kebosanan dengan sistem ini, banyaknya tugas yang diberikan dosen dalam waktu yang singkat tugas itu sudah harus dikumpulkan. Hal ini membuat sebagian mahasiswa stres.
Dengan adanya permasalahan seperti ini apakah saat ini pemerintah sudah menyediakan fasilitas yang terbaik untuk para mahawsiswa ? tentu belum, salah satu masalah yang menghambat proses pembelajaran daring adalah koneksi internet, kuliah daring tidak akan berjalan tanpa adanya koneksi internet yang baik. Di Indonesia sendiri kapasitas koneksi jaringan internet tidak merata, bahkan di beberapa daerah dapat dibilang buruk atau tidak terkoneksi sama sekali. Kesenjangan digital mengharuskan mahasiswa mencari akal dengan mendatangi tempat-tempat atau daerah yang terkoneksi internet agar dapat melakukan kuliah daring. Hal itu membuat mereka meninggalkan rumah, kembali bertemu banyak orang dengan risiko ancaman tertular Covid-19. Maka dari itu islam punya solusinya.
Negara bersistem islam tidak akan membiarkan tiap daerah mengalami kesulitan selama belajar daring. Fasilitas pendidikan yang diberikan secara merata ke semua daerah. Langkah sistematis khilafah dalam mengatasi kuliah daring di masa pandemi.
Pertama, melakukan edukasi melalui kesadaran pemahaman, yaitu edukasi spiritual, emotional, dan intelektual. Rakyat harus memahami bahwa pandemi bagian dari ujian Allah. Mereka juga dibekali pengetahuan terkait pandemi Covid-19.
Kedua, memfasilitasi dan memenuhi kebutuhan rakyat. Tak dimungkiri, pandemi Covid-19 memukul perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, negara harus memberi insentif yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing keluarga agar perekonomian tidak lesu.
Selain itu, negara juga harus menyediakan kebutuhan dosen dan para mahasiswa dalam mendukung belajar daring. Seperti fasilitas internet, kuota, dan sarana penunjang lainnya yang mendukung pembelajaran jarak jauh.
Ketiga, paradigma dan tujuan pendidikan negara Khilafah berlandaskan Islam. Dengan asas ini, arah dan tujuan pendidikan jelas berbeda jauh dari asas pendidikan sekuler. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk manusia saleh yang cerdas iptek serta berkarakter mulia.
Begitu pula dengan kurikulum yang disusun. Kurikulum yang dibuat haruslah merujuk pada tujuan sahih tersebut. Negara harus menyusun kurikulum yang lengkap dan sesuai jenjang usia. Bobot materi tsaqafah Islam dan ilmu terapan harus seimbang. Dengan begitu, suasana kebatinan siswa dan guru akan terjaga. Sekolah daring tidak akan membuat dosen dan mahasiswa pening. Sebab, asas pendidikannya adalah akidah Islam.
Keempat, yang tak kalah penting dari semua itu adalah dukungan negara terkait anggaran pendidikan dan kesehatan. Negara harus memastikan setiap hak individu terjamin dalam mendapat layanan pendidikan di setiap kegiatan belajarnya. Apalagi di masa pandemi, biaya dan tenaga yang dikeluarkan akan jauh lebih besar. Semua anggaran dibiayai oleh Baitulmal.
Demikianlah negara Khilafah menjalankan fungsinya sebagai raain (pengurus rakyat). Pendidikan di masa pandemi membutuhkan keseriusan dan perhatian besar dari negara. Sebab, setiap warga negara berhak mendapat jaminan pendidikan dan kesehatan yang memadai dan tercukupi. Semua prinsip tersebut terlaksana jika negara menerapkan syariat Islam secara kafah.
Wawllahua'lam.