Oleh : Shafiyyah AL Khansa*
Baru-baru ini kita dikejutkan dengan berbagai berita tentang seorang ibu yang tega menganiaya atau bahkan tega membunuh buah hatinya sendiri. Betapa tidak, ibu yang selama ini kita kenal sebagai manusia berjiwa lemah lembut bak malaikat tanpa sayap sampai kehilangan naluri keibuannya hingaa ia menjadi pencabut nyawa bagi anak-anaknya. Hal ini seperti yang terjadi di Nias Utara.
Ibu pembunuh ketiga anak kandungnya di Nias Utara, berinsial MT, meninggal dunia di RSUD Gunungsitoli, Sumatera Utara pada Minggu pagi 13 Desember 2020, sekitar Pukul 06.10 WIB. Usai membunuh, wanita berusia 30 tahun itu sempat beberapa kali coba bunuh diri, namun berhasil digagalkan.(13/12)-VIVA
Nampaknya bukan tanpa sebab sang ibu tega menghabisi buah hatinya ini sang ibu diduga setres karena himpitan ekonomi sehingga gelap mata melancarkan aksinya membunuh ketiga anaknya. MT melakukan aksi pembunuhan dan aksi bunuh diri tepat pada saat sang suami pergi untuk menyoblos, alih-alih mendamba harapan dari pemimpin baru sang istri dan anak-anaknya justru kehilangan harapan hidup.
Kasus pembunuhan ibu terhadap anaknya bukanlah kali pertama terjadi hal serupa juga menimpa seorang ibu di Jakarta Pusat. Hanya saja kali ini berbeda faktor kali ini sang ibu tega membunuh anaknya dikerenakan sang anak susah diajarkan belajar daring.
Seorang ibu tega menganiaya anak perempuannya hingga tegas, gara-gara si anak tak mengerti saat belajar melalui daring.(26/08)-KOMPAS.TV
Betapa tak memilukan biaya hidup yang tinggi hingga menggerus peran dan fitrah seorang ibu menjadikan ia lelah berkepanjangan sehingga memicu setres karena himpitan ekonomi. Ditambah dengan berbagai problema rumah tangga yang lain sehingga menimbulkan menipisnya harmonisasi keluarga dan bisa memicu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) atau bahkan kekerasan terhadap anak.
Berbagai faktor baik internal maupun eksternal yang menjadikan ibu hilang kewarasan tidak lain karena sebab diterapkannya sistem kapitalisme dalam kehidupan. Sebab kapitalisme demokrasi berserhasil menyuburkan kepemilikan harta hanya dimiliki oleh segelintir orang saja bah pepatah “yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin”
Kapitalisme dengan asas sekularismenya ini telah nyata gagal dalam mengatasi berbagai persoalan hidup masyarakat terutama dalam memberikan jaminan kebutuhan pokok masyarakat. Kapitalisme demokrasi tak mampu menyelesaikan persoalan umat hingga tuntas sampai keakar-akarnya. Seperti dalam kasus depresi ibu ini.
Solusi yang diberikan hanya menyentuh permukaan persoalan saja seperti memberikan hukuman berupa denda maupun penjara atau sekedar bimbingan psiksis ibu yang kian lama kian kritis. Tanpa mengurai penyebab dan upaya pencegahan agar tak terjadi kasus serupa.
Maka dari sini semakin jelas bahwa sistem kapitalisme demokrasi tidak layak menjadi sistem kehidupan kita. Selain karena sistem ini adalah sistem buatan manusia yang lemah dan terbatas telah banyak bukti bahwa sistem ini telah gagal memberikan kesejahteraan, keamanan, dan ketenangan untuk umat.
Dan dari sini kita membutuhkan sistem yang tepat yang dapat mengatasi segala problematika umat yakni dengan sistem yang berasal dari Allah Swt yang tidak lain dan tidak bukan adalah Islam. Sebab sistem Islam adalah sistem yang berlandaskan pada akidah Islam yang dapat menjaga keimanan individu dan menjadikan peran negara sebagai pelindung umat dalam berbagai problematika umat.
Sistem Islam juga akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang dapat menjamin seluruh kebutuhan pokok umat sehingga umat tidak akan mengalami depresi hanya karena himpitan ekonomi, sistem Islam juga akan menjaga peran serta fitrah seorang ibu sehingga terjaga kewarasannya dan dapat mendidik generasi yang berakhlakul karimah serta memiliki akidah yang kokoh.
Hal ini sudah terbukti dengan adanya sejarah saat Islam memimpin 1/3 dunia dengan aturan kehidupan yang menenangkan, mensejahterakan, dan menjaga keimanan. Dan ini adalah butkti bahwa Islam mampu menyelesaikan segala problematika umat sampai tuntas. Wllahu’alam bi shawab.
*(Penulis & Aktivis Dakwah)
Tags
Opini