Oleh: Faizah Khoirunnisa' Azzahro
Bukan kali pertama, Indonesia digoyang problem disintegrasi, bahkan fakta disintegrasi telah terjadi pada Timor Leste. Yang belakang ini ramai dan kian memanas adalah deklarasi sepihak kemerdekaan Papua Barat dan klaim Benny Wenda yang telah membangun pemerintahan Papua Barat. Reaksi keras bermunculan dari berbagai elemen masyarakat agar pemerintah Indonesia menindak tegas tindakan makar agar tak menjadi ancaman bagi kedaulatan negara. (www.m.bisnis.com, 02-12-2020)
Kondisi negara yang sudah genting karena ancaman makar yang nyata ini, ditanggapi dingin oleh rezim. Reaksi penguasa tak seserius dan sepanas saat berhadapan dengan kelompok Islam yang dianggap berseberangan dengan kepentingannya. Rakyat yang kritis tentu gemas dan gregetan dengan respon perintah yang hanya sibuk beretorika dan minim aksi nyata untuk memberantas tuntas benih disintegrasi sampai ke akar-akarnya.
Respon Atas Ketidakadilan
Mengapa Indonesia sering diterpa isu pelepasan wilayah? Disintegrasi muncul sebagai respon ketidakpuasan sekelompok rakyat yang menganggap negara gagal mewujudkan keadilan, kesejahteraan dan mewujudkan keutuhan. Selama ini, pembangunan di Indonesia dinilai terlalu Jawa sentris, sehingga kesejahteraan daerah diluar Jawa dinomorduakan. Tak heran, wilayah yang kerap menuntut disintegrasi adalah luar Jawa.
Pemicu disintegrasi terbesar adalah penerapan sistem demokrasi dan ideologi kapitalisme yang gagal mewujudkan pemerataan kesejahteraan. Wilayah Papua yang begitu kaya sumber daya alam, nyatanya tak membuat rakyatnya hidup layak, karena sumber kesejahteraan dirampok oleh segelintir orang pemilik kapital. Kemudahan korporat mengeruk kekayaan alam di Papua, tentu terjadi dengan izin dari rezim kapitalis liberal. Inilah harga yang harus dibayar oleh penguasa yang disponsori penguasaha dalam kontestasi politik demokrasi yang berbiaya mahal. Balas jasa dari praktik politik yang kotor telah mengorbankan kesejahteraan rakyat sendiri.
Penjajah Di Balik Layar
Semakin kecil wilayah suatu negara, makin kecil pula kekuatan yang dimiliki. Inilah strategi lama penjajahan untuk memperlemah negara yang ingin dikuasai sebagaimana dulu Kekhilafan Islam yang terbentang luas diruntuhkan dan dipecah menjadi negeri-negeri kecil yang tak memiliki digdaya.
Di balik upaya disintegrasi Papua Barat yang didukung 111 negara (termasuk AS, Inggris, Perancis, Kanada, Jerman), ada negara Barat yang berwatak penjajah memiliki ambisi untuk mengeruk kekayaan alam yang tersimpan disana. Jika Papua Barat berdiri sebagai negara baru, tentu lebih mudah bagi penjajah untuk mengambil keuntungan karena negara masih lemah dan minim pengalaman.
Islam Cegah Benih Disintegrasi
Ketidakadilan yang seringkali menjadi benih disintegrasi, tidak terjadi pada negara yang benar-benar menerapkan syariat Islam secara kaffah. Islam mewajibkan Khalifah menegakkan keadilan dan melakukan pemerataan kesejahteraan. Tidak boleh suatu wilayah lebih maju dari wilayah lainnya dan menimbulkan ketimpangan sosial yang parah. Islam juga mengatur, aset-aset milik umum yang berupa kekayaan alam, akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat, haram hukumnya diserahkan kepada swasta apalagi penjajah. Larangan dan sanksi tegas juga diberlakukan kepada pelaku pemberontakan, makar, atau bughot.
Jika kesejahteraan bisa dirasakan secara merata dan rakyat puas dengan pelayanan negara, keinginan untuk memisahkan diri dari daulah Islam tentu takkan ada. Lain halnya jika ada peran penjajah yang menyusup dan ingin menghancurkan daulah.
Keberhasilan Khilafah menjaga kesatuan wilayahnya dari disintegrasi, bahkan dari waktu ke waktu semakin luas adalah buah dari penerapan aturan yang berasal dari Dzat Yang Maha Adil dan Bijaksana. Syariat Islam-lah yang hari ini dibutuhkan Indonesia agar bisa lepas dari segala problematikanya dan hanya Islam-lah yang bisa kembali menyatukan negeri-negeri kaum muslimin dalam satu kepemimpinan. Wallahua'lam bi ash-shawwab