Demokrasi Menghasilkan Pejabat Tak Punya hati



Oleh Mardina, S.Pd

Covid-19 belum berakhir, bahkan setiap harinya mengalami kenaikan jumlah kasus. Namun, bukan hanya covid yg meningkat tetapi kasus korupsi pun semakin juga semakin meningkat di negeri ini. Kali ini yang membuat kasus korupsi sangat heboh diberitakan karena dana yang dikorupsi merupakan dana bantuan social yg diperuntukkan bagi masyarakat yang terdampak covid-19, bahkan pelakunya tidak lain adalah Mentri dari bantuan social itu sendiri. Ngeri memang! Di saat rakyat sedang kesusahan pun para koruptor di negeri ini tetap saja tidak punya rasa empati, seolah-olah tak punya hati sama sekali.

“Jakarta - Lembaga Survei Indonesia (LSI) melakukan survei terhadap tren persepsi publik tentang korupsi di Indonesia. Hasilnya, 45,6 persen responden menilai korupsi Indonesia meningkat dalam 2 tahun terakhir. "Kalau kita tanya kepada masyarakat dalam 2 tahun terakhir tingkat korupsi itu menurun, meningkat atau tidak mengalami perubahan. Seperti bapak ibu yang bisa dilihat disini, lebih banyak masyarakat bahkan ini hampir 50 persen sebetulnya, itu menyatakan bahwa korupsi itu meningkat," kata Direktur LSI, Djayadi Hanan, saat konferensi virtual di YouTube LSI, Minggu (6/12/2020). Hal ini Djayadi katakan saat menampilkan pointer tentang persepsi terhadap tingkat korupsi dalam 2 tahun terakhir. Dijelaskan, sebanyak 45,6 persen masyarakat menyatakan korupsi meningkat, 23 persen warga mengatakan korupsi menurun, dan sebanyak 30,4 persen menganggap korupsi tidak mengalami perubahan” (news.detik.com, 06/12/2020)

Watak dari sistem demokrasi kapitalis sebenarnya akan terus menampakkan taringnya. Karena yang diberi kekuasaan memang bukanlah orang yang pantas dalam mengemban amanah tersebut. Ditambah dengan sistem yang dijadikan sebagai aturan negara juga memberikan peluang bagi para pelaku koruptor semakin tidak tahu malu menjadi maling dengan tampilan yang begitu anggun dan rapi. Korupsi di negeri ini ibaratkan penyakit yang sudah mendarah daging bahkan bisa di bilang turun menurun. Karena hampir di setiap generasi kepemimpinan, selalu ada saja yang menjadi pelaku dari tindakan kriminal tersebut. Korupsi di negeri ini bahkan tak lagi bersifat individual, tapi sudah bersifat universal dan sistemik yang dilakukan secara berkelompok (berjamaah).

Korupsi dalam pandangan syari’ah disebut dengan perbuatan khianat, yang mencerminkan perilaku munafik dalam menurut Islam. Pelaku korupsi disebut khaa’in, termasuk perbuatan penggelapan dan penyelewengan uang yang diamanatkan kepada seseorang. Faktor penyebab seseorang melakukan tindakan korupsi sebenarnya beragam. Namun, salah satu faktor utama kenapa seseorang melakukan tindakan tersebut tidak lain karena faktor ideologi yang didukung kebutuhan untuk memenuhi ekonomi yang terpengaruh budaya hedonisme. Maka, langkah paling utama dan paling penting yang wajib dilakukan adalah menghapuskan pemberlakuan ideologi demokrasi -kapitalis itu sendiri. Selanjutnya, setelah menghapuskan ideologi yang merusak itu, diterapkan Syari’ah Islam sebagai satu-satunya sistem hukum yang semestinya berlaku di negeri ini.  Dengan diterapkannya syari’ah Islam sebagai hukum tunggal dengan didukung tegaknya kepemimpinan Islam di negeri ini, maka syari’ah Islam dapat memainkan perannya yang sangat efektif untuk memberantas korupsi baik peran pencegahan (preventif) maupun dalam segi penindakan atau pemberantasan (kuratif).

Secara preventif paling tidak ada 5 (lima) langkah untuk mencegah korupsi menurut paradigma syari’ah Islam sebagai berikut : Pertama, rekrutmen SDM aparat negara wajib berasaskan profesionalitas dan Integritas, bukan berasaskan egoisme yang pada akhirnya berujung pada korupsi,kolusi, dan nepotisme. Dalam istilah Islam, mereka yang menjadi aparatur wajib memenuhi kriteria yang individunya berkepribadian islam (syakhsiyah islamiyah). Nabi Muhammad SAW pernah bersabda “ Barangsiapa memperkerjakan seseorang karna faktor suka atau hubungan kerabat, berarti dia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum mukminin”.Kedua, negara wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya. Khalifah Umar bin khotob selalu memberikan nasihat kepada bawahannya “ Kekuatan dalam bekerja adalah jika kamu tidak menunda pekerjaan hari ini sampai besok, kalau kamu menundanya pekerjaannya akan menumpuk...’’Ketiga, negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparatnya , sebagaimana Abu Ubaidah pernah berkata kepada Umar, “Cukupilah para pegawaimu, agar mereka tidak berkhianat”. Keempat, Islam melarang menerima suap atau hadiah atau dalam istilah korupsi dikatakan gratifikasi bagi para aparat negara sebagai sabda Nabi “Barangsiapa yang sudah menajadi pegawai kami dan sudah kami beri gaji, maka apa saja yang ia ambil di luar itu adalah harta yang curang.’’ (HR.Abu Daud). Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Nabi SAW berkata, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa suht adalah haram dan suap yang diberikan kepadahakim adalah kekufuran. (HR.Ahmad).  Terakhir, adanya keteladanan dari pimpinan. Manusia cenderung mengikuti orang terpandang dalam masyarakat, termasuk pimpinannya. Maka disini pemimpin juga memiliki peran besar untuk menjadi teladan yang baik bagi umatnya atau masyarakatnya.

Langkah-langkah tersebut tentunya tidak mungkin bahkan mustahil dilakukan sekarang, ketika yang menjadi ideologi negara tetaplah kapitalisme yang di balut dengan nama indah demokrasi yaitu menjadikan suara rakyat sebagai suara tertinggi dalam menentukan berbagai macam kebijakan dengan diwakilkan oleh para pejabat negara yang terpilih. Untuk itulah ideologi islam dalam bingkai negara Khilafah perlu hadir agar tindakan korupsi bahkan kriminal lainnya bisa teratasi secara tuntas. Wallahu’alam bishshawab. 

 

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak