Oleh : Faizul Firdaus, S.Si (pemerhati politik dan kebijakan publik)
Belum usai publik digemparkan dengan korupsi dana bansos oleh Mensos, yang sungguh mengusik nurani. Karena sungguh nyata kesusahan masyarakat selama masa pandemi ini, malah dana santunan digarong oleh orang yang berkecukupan. Sungguh tidak ada akhlak, kalau kata anak milenial. Kini, kembali nurani dan nalar kemanusian publik di gegerkan dengan kasus penculikan dan pembunuhan terhadap 6 orang pengawal ulama.
Ada apa dengan negeri ini? Mengapa nyawa begitu mudahnya dihilangkan?. Andaikan memang ada pelanggaran bukankah ada jalur peradilan?. Berbagai pertanyaan yang wajar akan dikemukakan oleh nalar publik yang mencermati aneka peristiwa politik di negeri ini.
Siapapun dari kita tentu berharap berbagai tragedi yang mengiris rasa keadilan dan kemanusiaan inibtidak berkepanjangan. Di titik inilah coba kita telaah apa yang menjadi penyebab munculnya berbagai prilaku buruk dari sistem perpolitikan kita.
*_tidak hanya terjadi sekarang_*
Apabila kita cermati perjalanan negeri tercinta kita ini dari masa ke masa. Jujur harus kita akui bahwa tidak ada rezim yang yang bebas dari prilaku politik yang buruk tersebut.
Tragedi berdarah 30 september 1965 tentu tidak bisa lepas dari proses politik dan intrik PKI dengan rezim yang berkuasa ketika itu.
Tragedi tanjung priok, yang melukai kaum muslimin. Juga gurita prilaku korupsi kolusi dan nepotisme di lingkaran istana. Tak luput juga ditandatanganinya kontrak panjang untuk freeport bisa menduduki emas papua adalah sebagian dari warisan rezim orde baru.
Lepasnya Timor Timur dari pangkuan negeri tercinta, penjualan INDOSAT ke Singapura, di tekennya sistem outsourcing yang benar benar merugikan pekerja dan menguntungkan para pengusaha besar. Korupsi wisma atlet hingga trilyunan rupiah di tengan besarnya angka kemiskinan rakyat indonesia. Penembakan terhadap orang yang hanya terduga teroris yang akan tertolak dari sudut pandang hukum manapun. Dan yang terbaru disahkannya undang undang sarat masalah OMNIBUS LAW, dan masih banyak yang lain adalah warisan deretan rezim reformasi mulai 1998 hingga 2020.
*_Ada persoalan mendasar_*
Setelah kita melihat bahwa semua rezim demokrasi ini tidak ada yang tidak meninggalkan tragedi. Maka harusnya kita bisa sadar bahwa permasalahan negeri inibridak hanya pada sosok pemimpin pemerintahan. Tapi juga pada sistem politik tang diterapkan.
Hingga hari ini, negeri kita menerapkan sistem politik demokrasi sekuler kapitalistik. Walaupun tidak ada satupun penyelenggara negara yang mengakuinya dengan pelafalan yang gamblang.
Akan tetapi bagi siapapun kita yang memahami karakter idiologi maka akan melihat bahwa sejak awal negeri ini berjalan di atas rel kapitalisme sekuler.
Asas sekuler yang artinya memisahkan agama dari kehidupan dan dari negara mengakibatkan lahirnya generasi dan pemyelenggara negara yang kurang iman.
Nafas Kapitalis yang kental membuat orientasi negara dan berjalannya negara adalah untuk mendapat sebanyak banyak keuntungan finansial.
Dan demokrasi yang meruoakan politik berbiaya tinggi telah menjadi jalan lapang untuk para pemodal menguasai jalannya pemerintahan.
Ini semua yang mengakibatkan lahirnya rezim yangvtidak bernurani. Menghalalkan segala cara untukmeraih dan atau memepertahankan syahwatnya. Baik syahwat kekeuasaan atau syahwat harta.
Dipimpin oleh siapapunmenjadi tidak begitu berpengaru selama sistem besar yang menaunginya masih demokrasi sekuler kapitalisme.
Tampaknya semua mata harus dapat melihat hal ini dengan jelas. Bahwa permasalahan politik negeri ini tidak hanya pada sosok. Tapi juga pada sistem politiknya.
Sudah saatnya siapapun dari kita yang menginginkan perubahan dan perbaikan maka harus mengganti sistem politik dan idiologi yang selama ini dipakai. Idiologi sekuler kapitalis yang nyata nyata merusak harus diganti dengan Idiologi atau sistem hidup yang baik yang adil. Dan itu tentu saja adalah sistem yang datang dan dipandu oleh aturan dari Dzat yang Maha Baik dan Maha Adil. Allah SWT.
_wallahua'lambusshowwab_