OLEH :HJ PADLIYATI SIREGAR ,ST
Saat ini hampir di seluruh dunia termasuk negeri-negeri muslim telah mengadaptasi sistem demokrasi. Bahkan negara islam yang dahulu telah menjadi negara adidaya telah meninggalkannya dan turut menggunakan demokrasi karena menganggap demokrasi adalah perwujudan dari islam itu sendiri.
Hingga sampai detik ini demokrasi masih menjadi sistem pemerintahan yang masih eksis hingga hari ini, dan masih dianggap menjadi sistem pijakan sebagian manusia untuk menyelesaikan problematika kehidupan yang mendera walapun kerusakan yang ditimbulkannya sudah banyak mencuat ke permukaan.
Demokrasi juga dianggap memberi peluang terpilihnya pemimpin pemimpin “baik” yang berpihak pada kepentingan Islam dan kaum muslimin. Termasuk terpilihnya Joe Biden baru baru ini sebagai presiden AS pengganti Trump, dianggap memberi harapan bagi Islam.
Jika melihat sejarahnya, demokrasi lahir dari akidah pemisahan agama dari kehidupan (sekuler). Akidah ini merupakan jalan tengah yang tidak tegas, yang lahir dari pergolakan antara para raja dan kaisar di Eropa dan Rusia dengan para filosof dan pemikir.
Akidah ini yang menjadi asas ideologi kapitalisme serta menjadi landasan pemikiran (Qaidah Fikriyah) ideologi tersebut, yang mendasari seluruh bangunan pemikirannya, menentukan orientasi pemikiran dan pandangan hidupnya, sekaligus menjadi sumber pemecahan bagi seluruh problem kehidupannya.
Maka, akidah ini merupakan pengarahan pemikiran (Qiyadah Fikriyah) yang diemban negara-negara Barat dan selalu diserukan ke seluruh penjuru dunia.
Demokrasi kemudian diekspor ke Dunia Ketiga pasca dekolonialisasi Barat di Afrika, Asia, dan Amerika Latin, lalu makin mengglobal setelah keruntuhan Uni Soviet yang menjadi negara induk gagasan komunisme internasional.
Demokrasi pertentangan dengan Islam
Jelaslah, demokrasi merupakan ideologi buatan manusia. Akidahnya memisahkan agama dari kehidupan (sekular), kontradiksi dengan akidah Islam. Sistemnya juga menyalahi sistem Islam karena tidak bersandar pada wahyu Allah SWT. Demokrasi hanya bersandar pada rakyat. Keburukan yang menonjol dari demokrasi adalah suara mayoritas dalam menentukan kebenaran. Jelas sekali demokrasi bertentangan dengan Islam (Lihat: QS al-An’am [6]: 116).
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).
Islam mengharamkan demokrasi karena tiga alasan. Pertama: perekayasa ide demokrasi adalah negara-negara kafir Barat. Hal ini merupakan agresi ke Dunia Islam. Siapapun yang menerima dan mendorong demokrasi merupakan antek penjajah dan kroni penjajah serta menjadi penguasa boneka Barat.
Kedua: demokrasi merupakan pemikiran utopis, tidak layak diimplementasikan. Manakala suatu negara menerapkan demokrasi, mereka sering melakukan kebohongan, manipulasi dan rekayasa sehingga menyesatkan umat manusia, seperti dalam penyusunan hukum dan undang-undang.
Ketiga: sistem demokrasi adalah sistem buatan manusia. Sistem tersebut disusun manusia untuk manusia. Pasalnya, manusia tidak bisa lepas dari kesalahan. Sesungguhnya hanya Allah yang terbebas dari kesalahan. Karena itu, hanya sistem dari Allah saja yang patut dianut. Dengan demikian demokrasi merupakan sistem kufur karena tidak bersumber dari syariah Islam.
Dalam kitab Mafahim Siyasiyah li Hizb at-Tahrir (2005) dijelaskan, demokrasi itu kufur bukan karena konsepnya bahwa rakyat menjadi sumber kekuasaan, melainkan karena konsepnya bahwa manusia berhak membuat hukum (kedaulatan di tangan rakyat). Kekufuran demokrasi dari segi konsep kedaulatan tersebut sangat jelas. Sebab, menurut ‘Aqidah Islam, yang berhak membuat hukum hanya Allah SWT, bukan manusia (QS al-An’am [6]: 57).
قُلْ إِنِّي عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَكَذَّبْتُمْ بِهِ ۚ مَا عِنْدِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ ۚ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ ۖ يَقُصُّ الْحَقَّ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya.
Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.
Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik".
Itulah titik kritis dalam demokrasi yang sungguh bertentangan secara frontal dengan Islam. Memberi hak kepada manusia untuk membuat hukum adalah suatu kekufuran (QS al-Ma’idah [5]: 44).
Sudah seharusnya kaum muslimin meninggalkan sistim demokrasi,apalagi berjuang untuk kemenangan Islam berharap melalui sistim ini adalah suatu hal yang mustahil.
Bagaimana mungkin umat Islam bersandar pada sistem yang diharamkan Allah SWT? Tentu tidak. Demokrasi tak layak menjadi wasilah dalam perjuangan apalagi sebuah harapan. Hanya Islam yang layak menjadi harapan.
Islam yang diterapkan syariatnya secara keseluruhan oleh negara Khilafah, telah terbukti selama lebih dari 13 abad menghantarkan Islam menjadi peradaban unggul yang menguasai dunia hingga mewujudkan kesejahteraan dan menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia. Wallahu a’lam