Bangga dengan ledakan Utang?




Oleh  : Ummu Aimar



Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 yang digelar secara virtual pada 21-22 November ini memunculkan kesepakatan dari sejumlah negara yang paling rentan menghadapi dampak pandemi Covid-19 untuk bisa melakukan perpanjangan cicilan utang hingga pertengahan tahun 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pada acara The 5th G20 Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting yang diselenggarakan secara daring pada Jumat, (20/11/2020), disepakati adanya perpanjangan masa cicilan utang.

Perpanjangan masa cicilan utang tersebut dinamakan Debt Service Suspension Inisiative (DSSI). Kata Sri Mulyani, DSSI adalah inisiatif untuk memberikan fasilitas relaksasi bagi pembayaran utang negara-negara rentan, yang saat ini dihadapkan pada kondisi ekonomi dan fiskalnya yang sangat sulit.
Oleh karena itu, di dalam pembahasan DSSI tersebut kemudian didukung oleh lembaga multilateral seperti International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia, menyepakati untuk memberikan relaksasi cicilan utang.
"Ini adalah fasilitas relaksasi bagi pembayaran utang negara-negara miskin  yang tadinya pada sampai akhir tahun ini, kemudian diperpanjang hingga pertengahan tahun 2021," jelas Sri Mulyani di Istana Bogor yang ditayangkan secara virtual, dikutip CNBC Indonesia, Minggu (22/11/2020
https://www.cnbcindonesia.com)


Ketika Negara ini menghadapi pandemi covid-19, solusi yang diambil oleh pemerintah negeri ini dalam hal pengadaan anggaran adalah penambahan utang baru. Padahal utang baru dipandang musibah untuk negeri ini. 
Dengan posisi utang negara yang semakin tinggi, pemerintah selalu mengatakan "utang negara ini masih aman", dan rakyat tidak perlu khawatir dengan situasi saat ini. Padahal jelas ini membahayakan jika mengaanggap enteng solusi dengan berhutang. 

Pada kesempatan yang sama, Sri Mulyani mengatakan besaran utang pemerintah tidak perlu lagi dikhawatirkan dan ditakutkan. Posisi utang pemerintah sudah mencapai Rp 5.172,48 triliun per April 2020. Angka itu naik Rp 201 triliun dibandingkn posisi Desember. Dia juga mengatakan akan tetap menjaga ekonomi Indonesia dan pengelolaan utang secara hati- hati, dan transparan (katadata.com  16/6/2020).

Dengan bangganya menyatakan bahwa hutang Negara aman. Padahal ini merupakan suatu masalah negeri jika terus berhutang hingga hutang membengkak. Ini merupakan kasus yang belum terselesaikan. Umat seharusnya sadar bahwa yang dilakukan pemerintah bukan solusi untuk menghadapi semua permasalahan. Bahkan akan menghadirkan masalah.

Dalam cuitan di twitter Rizal Ramli mengatakan "Prestasi yang tidak perlu dibanggakan akibat management utang ugal-ugalan dan mengelolaan ekonomi yang tidak prudent. Utang Luar Negeri Era Jokowi tertinggi dan paling tidak produktif sepanjang sejarah".
Bahwa posisi utang luar negeri pemerintah Jokowi adalah tertinggi sepanjang sejarah. Dalam kurun waktu 5,5 tahun ULN pemerintah Jokowi sudah bisa mengalahkan 10 tahun pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), dalam hal ini dilihat dari kenaikan posisi utang pemerintah. Laju posisi ULN di era Jokowi naik sebesar 14,62 milliar dollar AS pertahun, tapi hanya menghasikan pertumbuhan ekonomi yang stagnan di 5% selama 5 tahun pemerintahannya (katadata.id  30/6/2020).

Dengan kebiasaan gemar berutang, banyak para elit politik mengomentari pemerintah saat ini . Sebab, pada kenyataannya tidak semua utang digunakan untuk kepentingan yang produktif. Selama ini sebagian utang digunakan untuk menutupi utang sebelumnya. Kebijakan menambah utang menjadi pilihan yang di anggap "aman" untuk permasalahan ekonomi Indonesia. Padahal ada ancaman yang siap menghilangkan kedaulatan negara, baik kedaulatan ekonomi ataupun kedaulatan politik. Utang yang diberikan pada dasarnya merupakan senjata politik negara- negara kapitalis yang dipimpin Amerika Serikat  atau Cina terhadap negeri- negeri Muslim. Dengan memberikan utang, mereka akan leluasa menggunakan posisinya untuk menekan negara yang berutang, hingga membuat ketidakmandirian secara politik dan ekonomi. Melalui utang yang diberikan mereka menghisap kekayaan negeri pengutang tanpa ampun. Kebijakan utang berpotensi semakin menjauhkan negara dari pemenuhan kemaslahatan, karena dikendalikan oleh kepentingan asing.

Publik sudah paham bahwa rezim kapitalisme, menjadikan utang sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah ekonomi. Disini, terbukti menunjukkan kegagalan pemerintah mengelola SDA dan kekayaan negeri yang cukup luas dan melimpah. Memang layak jika kita mengatakan pemerintah telah gagal mengelolanya, bahkan sebagian besar dinikmati para kapitalis.

Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang beraneka ragam, potensi hutan, laut, sumber daya mineral dan energi. Kekayaan hutan bisa dilihat ketika setiap pohon berusia 20 tahun memiliki volume rata-rata 5 meter kubik kayu dengan hasil neto (harga pasar dikurangi segala biaya) Rp200.000,- per meter kubik, maka nilai ekonomisnya menjadi Rp1 juta per pohon atau Rp20 juta per hektare.

Menurut perhitungan Departemen Kelautan dan Perikanan, potensi lestari ikan tangkap adalah 6,4 juta ton per tahun. Selain itu terdapat potensi perikanan budi daya berpuluh kali lipat, di darat dan di pesisir sepanjang 95.000 kilometer. Banyak sekali dari pesisir yang dapat dikembangkan menjadi kawasan industri mineral laut, energi laut dan pariwisata bahari.

Cadangan minyak yang siap diproduksi sebanyak 8 miliar barel. Lalu gas yang tersedia sebanyak 384,7 TSCF (Trilion Standard Cubic Feet) dengan produksi 2,95 TSCF per tahun. Batu bara tersedia 58 miliar ton per tahun.
Potensi SDA yang begitu besar belum berhasil mengentaskan kemiskinan seluruh rakyat negeri ini. Masyarakat kesulitan membiayai pendidikan, kesehatan dan perumahan. Kemiskinan adalah akibat dari pembangunan ekonomi yang tidak berhasil. Ekonomi riil tak cukup berkembang dan merata, sehingga tidak cukup menyediakan lapangan kerja dan memenuhi kebutuhan semua orang. Ini semua berasal dari cara pengelolaan SDA yang berbasis kapitalisme liberal.

Pada saat yang sama, lingkungan menjadi rusak, teknologi tidak makin dikuasai, dan utang luar negeri makin menumpuk. Rezim kapitalis sebenarnya telah gagal mengelola SDA, utang dijadikan sebagai solusi untuk menutupi kegagalan mereka. Begitu menyesakkan dada karena harus mengetahui kenyataan yang ada, bahwa kita masih dipimpin oleh rezim kapitalis ini. Kita patut kritis akan kasus hutang negara saat ini jika negara ini terus menerus berhutang . 

Maka jika negeri ini merindukan hidup tenang, aman, dan penuh keberkahan. Hendaknya segera mengganti sistem kapitalisme dengan sistem Islam. Maka Negeri ini bebas dari segala jerat hutang ribawi.  Maka kita segera beralih dari sistem pencetak utang menuju sitem bebas hutang.
Hendaknya kaum Muslim menyadari tentang bahaya utang bukan hanya akan menjadikan rakyat sengsara dan negara bisa saja. Tapi lebih dari itu, ketika utang ribawi telah meliputi suatu negeri, maka Allah akan memeranginya. 
Seharusnya umat Islam negeri ini beralih dari sistem kalitalis menuju sistem bebas utang (Islam).

Dalan Islam, utang tidak menjadi pilihan untuk menyelesaikan berbagai masalah ekonomi negara. Karena baiknya pengelolaan pemasukan negara yang berasal dari kepemilikan negara (milkiyyah ad-daulah) seperti ‘usyur, fa’i, ghanimah, kharaj, jizyah dan lain sebagainya. Selain itu dapat pula diperoleh dari pemasukan pemilikan umum (milkiyyah ‘ammah) seperti pengelolaan hasil pertambangan, minyak bumi, gas ala, kehutanan dan lainnya.

Pengelolaan negara yang berdasarkan pada sistem kapitalis, yang dihitung berdasarkan asas manfaat tak akan membebaskan negeri ini dari jeratan utang. Dimana negeri ini lebih mengutamakan investor sebagai pemberi utang dari pada nasib rakyat.  Ketika utang luar negeri semakin besar maka akumulasi utang Indonesia juga semakin besar. Selama negeri ini masih setia dengan sistem kapitalisnya, tak ayal negeri ini akan semakin terpuruk dalam kemunduran ekonomi, jeratan utang, dan hancurnya kedaulatan negara karena dominasi asing di negeri ini.

Sistem ekonomi Islam tidak akan mengalami jalan buntu seperti saat ini. Jika mengalami defisit anggaran, khilafah akan menyelesaikannya dengan tuntas. Dalam sistem kapitalisme,  hutang merupakan solusi yang justru menambah masalah. Sedangkan Islam memberi solusi yang pasti mampu menyelesaikan masalah.

Islam memiliki aturan yang khas dan jelas dalam pengelolaan ekonomi. Fakta tersebut sangat jauh berbeda bila ditinjau dari pengelolaan perekonomian dalam Islam. Islam menetapkan bahwa pemerintah wajib bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyat. Rasulullah SAW bersabda, “Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan mereka” (HR. Muslim). 

Dalam sistem politik khilafah Islam adalah untuk membangun Negara yang mandiri dan masyarakat yang makmur.
Namun, semua aturan ini akan sulit tercapai dan tidak mampu mengantarkan umat pada keridhaan Allah SWT bila masih menggunakan sistem demokrasi-kapitalis. Sungguh, hanya dengan sistem Islam yang kaffah, semua permasalahan yang ada bisa teratasi dengan tuntas jika menerapkan syariat yang berasal dari Allah SWT. 

Wallahu A'lam Bi Ash-shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak