Oleh : Inge Oktavia Nordiani, S. Pd
(Pemerhati remaja)
Akhir-akhir ini viral istilah tentang harta tahta wanita. Cuplikan kalimat tersebut diawali dari hadirnya sosok master chef Renata. Kali ini, jargon seperti itu berubah menjadi Harta Tahta chef Renatta. Siapa yang tidak kenal dengan wanita yang jago memasak dan memiliki kecantikan secara natural Renatta Moeloek (Pr Bandung Raya.com, 21/10/2020). Kemudian muncul istilah tersebut yang disematkan pada nama pribadi atau apa-apa yang dimiliki semisal pacar dan lainnya.
Istilah ini sebenarnya bukanlah istilah baru melainkan istilah yang penggunaannya sudah umum. Harta berarti kekayaan yang dimiliki, tahta berarti kekuasaan dan wanita adalah wanita itu sendiri yang terkadang dijadikan sebagai bentuk godaan. Penyematan pada kepemilikan pribadi seolah-olah tiga hal itu yang paling berharga di dunia dan yang harus diperjuangkan. Pada akhirnya banyak dari kalangan millenial yang latah dan pamer di media sosial.
Namun sebenarnya asal mula munculnya istilah tersebut adalah sebuah peristiwa luar biasa yaitu kisah perjuangan nabi Muhammad Saw. Pada awal mulanya islam dititahkan melalui risalah nabi Muhammad Saw. Datangnya islam dianggap biasa apabila itu hanya untuk diri Muhammad Saw. Namun, orang-orang kafir quraisy merasa terganggu karena apa yang dibawa oleh Muhammad Saw ternyata benar-benar mengancam keberadaan mereka. Sedikit demi sedikit banyak masyarakat yang mengikuti ajaran Muhammad Saw. Kafir Quraisy pun memikirkan segala cara untuk menghentikan dakwah nabi Muhammad Saw ini. Seorang wakil dari Quraisy yaitu Utbah bin Rabi`ah mendatangi Rasulullah saw untuk merayu rasul dengan 3 hal dengan tujuan agar Muhammad Saw meninggalkan dakwah islam. Rayuan itu berupa harta, tahta dan wanita yang ditukarkan dengan berhentinya Muhammad Saw menyuarakan dakwah islam. Namun rasulullah Saw menjawab “Demi Allah, biarpun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan berhenti melakukan ini sehingga agama ini menang atau aku binasa karena”. Maha suci Allah. Sungguh itu adalah sebuah jawaban tegas yang mengukuhkan bahwa kebenaran haruslah diperjuangkan dan tidak dapat ditukan oleh godaan-godaan dunia.
Oleh karena itu seharusnya generasi muda dapat menyikapi dengan bijak segala istilah kata atau kalimat yang hendak dipakainya dalam bersosial baik nyata maupun maya. Cukuplah apa yang disampaikan Rasulullah menjadi pelajaran penting untuk kehidupan kita. Sebab ketiga istilah itu benar-benar menjadi ujian / godaan yang nyata di dunia. Sungguh telah berapa banyak manusia yang terjebak dalam jurang harta dunia yang meninabobokkan ia dalam kehidupan. Berapa banyak manusia yang terjebak kekuasaan sehingga seruan kebenarannya yang harusnya putihpun menjadi kelabu. Berapa banyak pula manusia yang tidak berdaya ketika diberi rayuan maut oleh kemolekan seorang wanita.
Rasulullah pun mengajarkan bahwa tidak ada yang lebih berharga di dunia ini melainkan dengan nikmat islam yang telah sampai ke tengah-tengah kehidupan manusia. Yang telah membawa manusia dari jurang kegelapan menuju cahaya islam yang terang-benderang. Sungguh agungnya syariat yang datangnya dari zat yang mengetahui seluk beluknya manusia ini benar-benar akan membawa satu kebaikan dan kebahagiaan hidup umat manusia. Maka nikmat islam ini tidak akan dapat ditukarkan oleh apapun.
Apabila ditelisik lebih jauh sungguh istilah yang viral ini memberikan gambaran pada kita bahwa sungguh jangkauan kebahagian yang bisa diukur adalah apa-apa yang melingkupi diri kita baik fisik maupun psikis. Ini semua terjadi akibat imbas dari jerat-jerat sekulerisme (memisahkan kehidupan dengan agama) yang memang telah mengakar di tubuh umat islam. Dari sekulerisme ini lahir sifat individualisme (memikirkan diri sendiri). Serta tolak ukur kebahagiaan adalah materi/manfaat dan tidak begitu memperdulikan halal dan haramnya suatu perbuatan. Padahal islam telah memberikan formula yang memang pas terhadap manusia dalam memahami dirinya dan apa yang dimilikinya. Sungguh harta, tahta dan wanita itu bisa menjadi jalan yang mengantarkannya ke surga maupun ke neraka baik itu perbuatan yang bersifat individu masyarakat maupun negara.
Adalah suatu hal yang penting peran serta sebuah negara untuk mengedukasi masyarakat di dalam memunculkan mindset yang benar. Dikarenakan sebuah mindset yang benarlah yang akan membantu segenap masyarakat untuk menyesuaikan segala bentuk perilakunya sesuai dengan apa yang ada di pikirannya. Seseorang akan merasa itu sesuatu kemaksiatan apabila ia memahami bahwa perbuatan tersebut adalah kemaksiatan yang dilarang oleh Allah Swt. Begitupun sebaliknya. Sungguh hanya dengan pemimpin yang bertakwa dengan menjalankan syariat kaffah Allah Swt yang mampu untuk mencetak suatu masyarakat yang berkualitas. Wallahu a'lam bis showab.
Tags
Opini