Anti Krisis Massal: Islam Sistem yang Dinanti?

 

Oleh: Murdiati 

(Mahasiswi dan aktivis dakwah)

            Merespon pandemi COVID-19 yang telah berlangsung selama berbulan-bulan di Indonesia, pemerintah meluncurkan beberapa kebijakan, salah satunya program perlindungan sosial. Simulasi pun diberikan dengan harapan dapat membantu masyarakat yang terdampak, sebab jika simulasi tidak diberikan bank dunia memperkirakan 8,5 juta masyarakat Indonesia akan jatuh miskin karena krisis (Kontan.co.id, 20/12/20).

Tidak tanggung-tanggung, dana yang dianggarkan pemerintah dalam program ini. Misalnya saja pada program PEN 2020 dana yang dialokasikan sebesar Rp. 203,9 trilliun, PKH Rp. 374 trilliun, paket sembako Rp.43,6 trilliun, bansos Jabodetabek Rp. 6,8 trilliun, non-Jabodetabek Rp. 3,2 trilliun dan alokasi program lainnya (CNN Indonesia, 20/07/20).

            Bank dunia menganggap, dana yang dianggarkan tersebut sebenarnya sudah bisa memitigasi dampak pandemi saat ini jika segera diimplementasikan dan tepat sasaran. Namun, realitasnya masih lambat dan tidak tepat sasaran, bahkan tidak sampai pada mereka yang seharusnya mendapatkan, terlebih mereka yang terdampak dari sektor informal. Padahal, kelompok ini yang harusnya mendapat perlindungan sosial. Banyak orang yang tidak mendapat bantuan sosial dan akhirnya jatuh ke jurang kemiskinan, padahal mereka juga kehilangan pekerjaan,” tambah Bank Dunia (Kontan.co.id, 20/12/20).

            Sebenarmya, kemiskinan di Indonesia bukanlah permasalahan baru. Ada atau tidaknya pandemi kemiskinan di Bumi Pertiwi sudah tinggi, hadirnya pandemi hanya sebagai penambah bukti kegagalan sistem hari ini, yaitu sistem Kapitalisme. Meski Indonesia adalah negara yang kaya akan sumberdaya alam baik di darat maupun lautnya, namun dengan sistem kapitalisme semua itu tidak mensejahterakan rakyat.

            Bukan rahasia lagi bahwa dalam sistem Kapitalisme telah banyak terjadi privatisasi sektor publik, misalnya: minyak bumi, air, jalan, tol, pertambangan, dll. Sehingga rakyat terhalang menikmati kekayaan negeri. Global Wealth 2019 melaporkan bahwa 1 % orang kaya di Indonesia menguasai 50% aset rakyat.

Belum lagi sikap negara lebih banyak berlepas tangan dalam menjamin kebutuhan hidup rakyat. Misalnya dalam bidang kesehatan, rakyat diminta menanggung biaya sendiri, baik melalui asuransi milik swasta maupun negara seperti BPJS, padahal kesehatan merupakan tanggungjawab negara terhadap rakyatnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

”Pemimpin atas manusia adalah pengurus, ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus”(HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Jauh berbeda dengan sistem Islam. Islam memiliki politik ekonomi negara yang berfungsi menjamin kebutuhan pokok rakyat seperti sandang, papan dan pangan melalui beberapa mekanisme: pertama, memerintahkan setiap kepala keluarga bekerja. Kedua, mewajibkan negara menciptakan lapangan pekerjaan. Ketiga, mewajibkan ahli waris dan kerabat yang mampu memenuhi nafkah yang tidak mampu. Keempat, jika tidak ada ahli waris yang mampu memenuhi nafkah kerabatnya yang tidak mampu maka nafkahnya menjadi kewajiban negara atau baitul mal.

Selain itu jaminan kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan secara langsung ditanggung oleh negara tanpa terkecuali. Sebab, indkator keberhasilan ekonomi dalam Islam ialah terpenuhinya kebutan pokok dan dasar setiap individu. Karenanya, negara akan berperan penuh dalam mengurusi rakyat dan tidak menyerahkan hajat mereka pada mekanisme pasar sebagaimana dalam sistem Kapitalisme.

Sedangkan sumber dana negara atau baitul mal sendiri bersumber dari hasil pengelolaan aset kepemilikan umum yang merupakan sumber besar jika dikelola dengan benar, kemudian fa’i, kharaj, ghanimah, jizyah, usyur, BUMN yang selain mengelola harta milik umum dan lainnya. Ada pula sumber yang bisa dikatakan bukan termasuk mekanisme ekonomi seperti zakat karena pengambilan dan distribusinya bersifat taukifi.

Belum lagi sumber pemasukan temporal seperti infaq, wakaf, sedekah, hadiah, harta ghulul (harta yang diharamkan bagi penguasa), harta warisan yang tidak ada ahli warisnya,  dhoribah (pajak) yang telah ditetapkan sesuai ketentuan syara’ dan lainnya.

            Sistem moneter Islam juga tidak berbasis riba dan pajak, tetapi berbasis emas dan perak, sehingga tidak terjadi inflasi. Begitulah Islam, setiap inci aturannya telah Allah Azza wa Jalla desain untuk menyelesaikan permasalahan manusia, terlebih kemiskinan.

 

 

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak