Oleh: Sulistiana, S.Sn
Tahun 2020 merupakan tahun yang sulit dan menyedihkan bagi rakyat Indonesia. Begitu banyak masalah dan tekanan yang dihadapi oleh masyarakat, terlebih ketika pandami Covid-19 melanda negeri ini. Bahkan sampai saat ini kita masih merasakan dampaknya dan pandemi ini sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda entah kapan akan berakhir.
Masalah yang paling nampak pada tahun 2020 ini adalah memburuknya perekonomian yang menimpa rakyat Indonesia maupun yang dialami oleh negara. Gelombang besar PHK akibat pandemi dan masuknya Indonesia ke jurang resesi memberikan pukulan telak bagi bangsa ini. Meningkatnya angka pasien terinveksi Covid-19 dan angka kematian akibatnya pun semakin tinggi.
Depresi yang menjangkiti masyarakat terutama kaum ibu akibat himpitan ekonomi ini sangat menghantui jiwa. Kasus pembunuhan anak kandung dan bunuh diri banyak ditemui temasuk siswa yang juga bunuh diri karena stress dengan pembelajarannya. Meningkatnya angka kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dan kasus gugat cerai. Kriminalitas juga meroket tajam terjadi di tengah-tengah masyarakat. Yang lebih mengenaskan lagi adalah korupsi yang dilakukan oleh dua orang menteri pada saat kondisi masyarakat yang memprihatinkan sekarang ini.
Di sisi lain, berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah melalui revisi undang-undang yang berlaku dirasakan sangat tidak adil dan menyengsarakan rakyat.
Banyaknya kasus kriminalisasi yang menimpa para aktivis, kelompok, tokoh dan ulama yang dianggap kontra dan bersebrangan dengan rezim sehingga membuat mereka di penjara, menunjukkan bahwa rezim ini anti kritik dan membungkam aspirasi rakyat untuk bersikap kritis yang memang merupakan hak setiap warga negara.
Refleksi 2020
Dengan adanya wabah Covid-19 ini, sebenarnya merupakan cara yang mudah untuk diperlihatkan dengan jelas kepada publik bagaimana lemah dan bobroknya sistem demokrasi yang dianut oleh negara ini dalam mengurusi rakyatnya. Tidak adanya kebijakan yang tepat yang diambil oleh pemerintah untuk menganggulangi serangan dan penyebaran virus Covid-19. Bahkan pada awalnya sempat menganggap remeh dan membuat goyonan terhadap virus corona ini.
Tidak diberlakukannya karantina wilayah, kebijakan yang diambil adalah melakukan herd immunity yang artinya adalah siapa yang paling kuat sistem kekebalan tubuhnya maka dia lah yang bertahan hidup dalam menghadapi serangan virus Covid-19 ini. Tidak menyuplay kebutuhan masyarakat, sarana dan pelayanan kesehatan yang kurang, dilema pendidikan antara BDR atau BDS, serta semakin meningkatnya kasus pasien terpapar Covid-19. Semua ini sudah cukup untuk membuat rakyat tidak lagi percaya terhadap rezim.
Janji manis pada saat kampanye yang ternyata begitu menjadi pejabat tidak ada satu pun yang terealisasi. Mahalnya biaya pemilu yang harus dikeluarkan dan suplay dana saat kampanye yang melibatkan para pengusaha serta dipenuhi dengan kecurangan yang masif dan vulgar, mulai dari politik uang, mobilisasi anggota kabinet dan birokrasi di pusat dan di daerah, persekusi dan kriminalisasi tokoh oposisi dan sebagainya. Bahkan sampai merenggut jiwa 894 petugas pemilu.
Ditambah lagi, di tengah tengah karut marut penanganan pandemi, rezim mengeluarkan UU diskriminatif. Omnibus Law UU Cipta Kerja yang memanjakan korporasi dan mengancam lingkungan, UU Korona No. 2/2020 yang membuka jalan korupsi, dan RUU HIP/BPIP yang disinyalir akan memberangus ormas Islam.
Yang memalukan, di momen pilkada serentak baru lalu, para pejabat memanfaatkan kekuasaan politik untuk membangun dinasti politiknya. Ada istri, anak, menantu, besan pejabat ikut kontestasi. Hal ini semakin membuat umat tidak percaya terhadap rezim ini. Hilang sudah harapan untuk mewujudkan kehidupan sejahtera, adil dan aman.
Lengkap sudah sikap otoriter rezim, dan diyakini sebagai pertanda matinya demokrasi termasuk oleh para aktivis pembela demokrasi. Tahun 2020 ditutup dengan semakin nyinyirnya rakyat terhadap perilaku penguasanya.
Harapan 2021
Sangatlah wajar jika akhirnya rakyat ingin segera keluar dari kondisi buruk ini, mendapatkan kembali hak mereka untuk hidup layak, sejahtera, aman dan adil yang merupakan kewajiban negara untuk memenuhinya. Karena memang sudah menjadi tugas dan fungsi negara untuk mengurusi rakyatnya.
Yang menjadi sumber masalah dari semua ini bukan hanya pada sosok penguasanya, melainkan pada sistem politik yang dianut oleh pemerintahannya yaitu sistem sekuler kapitalisme, yang melahirkan demokrasi di dalamnya. Sebuah sistem yang lahir dari jalan tengah bentuk kompromi antara yang haq dan yang bathil. Sebuah sistem yang menapikkan agama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Aturan yang dipakai dalam sistem ini adalah aturan yang dibuat oleh manusia sendiri yang tentu saja aturan ini akan mengakomodir kepentingannya sendiri, atau kepentingan kelompok atau kepentingan golongan tertentu.
Dari catatan sejarah, sejak lahirnya sistem ini hingga sampai saat ini tidak ada satu pun negara yang—termasuk adidaya—yang menorehkan tinta emas sebagai pembentuk peradaban dunia yang beradab dan berkeadilan.
Jelas sudah bahwa sistem demokrasi ini adalah sebuah sistem yang cacat bawaannya sejak lahirnya, karena gagal mengurusi rakyatnya dan menjadi ihwal kesengsaraan rakyat dan kegagalan negara demokrasi yang ditulis di atas adalah bukti kepentingan manusia tidak diatur hukum yang benar.
Jelas-jelas hukum di sistem demokrasi yang lahir dari produk berpikir manusia, bertentangan dengan hukum Allah SWT sebagai pencipta manusia dan semesta alam.
Allah sendiri menyatakan dalam firman-Nya dalam surah Thaha ayat 124:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”
Saat manusia berpaling dari dzikri yakni Al-Qur’an, kehidupannya akan sempit. Artinya saat manusia tidak menggunakan hukum Allah SWT, kesulitan hidup yang didapat. Demokrasi sistem politik buatan manusia terbukti secara nyata menyengsarakan kehidupan rakyat.
Semua mimpi dan harapan rakyat untuk hidup lebih baik lagi pada tahun 2021 ini tidak akan bisa terwujud jika sistem yang dianut oleh pemerintahan saat ini tidak digantikan dengan sebuah sistem yang paripurna, yang akan memenuhi dan menjamin setiap individu rakyatnya. Sebuah sistem yang jika diterapkan dalam sebuah pemerintahan negara pasti akan membawa keberkahan bagi seluruh rakyatnya, tidak cuma untuk manusia tetapi bagi seluruh dunia ini.
Sebuah sistem yang pernah dicontohkan dalam praktik bernegara dan bermasyarakat oleh Rasulullah Muhammad saw., dan dilanjutkan para Khalifah setelahnya.
Kekuasaannya sentralistis dan powerful, tidak terkooptasi kepentingan siapa pun, sebab Penguasanya menjalankan syariat Islam yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT pembuat syariat. Sistem ini dikenal sebagai sistem pemerintahan islam yang disebut Khilafah an kepala negaranya disebut Khalifah.
Khilafah memastikan dan menjamin setiap individu rakyat terpenuhi kebutuhannya. Mekanisme pemenuhan ekonomi rakyat ditetapkan dengan kewajiban bekerja pada pria dewasa yang mampu. Mereka diwajibkan menafkahi istri, anak, dan keluarganya.
Negara akan menjamin penyediaan lapangan kerja. Bagi rakyat yang tidak mampu, diperintahkan pada kerabat atau tetangganya untuk membantu. Jika tidak ada kerabat dan tetangga yang mampu, negara akan memenuhi kebutuhannya. Bagi rakyat yang tidak mempunyai modal untuk usaha, negara akan memberikannya. Sehingga, dalam sistem Khilafah tidak dijumpai kemiskinan ekstrem dan permanen.
Khilafah tidak menjadikan utang luar negeri sebagai pemasukan negara karena akan menjadi alat penjajahan. Sumber pendapatan berasal dari pengelolaan kekayaan alam yang dilakukan secara mandiri dan sumber lain yang ditentukan syariat seperti ghanimah, kharaj, zakat.
Harta tersebut digunakan untuk operasional pemerintahan, penyediaan kebutuhan urgen masyarakat, jaminan pengadaan kebutuhan pokok rakyat, untuk pengembangan dakwah, dan sebagainya.
Khilafah tegas terhadap praktik korupsi, suap, dan penyelewengan lainnya. Penegakan hukumnya yang pasti terhadap berbagai pelanggaran di tengah masyarakat dapat meminimalisasi tindak kejahatan. Politik pendidikannya, selain melahirkan generasi saleh bertakwa, juga mempunyai keahlian dan keterampilan dalam melayani kebutuhan masyarakat.
Juga menyiapkan peserta didik menjadi calon orang tua yang siap menjalankan fungsi keluarga yang akan melahirkan pelanjut estafet generasi. Kewajiban seorang khalifah adalah menjadi pelayan seluruh urusan rakyatnya, dia mengabdi untuk kepentingan rakyat.
Hanya Khilafah lah yang bisa memenuhi dan mewujudkan harapan perubahan nasib umat. Khilafah digambarkan sebagai perisai pelindung umat. Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh Imam (Khalifah) itu (laksana) perisai; orang-orang akan berperang di belakang dia (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR al-Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, Abu Dawud dan Ahmad).
Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahîh Muslim berkomentar, “(Imam/Khalifah itu perisai), yakni seperti as-sitr (pelindung), karena Imam (Khalifah) menghalangi/mencegah musuh dari mencelakai kaum Muslim, mencegah manusia satu sama lain saling mencelakai, memelihara kemurnian ajaran Islam; dan manusia berlindung di belakang dia dan tunduk di bawah kekuasaannya.”
Wallahu a’lam bishawab