Foto: Tribunnews
Oleh: Yunanda Indah
(Aktivis Dakwah Kampus)
Pengesahan UU Ciptaker yang baru-baru ini dilaksanakan oleh orang nomor Satu di Indonesia, menuai protes dari berbagai kalangan. Bukan hanya itu, pengesahan UU tersebut menguji barisan kaum intelektual untuk berkontribusi dalam arus perubahan bangsa.
Sebagaimana yang dilansir oleh detik.com (08/10/20), Badan Eksekutuf Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menyatakan akan menggelar demo menolak Omnibus Law Cipta Kerja di Istana Merdeka hari ini. 5000 mahasiswa diperkirakan BEM SI yang akan turun aksi ke Istana. Ini dilakukan untuk menyampaikan aspirasi terkait UU Ciptaker.
Ribuan Mahasiswa yang diperkirakan BEM SI turun aksi ke jalan adalah bentuk ketidakterimaan akan pengesahan UU yang sama sekali tidak menguntungkan beberapa kalangan termasuk buruh. Di lain sisi, aksi demo yang dilakukan mahasiwa direspon oleh Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani, ia menilai UU ‘Sapu Jagat’ ini dibuat untuk menciptakan lapangan kerja yang manfaatnya juga dirasakan Mahasiswa, jadi kadang-kadang kita juga nggak mengerti tujuannya apa kok bisa ada demo seperti ini, Ungkapnya saat dihubungi detik.com, (08/10/20).
Pengesahan UU Ciptaker sama sekali tidak membuka mata hati para kaum elit politik, salah satunya adalah Menteri Pendidikan Nadiem Makarim justru di tengah peliknya pengesahan UU Ciptaker ia mengeluarkan surat edaran tentang pelarangan Mahasiswa untuk tidak ikut aksi demo Omnibus Law UU Cipta Kerja resmi. Menanggapi hal tersebut Satriawan Salim selaku Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan Guru dan (P2G) mengungkapkan memberikan Nadiem Makarim apresiasi kepada mahasiswa, (Pikiranrakyattasikmalaya, 11/10/20).
Ini menunjukkan upaya mengkerdilkan potensi Mahasiswa untuk menyuarakan kebenaran dan membuat kaum Intelektual hanya berkutat untuk menyelesaikan masalah pribadinya tanpa mengambil peran untuk perubahan bangsa. Padahal Salim menilai, Kampus adalah tempat untuk mempersiapkan generasi Intelektual untuk memiliki peran sebagai Intelektual yang organik dan aksi turun ke jalan merupakan wujud aspirasi dan ekpresi mereka terhadap kebijakan yang diambil DPR, lanjutnya lagi.
Mahasiswa dipersiapkan menjadi tonggak arus perubahan bangsa untuk menyampaikan aspirasi umat yang kadang diabaikan oleh pemerintah bersistem kapitalistik. Bukan malah, mengeluarkan surat edaran resmi yang membungkam suara Mahasiswa dengan dalih mendamaikan.
Ini semakin memperjelas bahwa di bawah naungan era kapitalisme Intelektual muda dikerdilkan potensinya untuk memikirkan masalah pribadinya, ini terbukti dengan pernyataan Pak Menteri yang mengeluarkan edaran resmi yang melarang Mahasiswa untuk melakukan aksi penolakan UU Ciptaker.
Dalam Islam, pemuda atau kaum inteletual memiliki tugas dan kewajiban yang sangat berat untuk dirinya, agama dan umat. Sebab pemuda merupakan fase untuk memberi dan mencurahkan segenap tenaga dan kemampuan untuk memikul segala beban. Syaikhul Al- Qadhrawi dalam Wajibu syababul muslimul yaum menguraikan ada empat amanah yang menjadi prioritas pemuda, yakni pertama memahami Islam secara integral, mengamalkan Islam, mengajak orang lain berislam secara integral dan memiliki soloidaritas dan solidartas.
Dengan demikian, sangat nampak jelas bagaimana sistem kapitalisme dan sistem Islam membentuk karakter pemuda atau kaum intelektual yg menjadi tonggak arus perubahan bangsanya. Karena pemuda adalah sosok pengganti yang nantinya akan memegang tampuk kekuasaan bangsa ini. Saat islam berjaya, Pemuda benar- benar menjadi perhatian besar bagi negaranya. Karena itu, ada ungkapan dalam bahasa Arab, “Syubanu al-yaum rijalu al-ghaddi” (pemuda hari ini adalah tokoh pada masa yang akan datang).
Oleh karenanya, jika kita memahami agenda besar yang seharusnya diupayakan Pemuda seharusnya hanya berorientasi pada Islam, bervisi misi untuk menegakkan syariah Islam secara kafah dalam naungan sebuah negara yang bernama khilafah 'ala minhajin nubuwwah.
Wallahu'alam bish shawwab