Oleh
: Rima Septiani, S.Pd
Pro kontra pemerintah, pengusaha dan
para buruh menjadi perhatian serius
negeri ini. Setelah Dewan Perwakilah Rakyat mensahkan UU cipta kerja secara
sepihak pada sidang paripurna Senin (5 Oktober 2020). Publik menilai langkah
tersebut terkesan terburu-buru. Banyak masyarakat yang tidak puas dengan
berbagai subtansi yang terdapat dalam UU
tersebut, hingga akhirnya demo massa di
tengah pandemi Covid-19 menjadi salah satu wasilah rakyat untuk memprotes
kebijakan sepihak dari pemerintah.
Pengesahan RUU Ciptaker dilakukan
setelah fraksi-fraksi memberikan pandangan. Dari 9 fraksi yang ada, 2 fraksi
menolak untuk disahkan yakni Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS.
Sekretaris Kemenko Bidang
Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengklaim, RUU yang sudah disahkan menjadi UU
ini akan menjadi solusi persoalan fundamental yang menghambat transformasi
ekonomi nasional, seperti obesitas regulasi, rendahnya daya saing, dan
peningkatan angkatan kerja yang membutuhkan lapangan kerja baru.(www.cnnindonesia.com)
Pro Kontra UU Cipta Kerja
Para pakar terutama pemerhati buruh
Indonesia pun turut andil dalam penolakan UU tersebut. Mereka memberikan
komentar ‘pedas’ yang menyinggung perumusan Omnibus Law tersebut. Tak sedikit
dari lembaga yang menolak disahkannya UU tersebut. Misalnya Majelis Pekerja
Buruh Indonsia (MPBI) yang akan segera melakukan aksi demo terbesar sebagai
reaksi atas disahkannya UU tersebut.
MPBI juga megingatkan pemerintah
bahwa UU cipta kerja tersebut harus
mengandung tiga prinsip yang mestinya
terkandung dalam UU cipta kerja yaitu prinsip
job security (kepastian kerja), social security (jaminan sosial), income security (jaminan pendapatan ). Namun
ternyata tiga prinsip ini tidak dikandung oleh UU cipta kerja yang baru saja
disahkan.
Masyarakat pun menuntut pemerintah
untuk membahas lebih lanjut draft UU tersebut. Masyarakat berharap agar
pemerintah fokus pada pengurusan ekonomi rakyat. Terlebih di masa pandemi, kesulitan ekonomi begitu
terasa beratnya, wajar saja berbagai macam elemen masyarakat turut serta dalam
aksi penolakan UU omnibus law tersebut.
Pengesahan omnibus law yang tertutup
dan tegesa-gesa tentu saja mengundang kecurigaan. Rakyat pasti bertanya-tanya,
apakah UU tersebut disusun atas dasar
kepentingan tertentu atau memang disusun untuk kepentingan rakyat.
Wacana inilah yang masif digaungkan sebagai bentuk protes rakyat terhadap UU
tersebut.
Dari sekian banyak pasal yang dicantumkan,
pasal persoalan ketenagakerjaan menjadi pasal yang paling marak menuai protes
oleh serikat pekerja dari berbagai daerah. Kritik muncul pada lima hal yg dibahas
pada poin ketenagakerjaan yaitu hubungan kerja, waktu kerja, p engupahan, PHK serta tenaga kerja
asing. Di samping itu, posisi buruh dalam UU tersebut tidak bisa mendapatkan
pekerjaan yang layak, upah yang layak, dan penghidupan yang layak. Para buruh
ibarat menjadi budak korporat jika dilihat dari sisi waktu kerja dan tuntutan
kerja yang cukup terkesan otoriter.
Di mana hati penguasa ketika
mensahkan UU yang akan berdampak pada 260 juta lebih masyarakat Indonesia.
Pemerintah harusnya mementingkan urusan rakyat, bukan mementingkan kepentingan
korporat dan para kapitalis . Matinya kepekaan rezim pada rakyat menjadikan
mereka abai dalam urusan melayani rakyat. Jargon ‘Wakil rakyat’ nyatanya
sekedar menjadi wacana tanpa realisasi. Ketidakpuasan rakyat atas kinerja
penguasa di era reformasi ditunjukan dengan berbagai kebijakan yang terus saja
dipermasalahkan rakyat. UU Omnibus law tersebut, menambah daftar panjang UU
yang kontras dibandingkan dengan kesejahteraan rakyat. Masyarakat tentu tak
bisa berharap banyak pada penguasa saat ini.
Harusnya kita sadar, negeri kita
sedang sakit. Berbagai macam problematika terus saja mendera negeri ini. Rezim
terlihat benar-benar melupakan rakyat. Terlihat bukan untuk rakyat mereka
bekerja, namun untuk kepentingan para kapitalis yang akan menjarah negeri ini. Kita
bisa melihat fakta derasnya TKA yang di impor di negeri ini, hanya karena
alasan investasi, penguasa membuka kran tenaga kerja dari berbagai negeri,
khususnya Cina. Melihat hal tersebut, tentu
rakyat geram dengan loyalitas penguasa pada negeri penjajah seperti
Cina. Rakyat pasti akan merasa tersaingi untuk mendapatkan lapangan pekerjaan..
Maka tak heran, buruh pun turut bersuara menolak kedatangan tenaga kerja asing
tersebut.
Inilah wajah asli sistem kapitalisme, sistem yg
melegalkan para pemilik modal turut ikut campur dalam urusan kekuasaan dan kedaulatan. Para kapitalis akan menggeser posisi rakyat yg harusnya dilayani dan diperhatikan
oleh penguasa.
Islam Hadirkan Solusi Tuntas
Islam sebagai agama sekaligus ideologi
akan menundukkan perkara umat dengan syariat Islam. Kehadiran pemimpin yang
mengurusi urusan umat dengan berlandas Al-Qur’an dan Sunnah hanya akan lahir
dari sistem Islam yang kaffah. Persoalan kepemimpinan merupakan perkara penting
sehingga Islam akan mengatur bagaimana pengangkatan seorang penguasa serta kebijakannya.
Sistem kehidupan sekuler telah
melahirkan para penguasa korup yang hanya mementingkan urusan perut sendiri. Maka tak heran isi kepala
mereka hanya berputar masalah materi semata. Kebijakan yang mereka keluarkan
pun tak berlandaskan pada syariat Islam,
alhasil kebijakan yang dibuat tentunya menimbulkan berbagai macam kerusakan
untuk manusia, lingkungan dan negeri yang mereka pimpin.
Sangat tidak mungkin, pemimpin yang
ideal akan dilahirkan dari rahim demokrasi sekuler. Sistem yang kotor akan
melahirkan kebijakan yang kotor, inilah tabiat dari sistem demokrasi sekuler, sistem
yang menjauhkan Islam sebagai pengatur urusan kehidupan. Untuk itu, umat harus
menanamkan kesadaran bahwa ada yang salah dengan negeri ini. Sekian juta
problematika umat, tidakkah membuka mata hati kita untuk segera menerapkan
Islam sebagai solusi solutif.
Penerapan syariat Islam
akan membawa kesejahteraan dengan adanya jaminan keamanan bagi umat dan
terpenuhinya berbagai macam kebutuhan pokok rakyat. Dengan pendanaan yang kuat
berbasis sistem ekonomi Islam, semua biaya yang dibutuhkan rakyat akan
ditanggung oleh negara melalui kas baitul mal. Seluruh warga dalam sistem Islam
akan berkesempatan mendapatkan lapangan perkerjaan yang layak sebab negara
menyediakan dan memfasilitasi lapangan pekerjaan agar merata di tengah- tengah
umat. Sehingga, tak perlu khawatir dengan masalah nafkah.
Hanya Islam yang akan menyelesaikan
secara tuntas permasalahan negeri ini. Mewujudkan negeri Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghofur. Pemimpin yang amanah dan peduli dengan rakyat,
hanya akan terbentuk dari sistem yang bersih, yaitu sistem Islam.