Oleh Ratna Nurmawati (Muslimah Peduli Umat)
Politisi partai Gerindra, Fadli zon menyoroti penghargaan yang didapatakan oleh menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati. Karena baru saja Menkeu Sri Mulyani mendapat penghargaan sebagai Finance Minister Of The Year For East Asia Pacific tahun 2020 dari majalah Global Markets.
Ini merupakan penghargaan kedua yang diterima Sri Mulyani dari majalah yang sama setelah mendapat penghargaan di tahun 2018.
Menurut Global Markets, Sri Mulyani layak mendapatkan penghargaan tersebut atas prestasinya dalam menangani ekonomi Indonesia dalam masa pandemi Corona ( covid - 19 ).
Padahal dalam laporan Bank Dunia berjudul International Debt Statistics ( IDS ) 2021 yang terbit pada 12 oktober 2020. Berisi data dan analisis posisi utang negara di dunia. Dimana salah satu bagian laporan menyebutkan perbandingan beberapa negara berpendapatan kecil dan menengah dengan utang luar negeri terbesar. Didalamnya menempatkan Indonesia sebagai 10 negara dengan utang luar negeri terbesar.
Melihat hal ini, Fadli zon mengungkap bahwa banyak pihak yang mempertanyakan penghargaan yang didapat oleh menkeu Sri Mulyani tersebut. Bagaimana bisa menteri keuangan kita sekarang mendapat lagi gelar sebagai menteri keuangan terbaik se-Asia Pasifik?
Menurut Fadli zon, realitanya saat ini perekonomian Indonesia semakin sulit. Saat ini Indonesia banyak menghadapi masalah ekonomi. Seperti nilai tukar rupiah yang melemah dan juga utang negara yang terus menumpuk yang akan menjadi warisan bagi anak cucu kita.
Fadli zon menyimpulkan bahwa menteri Sri Mulyani merupakan menteri terbaik dimata Asing bukan dimata rakyat Indonesia. Bahkan Rizal Ramli menyebutkan sebagai menteri keuangan 'terbalik' mungkin.
Bahaya utang sudah jamak diketahui, termasuk oleh ahli ekonomi kapitalisme. Namun dalam kapitalisme, utang adalah intrumen penting untuk menambah defisit anggaran. Utang diperbolehkan asal tak melebihi batas aman. Namun ternyata batas aman tersebut bisa diubah oleh pemerintah, seperti yang terjadi saat ini.
Sejak sebelum pandemi Covid-19, ekonomi Indonesia sudah dipastikan sedang lesu. Lalu pendemi membuat defisit makin lebar karena penerimaan negaran makin anjlok, sementara kebutuhan anggaran melonjak.
Untuk mengatasi defisit anggaran , cara kapitalisme adalah meningkatkan pajak, berhutang dan kadang dengan mencetak mata uang. Masing - masing pilihan tersebut beresiko terhadap APBN.
Kapitalisme seperti jebakan buntu, jika berhutang, defisit makin lebar. Jika tidak berhutang, opsi lain seperti mencetak mata uang yang justru risikonya lebih besar.
Berbeda dengan sistem ekonomi dalam islam yang tidak akan mengalami jalan buntu, seperti kapitalisme. Jika mengalami defisit anggaran, Khilafah akan menyelesaikannya dengan tiga strategi, yaitu:
Pertama, meningkatkan pendapatan. Ada Empat cara yang dapat ditempuh untuk menambah pendapatan:
1. Mengelola harta milik negara. Misalnya saja menjual atau menyewakan harta milik negara. Seperti tanah pertanian milik negara, dengan membayar buruh tani yang akan mengelola tanah pertanian tersebut. Semua dana yang diperoleh dari pengelolaan harta milik negara akan dimasukan ke baitul mal untuk kebutuhan rakyat.
2. Melakukan 'hima' pada sebagian harta milik umum. Yang dimaksud 'hima' adalah pengkhususan oleh Khalifah terhadap suatu harta untuk suatu keperluan khusus., dan tidak boleh digunakan untuk keperluan yang lainnya. Misalkan saja, Khalifah melakukan hima pada tambang emas di Papua untuk keperluan khusus, misalnya pembiayaan pandemi Covid - 19.
3. Menarik pajak ( dharibah ) sesuai ketentuan syariah. Pajak hanya dapat ditarik Khalifah ketika ada kewajiban finansial yang harus ditanggung bersama antara negara dan umat. Diutamakan pada kalangan atas/kaya.
4. Mengoptimalkan pemungutan pendapatan. Melalui adanya orang - orang (pejabat negara) yang amanah dan disiapkan agar tidak memuluskan rencana pembangunan sesuai kehendak asing.
Kedua, menghemat pengeluaran, khususnya pengeluaran - pengeluaran yang dapat ditunda dan tidak mendesak.
Ketiga, berhutang ( istiqradh ). Khalifah secara syar'i boleh berhutang untuk mengatasi defisit anggaran. Namun tetap wajib terikat hukum -hukum syariah. Haram hukumnya Khalifah mengambil utang luar negeri, baik dari negara tertentu atau Bank Dunia. Alasannya ada dua : karena utang tersebut pasti mengandung riba dan pasti mengandung syarat yang menghilangkan kedaulatan negeri yang berutang.
Khalifah hanya boleh berhutang dalam kondisi ada kekhawatiran terjadi bahaya ( dharar ) jika dana di baitul mal tidak segera tersedia.
Demikianlah perbedaan yang jelas antara kapitalisme dan islam dalam mengatasi defisit anggaran. Kapitalisme sistem yang hobi ngutang tapi mentok pada solusi utang. Sedangkan Islam memberi solusi yang menyelesaikan masalah.
Tags
Opini