Oleh : Ika Widiastuti
(Mahasiswa, Aktivis Dakwah, Pengajar)
#Opini
Sejumlah kebijakan Jokowi di periode kedua kepemimpinannya banyak menuai kritik keras dari publik. Pasalnya, kebijakan-kebijakan tersebut dinilai semakin menyengsarakan kehidupan rakyat Indonesia.
Parahnya lagi, semua kebijakan yang diambil adalah hasil kompromi politik para elite. Dilansir dari detik.news.com (2/02/2020) Omnibus UU Cipta kerja kini sudah resmi diundangkan. Jumlah halaman final menjadi 1.187 lembar. UU ini ditandatangani sebagai pengesahan oleh Presiden Joko Widodo pada 2 November 2020. Pada tanggal yang sama, ditandatangani pula oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly. UU ini masuk Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245.
Dengan disahkanya RUU Cipta Kerja tidak hanya akan merugikan para buruh, namun juga mengancam para petani, kelestarian lingkungan hidup, dan mudahnya korporasi asing untuk menguasai Sumber Daya Alam (SDA) negeri kita.
Jokowi mengatakan penerapan Omnibus Law sebagai salah satu langkah untuk melakukan pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Namun, faktanya situasi saat ini Indonesia masih berada dalam posisi wabah yang semakin tersebar dengan banyaknya masyarakat yang terpapar.
Maka dari sini memang belum ada langkah apapun yang terarah pada satu tujuan bahwa wabah akan berhasil diatasi. Namun, yang terjadi sudah mengatakan akan menerapkan Omnibus law pasca pandemi. Jika dikatakan sebagai tumpuan untuk memulihkan ekonomi, faktanya sebelum disahkan pun sudah banyak protes dari berbagai kalangan, mulai dari buruh, mahasiswa, hingga pelajar telah berkali-kali berdemonstrasi menolak UU Cipta Kerja.
UU Omnibus law terkesan pro-investor asing, dan kepentingan asing sejajarannya sehingga akan jauh dari hajat rakyat karena akan terampas dengan adanya tenaga kerja asing (TKA). Serta dikhawatirkan menimbulkan dampak eksploitasi SDA secara besar-besaran karena ada banyak kemudahan yang diberikan kepada investor asing, termasuk pasar dalam negeri yang justru bisa dikuasai oleh kepentingan investor asing, menjadi semakin mempersulit penguasaha UMKM yang justru harus berkompetisi dengan pihak asing. Bagaimana mungkin, hal itu akan menjadi tumpuan dalam pergerakan ekonomi. Alih-alih akan mempersulit situasi ekonomi rakyat yang hari ini yang harus dihadapi ditengah kondisi yang memprihatinkan akibat pandemi.
Anomali Sistem Demokrasi, Kebijakan Minim Solusi
Nyatanya, slogan dari rakyat untuk rakyat hanya sebuah ilusi demokrasi. Siapapun akan mudah mendapati fakta, betapa kondisi ekonomi terasa semakin sulit, kebutuhan semakin mahal. Apalagi rezim yang semakin dzalim, mereka tuli untuk mendengar aspirasi rakyat , meskipun sudah tumpah ruah di jalan untuk menyuarakan hal yang sama, tetap saja tidak didengar.
Tampaknya rezim telah gagal menciptakan dan menggerakkan ekonomi riil yang menjadi sumber penghasil rakyat. Namun kebijakan yang dibuat justru menciptakan iklim yang menguntungkan asing, hal tersebut tercermin dalam setiap kebijakan yang diterapkannya.
Meskipun rakyat merasa keberatan dengan keputusan tersebut, namun dalam sistem demokrasi suara mayoritaslah yang menjadi keputusan final. Namun, bukan kali pertama rakyat harus menelan pil pahit. Sekali lagi, kita haruslah sadar, bahwa kekecewaan demi kekecewaan yang terus kita rasakan tersebab sistem Demokrasi.
Hakikatnya demokrasi hanya akan melahirkan penderitaan-pederitaan baru bagi rakyat. Dalam situasi seperti sekarang, dengan banyaknya problem individual, bermasyarakat dan bahkan negara kita juga menghadapi beragam krisis. Bukan hanya negeri kita tapi dunia juga sedang menghadapi krisis global.
Beragam solusi coba ditawarkan namun tidak berujung penyelesaian malah muncul masalah baru. Demokrasi dengan asas sekuler kapitalismenya sudah cukup membuktikan kekuatan sistem ini, akan tetap mengutamakan pars pemilik modal (kapital) sesuai dengan asas dan tujuan pengaturan sistem ini, terlebih aturan kebebasan yang dianut asal untung dab bermanfaat. Tercemin nyata bagaimana kebijakan yang diberlakukan sangat membebaskan bukan mensejahterahkan jauh dari mensolusikan. Bukti cacatnya sistem demokrasi dari asas yang digunakannya.
Membebaskan aturan yang dibuat manusia semakin menyadarkan bahwa tidak bisa menyelesaikan semua persoalan, karna manusia bersifat terbatas, untuk itu Allah juga menegaskan bahwa pembuat hukum mutlak menjadi kendali Allah (melalui rujukan alqur'an dan as-sunah), manusia hanya mengambil dan menerapkan. Hal ini -aturan Allah, tentunya akan berlaku dan bisa diterapkan dalam hanya dalam sistemnya Allah, sistem Islam dalam kehidupan dibawah naungan Khilafah. Bagaimana kemudian pengaturan sistem islam dalam kehidupan?
Khilafah Solusi Perubahan Hakiki
Manusia haruslah menyadari bahwa dirinya lemah. Apalagi, semua aturan yang dibuat rentan akan kepentingan pribadi dan golongannya, rawan memunculkan pertentangan dan tidak akan sanggup mewujudkan maslahatan bagi rakyat.
Sebaliknya aturan dari Allah Al- Khaliq & Al-Mudabir adalah yang terbaik karena bersumber dari Dzat Yang Mahatahu karena sampai kapanpun demokrasi tidak akan berhasil menyejahterakan rakyat. Karena Islam sejatinya memang bukan perkara agama atau pengaturab ibadah saja namun kompleks kesemua lini kehidupan.
Maka, tidak ada pilihan lain bagi negeri yang mayoritas muslim ini, kecuali menapaki perubahan hakiki ke arah Islam. Sebagai solusi yang hakiki dari semua problem ialah dengan mengembalikan perisai ummat yang telah hilang selama 96 tahun lamanya.
Allah Swt. bertanya yang sekaligus menjadi celaan terhadap siapa saja yang mengikuti sistem jahiliah. Allah berfirman:
﴿أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْأَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ ﴾
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS al-Maidah [5]: 50)
Berharap pada sebuah perubahan mendasar berdasarkan syariat Islam yang telah terbukti menyejahterakan rakyat selama 1300 tahun ketika Islam menjadi peradaban gemilang. Namun, jika ada pihak-pihak yang justru menolak perubahan mendasar ke arah yang lebih baik, bisa jadi mereka ialah agen penjajah yang berupaya keras mempertahankan penjajahan kapitalisme, demokrasi untuk kepentingan tuan besar imperialisme mereka.
Solusi yang seharusnya diambil ialah menjadikan Islam sebagai sistem untuk mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara, menggantikan Demokrasi-Kapitalisme. Sebab, sistem inilah yang kompatibel dengan keyakinan mayoritas rakyat di negeri ini.
Dalam sistem Islam hanya Khalifah yang berhak melegalisasi hukum-hukum syara’ yang diperlukan untuk memelihara urusan-urusan umat, yang digali dengan ijtihad shahih dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya, sehingga perundang-undangan yang wajib ditaati dan tidak boleh dilanggar. Untuk itu setiap warga negara (khilafah) Islam mendapatkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan ketentuan syara’.
Jika sistem ini diambil dan diterapkan, maka dalam waktu singkat, rakyat dan negeri Muslim terbesar ini akan bangkit serta jauh dari kesengsaraan juga menjadi adidaya baru dunia.
Sirah Ibnu Hisyam mengutip riwayat bagaimana para pengemban Islam di sana memastikan bahwa semua rumah sudah dimasuki ajaran Islam. Hingga pemuka suku Khazraj berbisik satu sama lain, “ Ketahuilah, demi Allah, ini adalah Nabi yang pernah dijanjikan oleh orang-orang Yahudi kepada kalian, maka jangan sampai mereka mendahului kalian..”
Mari menjemput kemenangan Islam dengan berkontribusi maksimal menyampaikan yang haq tentang Islam dan Khilafah, karena itulah tuntutan iman kita dan demi tunaikan kewajiban terbesar. Allahumma inna nas’aluka bi ‘audatil Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah waj’alna min man aqaamaha bi aydiina.. Wallahu ‘alam bish-shawab.
Tags
Opini