TIDAK CUKUP REVOLUSI AKHLAK



Oleh. R. Raraswati 


Gegap gempita penyambutan imam besar Front Pembela Islam (FPI) oleh masyarakat, menunjukkan kerinduan umat terhadap sosok ulama dan kepemimpinan Islam. Kedatangan HRS ke Indonesia juga menyeru adanya revolusi akhlak yang diharapkan menjadi langkah baru penyelamat bangsa. 


“Kami akan sowan ke para habib, ulama, tokoh umat Islam di berbagai daerah. Itu untuk memantapkan langkah dalam rangka revolusi akhlak,” ungkap HRS dalam peringatan maulid Nabi Muhammad saw di Petamburan, Jakarta 14 November 2020.


Mengenai hal tersebut, Ketua Persiapan Pendirian Partai Ideologis (Masyumi Reborn) Masri Sitanggang menyambut baik ajakan itu. Ia menilai ajakan yang dilakukan oleh Habib Rizieq ini merupakan sebuah revolusi peradaban.
“Ini merupakan suatu revolusi peradaban sebenarnya kalo kita bicara revolusi akhlak,” kata Masri dalam diskusi secara virtual yang disiarkan dalam YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data, Sabtu (14/11/2020). (kezone.com, 14/11/2020)

Jika diperhatikan, revolusi akhlak ini mirip dengan revolusi mental Jokowi yang dicanangkan 2014 lalu. Peneliti politik Islam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menduga revolusi akhlak yang digaungkan oleh Rizieq adalah oposisi dari revolusi mental Jokowi. Sedangkan hingga sekarang, revolusi mental sendiri terlihat belum ada pengaruh terhadap ketidakadilan dan kezaliman yang terjadi. Menjadi wajar jika masyarakat mempertanyakan bahwa mampukah revolusi akhlak memberikan keadilan dan mengakhiri kezaliman di negeri ini?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu kita pahami dulu makna dari revolusi akhlak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), revolusi diartikan sebagai perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang. (kbbi.web.id). 
Sedangkan akhlak adalah karakter dan merupakan bagian dari syariat. Allah memberikan timbangan yang berat bagi mukmin yang  berakhlak baik, sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya:
“Tidak ada satu pun yang lebih berat pada timbangan amal seorang mukmin di hari kiamat dari pada akhlak yang baik. Dan sesungguhnya Allah sangat membenci orang yang ucapan dan perilakunya buruk”. (HR. At Tirmidzi, ia berkata, “Hadits ini hasan shahih” dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya).

Selain itu, diriwayatkan dari Abu Darda ra., bahwa Nabi saw bersabda
“Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya”. (Mutafaq ‘alaih).

Beberapa contoh akhlak baik antara lain, memiliki rasa malu, jujur, bertutur kata baik, memuliakan ulama, orang tua dan orang yang memiliki keutamaan serta masih banyak lagi yang lain.

Dari makna revolusi dan akhlak tersebut, maka revolusi akhlak bisa diartikan sebagai perubahan yang cukup mendasar dalam pembentukan karakter. Menjadi sulit bahkan imposible perubahan yang mendasar ini dapat berhasil diterapkan tanpa ada campur tangan/kebijakan pemerintah. Sedangkan revolusi mental yang dicanangkan pemerintah saja tak lagi terdengar gaungnya. Apalagi ide yang diserukan oleh kelompok masyarakat yang notabennya menjadi ‘musuh’ pemerintah. 


Sesungguhnya ketidakadilan serta kezaliman yang terjadi bukan hanya karena buruknya mental/akhlak individu atau rezim semata tetapi merupakan hasil dari sistem demokrasi yang rusak dan merusak.   Karena sumber permasalahannya adalah sistem, maka yang dapat menghentikannya juga sistem. Masyarakat harus sadar bahwa yang dibutuhkan umat adalah sistem kepemimpinan bersandar pada syariat Islam(khilafah) yang akan melahirkan para pemimpin adil dan bijaksana.


Maka, untuk  mewujudkannya butuh gerakan yang mampu melakukan revolusi (perubahan menyeluruh) terhadap pemikiran dan pergantian sistem. Lalu siapa yang akan mewujudkannya? Tentu gerakan segolongan umat yang mampu melakukan amar ma’ruf nahi munkar, sebagaimana Firman Allah SWT yang artinya:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Tafsir Al-Qur’an Surat Ali ‘Imran Ayat 104)


Dari ayat tersebut, berarti dibutuhkan gerakan dari segolongan/kelompok yang shohih(benar) menurut pandangan Allah. Kelompok yang benar di hadapan Allah harus memiliki fikrah(pemikiran) yang jelas, thariqah(metode) yang tepat sesuai yang dicontohkan Rasulullah untuk menerapkannya dan diyakini oleh semua anggota serta dilandasi pada ikatan yang benar yaitu akidah Islam. Kelompok yang demikian ini nanti yang dapat membina serta merubah pemikiran umat menjadi pemikiran Islam. Setelah itulah, umat mampu bangkit dan mau melakukan revolusi sistem menjadi sistem islam sesuai tuntunan Rasulullah saw. Dengan sistem islam inilah yang akan menghasilkan revolusi akhlak. Perubahan menyeluruh terhadap karakter dimulai dari pemerintahan dan kebijakan untuk semua masyarakat. 

Kesimpulannya, perbaikan ini membutuhkan gerakan dari kelompok yang shohih(benar) yang mampu menjalankan revolusi pemikiran dan sistem. Sistem Islamlah nanti yang akan menghasilkan revolusi akhlak, bukan sebaliknya. 
Allahu a’lam bish showab.


2 Komentar

  1. Karna Tanpa sistem yang sohih.. Mustahil akan bisa menerapkan syari'at islam secara kaffah...

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak