Oleh : Noor Hidayah
Bangsa Mekah sebelum Islam turun adalah bangsa jahiliyah. Jahiliyyah berasal dari kata jahala, yang memiliki arti menjadi bodoh, bodoh, bersikap dengan bodoh atau tidak peduli. Kondisi bangsa Arab saat itu memang sangat menyedihkan. Kedzaliman merajalela, ketidakadilan terjadi dimana-mana. Hal itu dilakukan tidak hanya antar sesama rakyat, namun juga dari pemimpin saat itu kepada rakyatnya. Banyak kasus pengurangan timbangan, penipuan saat berdagang, perzinaan, perempuan dianggap barang warisan dsb. Para raja, kaisar, bangsawan dan orang-orang kaya menguasai hukum di tengah-tengah masyarakat. Orang-orang miskin, kaum wanita, apalagi para budak kerap menjadi korban.
Dalam kondisi semacam itu, Allah SWT Sang Pencipta menurunkan Islam dengan seperangkat aturan yang lengkap, berisi aturan dalam beribadah, bermuamalah, berakhlak, berpakaian dll. Allah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk melawan berbagai kedzaliman dan membawa keadilan Islam.
Di dalam al-Quran secara berulang Allah SWT memerintahkan kaum Muslim untuk menegakkan keadilan. Allah SWT berfirman yang artinya “Sungguh, Allah menyuruh kalian memberikan amanah kepada ahlinya, dan jika kalian mengadili manusia, hendaknya kalian menetapkan hukum dengan adil (TQS an-Nisa’ [4]: 58)”. Allah SWT pun berfirman dalam QS. An-Nisa: 135 yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kalian penegak keadilan, sebagai para saksi Allah, walaupun terhadap diri kalian sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabat kalian”.
Adil di sini bukanlah sama rata sama rasa sebagaimana pandangan masyarakat umum saat ini. Adil tentu harus menurut pandangan Allah SWT. Imam Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya Syifa’ al-‘Alil menjelaskan bahwa makna adil adalah meletakkan sesuatu pada posisinya dan menempatkan sesuatu itu pada tempat selayaknya. Sebagaimana kedzaliman adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Dalam Islam, adil adalah sesuai dengan hukum-hukum Islam.
Dalam konteks pemerintahan, Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah menjelaskan bahwa Allah SWT menyebut pemerintahan yang adil adalah pemerintahan yang kembali pada syariah (aturan) agama (Syifâ’ al-‘Alil, hlm. 276).
Sementara kedzaliman adalah dosa besar. Kedzaliman adalah musuh agama dan musuh umat. Bahkan Allah SWT telah mengharamkan kedzaliman bagi Diri-Nya. Karena itu Allah pun mengharamkan kedzaliman antar sesama hamba-Nya.
Di dalam sebuah hadits Qudsy, Allah SWT telah berfirman yang artinya “Wahai hamba-hamba-Ku! Sungguh Aku mengharamkan kedzaliman atas Diri-Ku. Aku pun mengharamkan kedzaliman itu di antara kalian. Karena itu janganlah kalian saling mendzalimi.” (HR Muslim).
Rasulullah SAW juga telah mengingatkan kaum Muslim akan besarnya bahaya kedzaliman yang kelak akan dihadapi pelakunya pada Hari Kiamat. Rasul SAW bersabda yang artinya “Kedzaliman adalah kegelapan pada Hari Kiamat (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dari hadits ini para ulama menerangkan, begitu berat dosa akibat kedzaliman hingga pelakunya tidak bisa lagi menentukan arah/jalan yang akan dituju pada Hari Kiamat; atau bisa juga diartikan kedzaliman menjadi sebab kesempitan dan kesulitan bagi pelakunya (Syarh Shahîh Muslim, 16/350; Tuhfah al-Ahwadzi, 5/115).
Menurut al-Quran dan as-Sunnah kedzaliman memiliki beragam tingkatan. Yang paling besar adalah mempersekutukan Allah SWT. Firman Allah SWT yang artinya “(Ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya saat memberikan pelajaran kepada dia,”Anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah. Sungguh mempersekutukan Allah itu benar-benar merupakan kedzaliman yang besar” (TQS Luqman [31]: 13).
Kedzaliman yang juga termasuk dosa besar berikutnya adalah tidak memberlakukan hukum-hukum Allah SWT, seraya berkiblat pada hukum-hukum buatan manusia.
Allah SWT berfirman yang artinya “Siapa saja yang tidak berhukum dengan wahyu yang telah Allah turunkan, mereka itulah orang-orang dzalim” (TQS al-Maidah [5]: 45). Imam al-Baghawi dalam tafsirnya, Ma’âlim at-Tanzîl, mengutip Ikrimah, menjelaskan maksud ayat tersebut, “Siapa saja yang tidak memutuskan hukum menurut wahyu yang telah Allah turunkan karena mengingkarinya maka dia sungguh telah kafir. Siapa saja yang mengakui hukum Allah, namun tidak menjalankannya, maka dia dzalim dan fasik.”
Sedangkan Rasul SAW mengingatkan kita dengan sabda beliau “Wahai manusia, sungguh yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah karena jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum). Namun, jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Nabi SAW juga bersabda “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain. Ia tidak boleh mendzalimi, menelantarkan dan menghinakannya” (HR Muslim).
Keadilan hanya bisa diraih jika kita menaati syariat Islam semata, tidak dicampur dengan aturan lain. Karena tidak mungkin ada siang bersama malam, tak mungkin gelap bersama terang. Ketika syariat Islam tegak, Insya Allah kedzaliman akan hilang. Terbukti, sistem hukum buatan manusia hanya menciptakan kedzaliman demi kedzaliman yang tak berujung. Hanya dengan tegaknya syariah Islam lah, keadilan akan terwujud dan kedzaliman bakal lenyap. Wallahu a’lam bi ash-shawwab.