Solusi Total dan Pasti, Hentikan Penghina Nabi



Oleh: Melitasari* 



Presiden Macron beberapa waktu lalu mengomentari pembunuhan terhadap seorang guru di luar Kota Paris yang menunjukkan kartun Nabi Muhammad pada murid-muridnya di kelas.Menurut Macron aksi pembunuhan ini merupakan serangan terhadap kebebasan berbicara sehingga pihaknya menyebut akan melawan "separatisme Islam" yang ada.(Kompas.com, 31/10/20)

Sebagai negara yang menganut ideologi sekuler,  kepercayaan keagamaan atau supranatural tidak dianggap sebagai kunci memahami dunia. Oleh karenanya agama dipisahkan dari masalah-masalah pemerintahan dan pengambilan keputusan.

Kebebasan beragama yang hampir penuh tanpa sanksi legal atau sosial menjadikan siapa saja bebas menyuarakan  pendapat yang berkaitan dengan agama tanpa ancaman hukum, dan dilindungi atas dasar kebebasan bersuara. Sebagaimana Macron mengatakan, bahwa menggambarkan Nabi Muhammad SAW sebagai kartun bukan hal yang salah.

Hal ini menunjukkan kebencian negara Barat(kafir) terhadap Islam yang semakin kentara. Propaganda islamophobia juga menjadi senjata mereka dalam membungkam dunia. Melihat sikap Perancis saat ini, jelas islamophobia akan semakin dikembangkan. Bahkan pemerintah terlihat sangat refresif terhadap Islam.

Sekulerisme dan demokrasi sebagai sumber peradaban Barat tidak pernah berhasil menghasilkan keharmonisan dalam hidup. Aturan-aturan dan sumber hukum yang berasal dari manusia, namun kerap kali tak  memanusiakan. Perang peradaban kepada Islam terus diserukan. Baik dari segi pemikiran ataupun penghinaan.

Salah satu wujud cinta seseorang terhadap orang yang dicintainya ialah rela mengorbankan apa yang ia miliki untuk orang yang dicintai. Pun demikian ketika yang dicinta dihina, dicerca atau bahkan diperlakukan dengan tidak sewajarnya, maka girahnya akan bangkit dan membela bagaimanapun caranya.

Sama halnya dengan kaum muslimin, ketika panutannya yang mulia dihina, dilecehkan dan digambarkan dalam sebuah karikatur yang amat menjijikan yang kemudian dinyatakan sebagai kebebasan berekspresi oleh Macron Presiden Perancis. Jelas mengundang amarah dan kecaman sebagai bentuk pembelaan dan kecintaannya terhadap Rasulullah Saw.

Seruan memboikot produk-produk asal Prancis tumbuh di sejumlah negara mayoritas Negara-negara Arab di Timur Tengah. Di Kuwait, jaringan supermarket swasta mengatakan bahwa lebih dari 50 gerainya berencana memboikot produk Perancis. Kampanye boikot ini juga sedang memanas di Yordania dan Yaman.

Di mana sejumlah toko grosir membuat tulisan pernyataan bahwa mereka tidak menjual produk asal Perancis. Begitupla di berbagai toko di Qatar, melakukan hal yang sama. Salah satunya jaringan supermarket Al Meera yang punya lebih dari 50 cabang di negara tersebut.(Tribun.news, 28/10/20)

Hal ini menunjukkan bahwa ghirah/nyawa umat Islam masih melekat kuat, Ketika agama dan panutannya dihina/dilecehkan. Kecaman dan berbagai bentuk pembelaan akan diserukan sebagai bentuk perlawanan kepada siapa saja yang berani mengusik agamanya.

Kendati demikian hanya memboikot produk-produk yang berasal dari negara sekuler tidak akan  mengehentikan total penghinaan berulang terhadap Rasulullah Saw. Namun juga harus diiringi dengan boikot total terhadap sekulerisme, demokrasi, libelarisme dan kapitalisme.

Hal ini tentunya tidak bisa dilakukan selama umat Islam terpecah belah, dan tersekat atas nama nasionalisme. Seberapa banyak pun jumlah mereka, bila pemimpin-pemimpinnya tidak mau bersatu melakukan perlawanan. Maka umat Islam hanya bagaikan buih di lautan.

Dengan itu umat, Islam membutuhkan pemimpin yang berani menyerukan perlawanan sekaligus memberi perlindungan. Tidak lain umat Islam membutuhkan sistem yang bisa mengumpulkan mereka menjadi satu kekuatan, yaitu dengan adanya institusi Khilafah sebagai perisai.

Dalam Daulah Islamiyah, siapa saja yang berani mengina Rasulullah yang menjadi panutan, maka dia dianggap telah menyerukan perlawanan. Pada masa kekhalifahan Sultan Abdul Hamid II, Perancis dan Inggris juga sempat ingin mengadakan pentas teater yang isinya menghina Rasulullah Saw namun atas ultimatum Sultan Abdul Hamid II pentas itu dibatalkan.

Sultan mengatakan "Saya akan memerintahkan kepada seluruh umat Islam dengan mengumumkan bahwa Inggris sedang menyerang dan menghina Rasulullah kami! Saya akan kobarkan jihad Al-akbar (jihad yang besar)." Maka serta merta Britania membatalkan pementasan drama itu.

Inilah kehebatan Islam, ketika diterpakan dalam negara. Tak heran Imam Al-Ghazali mengatakan dalam Aliqtishad fil 'itiqad:
Agama dan kekuasaan bagaikan saudara kembar, agama adalah asasnya dan kekuasaan adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki asas akan hilang, dan apa saja yang tidak memiliki penjaga, maka akan hancur.



* (Member Revowriter)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak