Solusi Perlindungan Anak Dalam Sistem Khilafah



Oleh : Desi Anggraini
(Pendidik Palembang)

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur Andriyanto mengungkapkan masih tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang 2020. Data Sistem Informasi Online Kekerasan Ibu dan Anak (Simfoni) mengungkapkan adanya 1.358 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jatim, yang tercatat hingga 2 November 2020. Andriyanto mengatakan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak banyak terjadi di lingkungan rumah tangga. Andriyanto menduga, tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di lingkungan rumah tangga karena selama pandemi Covid-19, masyarakat lebih banyak beraktivitas di rumah.

Selain angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, Andriyanto juga menyoroti tingginya angka perceraian di wilayah setempat. Andri membeberkan, sepanjang 2019 tercatat hanya ada 8.303 kasus perceraian. Angka itu meningkat drastis pada 2020 yang hingga akhir September tercatat ada 55.747 kasus perceraian. Menurutnya, masalah tersebut juga harus segera dicarikan solusinya.( Republika, 03/11/2020)

Meningkatnya kekerasan kepada anak di Kabupaten/Kota Layak Anak menunjukkan lemahnya implementasi pemenuhan hak anak. Ini membuktikan prioritas pembangunan anak yang tidak fokus. Upaya meraih penghargaan berjalan terpisah dengan upaya melindungi anak. Anak cenderung menjadi objek di kabupaten/kota layak anak, namun bukan subjek kebijakan.

Jika melihat catatan statistik, Indonesia termasuk negara gawat kekerasan. Betapa tidak, dari tahun ke tahun memperlihatkan peningkatan kasus kekerasan, terutama pada ibu dan anak, yang dilakukan para pelaku dengan berbagai modus.

Ironisnya fenomena ini masih kurang mendapat tanggapan publik. Padahal, Indonesia sudah menjadi negara dengan kasus kekerasan yang tinggi di Asia.

Begitu juga peran orang tua dalam keluarga yang menjadi bagian dari masyarakat yang sangat minim dalam melindungi, mendidik, dan mengawasi anak-anaknya di dalam pergaulan, baik di lingkungan keluarga dan sekitar tempat tinggi.

Ironisnya lagi, secara internal telah runtuhnya moralitas keluarga yang mendorong terjadinya inses yang menjadikan anak menjadi korban kekerasan, baik dari orang tua dan saudara (tiri maupun kandung) dan sanak keluarga lainnya yang bermental bejat. Bukan lagi rahasia umum, jika banyak fakta yang menyatakan pelaku-pelaku kekerasan di tengah masyarakat berasal dari orang-orang terdekat.

Ada juga faktor yang disebabkan pendidikan karakter anak di sekolah masih kurang memadai. Sehingga anak-anak sangat mudah terkontaminasi dengan pergaulan bebas dan mudah terbujuk rayu oleh orang-orang yang tidak memedulikan masa depan anak-anak.

Di sisi lainnya ada faktor lemahnya penegakan hukum terhadap para pelaku kekerasan. Hukuman yang diberikan terlalu ringan, sehingga tidak menimbulkan efek jera. Faktor penegakan hukum ini cukup memberi andil terulangnya kembali kasus-kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Lalu faktor ekonomi dalam keluarga juga turut mempengaruhi terjadinya kasus kekerasan.

Berbagai faktor penyebab masih maraknya kasus kekerasan terhadap anak ini menunjukkan adanya kegagalan sistemis dari sistem kapitalisme sekuler melindungi keluarga dan anak-anak. Kita butuh sistem kehidupan lain yang lebih melindungi, mengayomi dan meminimalkan kasus kekerasan, khususnya terhadap anak.

Bagaimana solusi mendasar dan integral dari sistem Islam?

1. Ranah akidah.
Dalam sistem Islam, negara berkewajiban mendorong setiap individu warga negara untuk taat terhadap aturan Allah Swt. Negara juga mengharuskan penanaman akidah Islam pada diri setiap individu melalui pendidikan formal maupun nonformal melalui beragam sarana dan institusi yang dimiliki negara.

2.  Ranah ekonomi.
Sistem ekonomi Islam mengharuskan negara  menyediakan lapangan kerja yang cukup memadai dan layak, serta mendorong para kepala keluarga (ayah) untuk dapat bekerja dan mampu menafkahi keluarganya. Tidak akan ada anak yang telantar ataupun orang tua yang stres karena tuntutan ekonomi yang sering memicu munculnya kekerasan anak oleh orang tua.

Efek lain dari pengaturan sistem ekonomi ini akan mampu mengembalikan fungsi perempuan dan ibu sebagai ummu warabatul bayt dan madrasatul ula bagi generasi. Mereka memiliki peran mengurus rumah tangga, juga mengasuh, menjaga, dan mendidik anak-anaknya.

3. Ranah sosial.
Dalam sistem sosial Islam, negara wajib menerapkan sistem sosial yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan sesuai ketentuan syariat.

Laki-laki maupun perempuan wajib menjaga/ menutup auratnya, tidak boleh berdua-duaan dengan nonmahram (khalwat) ataupun campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa ada keperluan syar’i (ikhtilat), serta menjaga pandangannya (gadhul bashar).

Setiap individu juga dilarang melakukan pornoaksi atau pornografi sehingga terhindar dari naluri seksual yang tak terkendali, yang mengancam anak dari pencabulan, kekerasan, atau kejahatan seksual.

Selain itu, negara juga akan menutup semua mata rantai penyebaran situs-situs porno di berbagai media yang akan mampu menimbulkan syahwat yang liar.

4. Ranah hukum.

Negara akan memberikan sanksi yang tegas dan keras terhadap pelaku kekerasan maupun kejahatan terhadap anak, baik fisik maupun seksual. Di mana sanksi tersebut mampu memberikan efek jera bagi pelaku dan orang lain.

Secara keseluruhan, sistem Islam (Khilafah) akan menciptakan suasana kondusif bagi perlindungan terhadap anak dari berbagai faktor pemicu kekerasan terhadap anak, mengunci pintu munculnya kekerasan anak, memberikan hak anak sesuai fitrah tanpa mengeksploitasi.

Semua terlaksana dalam suasana keimanan kepada Allah Swt tanpa ada paksaan dan tujuan tertinggi bukan sekadar menang perlombaan duniawi semacam Kota Layak Anak, tapi mencapai rida Allah Swt.
Wallahu a’lam bish-shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak