Sistem yang Rusak dan Lahirnya UU Kontroversi



Oleh : Ummu Zamzam 

(Pendidik dan Pemerhati Masyarakat Kalsel)


Aksi demo hampir terjadi di setiap kota, menolak disahkannya RUU Cipta Kerja. Gelombangnya sangat riuh hingga menggemparkan semua media, baik media televisi maupun media sosial. Dimana hampir semua lapisan masyarakat melakukan penolakan. Mulai dari masyarakat, serikat buruh dan para mahasiswa, sayangnya pemerintah tak bergeming atas pembahasan Rancangan  Undang-Undang  Omnibus Law Cipta Kerja tersebut. Bahkan kini  telah sah menjadi Undang-Undang dalam Sidang Paripurna Parlemen, Senin 5/10/2020.



Dilansir dari cnnindonesia.com (5/10/2020) aksi protes terhadap pengesahan Undang-Undang Omnibus Law (Cipta Kerja) telah terjadi di berbagai daerah. Para tokoh pun turut menyuarakan penolakan terhadap undang-undang Omnibus Law tersebut diantaranya Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny Kabur Harman menyatakan, rancangan undang-undang Omnibus Law harus ditolak karena tidak memberi perlindungan bagi pekerja dan hanya menggelar karpet merah kepada pengusaha.

(katadata, 19/10/2020) 


Direktur eksekutif Nasional, Walhi Nur Hidayat menyebut pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja menyatakan puncak  penghinaan negara terhadap hak buruh, petani  masyarakat adat, perempuan dan lingkungan hidup serta generasi mendatang.


Pilihan mengesahkan RUU yang tidak menceminkan kebutuhan rakyat dan alam merupakan tindakan inkonstitusional. Niat pemerintah untuk menggenjot iklim investor  melalui  Undang-Undang Cipta Kerja justru mendapat kritikan dari penanam modal sebanyak 35 investor global yang mewakili dana kelolaan senilai U$ 4 triliun, yang menyatakan keberadaan  aturan itu justru merusak iklim investasi Indonesia. Para investor khawatir perubahan pada kerangka perizinan. Pemantauan kepatuhan lingkungan konsultasi  publik dan sistem saksi yang ada dalam Omnibus Law Cipta Kerja akan berdampak parah terhadap lingkungan, hak asasi manusia dan ketenaga kerjaan. 


Sungguh semua itu merupakan bukti dari sistem kapitalis yang memisahkan agama dari kehidupan, dimana adanya kebebasan kepemilikan, kebebasan aturan bekerja dan upah rendah yang dijadikan sebagai standar gaji buruh dan masalah perburuhan ini akan selalu ada selama relasi antara buruh dan majikan dibangun berdasarkan sistem ini. 


Dimana kehidupan hanya untuk asas manfaat yang menjadi tolak ukur perbuatan dan kebahagiaan diartikan  sebagai usaha untuk mendapatkan materi yang sebanyak-banyaknya. Dalam sistem  demokrasi saat ini  menjadi hal yang wajar bagi kapitalis jika turut andil dalam kekuasaan negara. Kekuasaan dalam demokrasi bisa diraih jika memiliki modal yang besar. 


Dari sinilah terjadi simbiosis mutualisme antara para kapitalis dan penguasa. Alhasil negara yang dihasilkan pun adalah negara korporatokrasi. Sehingga dominasi aturan bukan lagi pada negara tapi para pemodal besar. Dengan demikian keberpihakan negara pada rakyat sangat minim sehingga tak sedikit buruh merasa dizalimi.  Sistem ini sangat berbeda dengan sistem Islam yang sangat memuliakan dan mensejahterakan  buruh.


Dalam Islam, pekerja dan majikan memiliki tujuan yang sama yaitu mendapatkan  kemaslahatan dalam hidup di dunia dan akhirat. Buruh bagi  majikan adalah patner untuk menggapai kemaslahatanya. Aturan konsep dasar Islam yang lahir dari aqidah Islam serta menjadi dasar bagi kehidupan  dan perbuatan manusia berjalan sesuai perintah Allah Swt dan larangannya. 


Konsep ini menjadi dasar pandangan tentang kehidupan yang hakikatnya bertujuan  mengarahkan segala amal perbuatan manusia agar berjalan diatas perintah Allah Swt. dan menjauhi segala larangan-Nya seraya bertujuan mencari keridhoan Allah Swt., bukan hanya sekedar mencari dan memperoleh materi sebanyak-banyaknya. Berdiri atas dasar iman kepada Allah Swt. dan bahwasanya Allah Swt. Telah menjadikan alam semesta, manusia dan kehidupan ini berada dalam satu aturan yang masing masing  harus mematuhinya.


Dalam sistem khilafah  terdapat sistem yang bisa mengoreksi atau memuhasabahi penguasa, jika rakyat menemukan peraturan yang menyimpang atau kegiatan-kegiatan yang menyimpang yang dilakukan oleh para pejabat negara. Mereka melakukan muhasabah kepada penguasa melalui majlis umat. Majelis umat dalam sistem khilafah merupakan kaum muslim yang berasal dari kaum muslim sendiri baik laki-laki ataupun perempuan.


Majelis umat bertugas menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar untuk mengoreksi pejabat pemerintahan.  Mereka akan menyampaikan pendapat, masukan, kritik dan saran yang berasal dari rakyat  untuk disampaikan kepada pejabat.Selain kaum muslim, majelis umat diisi oleh kaum non muslim yang mewakili kaumnya dalam menyampaikan pendapat terkait buruknya penerapan syari’at Islam terhadap mereka serta kezaliman yang dilakukan pemerintah terhadap mereka. Namun, non muslim tidak diperbolehkan mengkritik terkait malasah syari’at karena syari’at islam hanya terpancar dari hukum Islam itu sendiri yang sifatnya praktis dan berasal dari dalil-dalil terperinci. 


Demikianlah Sistem Islam dalam mengatur masalah kehidupan tentang ketenagakerjaan yang akan mensejahterakan para buruh karena Negara akan menjaminnya segala pemenuhan kebutuhan. 

Berbanding terbalik dengan sistem sekuler kapitalis (demokrasi) yang hanya berpihak pada pemodal ataupun investor asing sehingga akan merugikan para buruh. Masihkah ingin bertahan dalam sistem yang kufur ini yang aturannya dibuat oleh manusia? Ataukah  berjuang menegakkan Sistem Islam yang akan menjamin seluruh kebutuhan hidup dan aturan memanusiakan manusia karena bersumber dari Sang Khalik.

Wallahu'allam bishawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak