Oleh: Ayu Susanti, S.Pd
Sudah berbulan-bulan sekolah di tutup saat pandemi. Siswa pun belajar di rumah ditemani orangtuanya. Tentu banyak kendala saat melakukan pembelajaran di rumah. Dimulai dari kuota terbatas, jaringan terganggu sampai orangtua harus ekstra sabar dalam mendampingi anak-anaknya belajar.
Karena tak sedikit para orangtua pun merasakan stress efek dari pembelajaran daring di rumah ini.
Pembelajaran dirasa kurang efektif saat dilakukan di rumah. Kadang anak pun tak mau belajar dan harus selalu dipaksa. Atau materi yang dibahas pun kadang membuat anak bingung seperti apa dalam memahaminya. Karena tatap muka langsung dan pembelajaran online tentu berbeda. Dan segudang masalah lainnya yang menjadi bumbu masalah pendidikan saat ini.
Namun ada hal yang menjadi sorotan, tahun 2021 mendatang sekolah berencana dibuka kembali. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengizinkan pemerintah daerah untuk memutuskan pembukaan sekolah atau kegiatan belajar tatap muka di sekolah di seluruh zona risiko virus corona mulai Januari 2021.
"Perbedaan besar di SKB sebelumnya, peta zonasi risiko tidak lagi menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka. Tapi Pemda menentukan sehingga bisa memilih daerah-daerah dengan cara yang lebih detail," ungkap Nadiem dalam konferensi pers daring dikutip dari akun Youtube Kemendikbud RI, Jumat (20/10). "Kebijakan ini berlaku mulai semester genap tahun ajaran 2020/2021. Jadi bulan Januari 2021. Jadi daerah dan sekolah sampai sekarang kalau siap tatap muka ingin tatap muka, segera tingkatkan kesiapan untuk laksanakan ini," lanjut dia.
Nadiem mengatakan keputusan pembukaan sekolah akan diberikan kepada tiga pihak, yakni pemerintah daerah, kantor wilayah (kanwil) dan orang tua melalui komite sekolah. Ia pun menegaskan, orang tua masing-masing siswa dibebaskan untuk menentukan apakah anaknya diperbolehkan ikut masuk sekolah atau tidak. Sekalipun, sekolah dan daerah tertentu telah memutuskan untuk membuka kembali kegiatan belajar tatap muka. "Pembelajaran tatap muka diperbolehkan, bukan diwajibkan," terang dia. (www.cnnindonesia.com, 20/11/2020).
Tentu adanya kabar sekolah dibuka 2021 membuat berbagai pihak dilema, terutama orangtua. Karena di satu sisi pembelajaran tatap muka langsung di rasa lebih baik dibandingkan harus daring, namun di sisi lain saat membolehkan para siswa belajar di sekolah tentu yang menjadi beban pikiran adalah penjagaan kesehatan dari virus corona. Karena dirasa masih belum aman saat harus bertatap muka langsung dalam pembelajaran.
Kedilemaan ini mungkin tak akan dirasakan saat kita dari awal berpegang teguh untuk menuntaskan wabah dengan serius dan sungguh-sungguh. Sehingga mengupayakan berbagai macam cara dan seoptimal mungkin untuk menghentikan wabah. Saat wabah berhenti atau penularannya bisa ditekan, maka sebetulnya bisa bebas membuka sekolah. Dan tak perlu khawatir akan kesehatan anak-anak atau tenaga kependidikan yang lainnya.
Jika sekolah dibuka di daerah-daerah yang masih rentan virus, maka akan dikhawatirkan adanya penularan lebih tinggi lagi. Dan penyebarannya semakin meluas. Hal ini diperlukan penjagaan protokol kesehatan yang sangat ketat saat sekolah dibuka. Karena mengingat para siswa terutama yang masih duduk di sekolah dasar mungkin harus sering diingatkan untuk selalu patuh pada protokol kesehatan. Namun bisa jadi mereka tidak begitu paham mengapa harus begini dan begitu.
Penganganan wabah yang dirasa tak bisa memberikan solusi. Hal ini berujung pada penggunaan aturan manusia yang serba lemah terbatas dalam menangani pandemi ini. Kasus pandemi diselesaikan berdasarkan keterbatasan aturan manusia sehingga bukan penyelesaian yang dirasakan namun sebaliknya, muncul masalah dan kasus baru yang tak kunjung usai.
Saat manusia bersikeras dalam mempertahankan aturannya untuk mengatur kehidupan, maka kerusakan saja yang akan didapat. Karena manusia itu memiliki sifat lemah dan terbatas, maka aturan yang dilahirkannya pun akan memiliki sifat yang sama yakni serba lemah dan terbatas. Sehingga wajar jika penanganan wabah ini tak kunjung berakhir dan justru menimbulkan masalah baru dan dilema di benak masyarakat.
Sekulerisme yakni aturan yang memisahkan agama dalam kehidupan membuktikan ketidakmampuannya dalam mengatur kehidupan. Sehingga jelas sekulerisme ini tak bisa dijadikan terus-terusan aturan untuk mengatur kehidupan manusia yang kompleks.
Berbeda halnya dengan Islam. Islam adalah aturan sempurna yang Allah turunkan untuk ummat manusia. Saat kita menggunakan aturan Allah, maka akan memperoleh keberkahan dari langit dan bumi.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf:96).
Dalam kebijakan pendidikan di tengah wabah, maka dalam Islam akan diatur beberapa hal, diantaranya: diselesaikan dulu wabahnya dengan baik baru sekolah bisa dibuka. Pemerintah akan melakukan test kepada masyarakat sehingga bisa terlihat mana yang sakit dan mana yang sehat. Daerah mana yang dirasa perlu untuk membuka sekolah, daerah mana yang harus mempertahankan belajar di rumah.
Pemerintah pun akan memfasilitasi pendidikan warganya dengan baik. Jika diharuskan belajar online di rumah, maka akan diperhatikan fasilitasnya seperti kuota, jaringan yang baik, ketersediaan gadget untuk mengakses pembelajaran sampai apakah materi pembelajaran bisa tersampaikan dengan baik ataukah tidak sehingga anak bisa paham dan segudang fasilitas lainnya yang memadai untuk mendukung kesuksesan pendidikan di tengah pandemi.
Selain itu pemerintah akan getol untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Sehingga masyarakat terjamin kesehatannya dengan biaya gratis. Karena kesehatan dan pendidikan adalah dua hal kebutuhan dasar yang wajib diberikan pemerintah kepada rakyatnya secara cuma-cuma.
Pemerintah pun akan berpikir keras dan menggandeng para pakar untuk menghentikan wabah ini. Pemerintah akan sungguh-sungguh dalam menangani wabah dengan baik. Selama wabah, tentu akan dipikirkan juga pemberian kebutuhan primer kepada rakyatnya secara cuma-cuma.
Sehingga jika diberlakukan lockdown pun masyarakat tak akan kebingungan untuk mencari kebutuhan primernya. Pemerintah pun akan melakukan edukasi besar-besaran dan terus menerus kepada masyarakat tentang wabah ini. Sehingga masyarakat pun tak akan bingung bagaimana dalam menyikapinya.
Begitulah Islam dalam mengurusi kehidupan manusia terlebih di masa wabah ini. Pengaturan Islam sungguh sempurna. Dan tentu saat kita menggunakan Islam sebagai aturan hidup maka tak hanya merasakan kebahagiaan di dunia saja, namun insyaallah kebahagiaan di akhirat pun akan diraih. Karena dorongan kita saat menerapkan hukum Islam dalam kehidupan adalah keimanan kita kepada Allah.
Oleh karena itu untuk menyelesaikan setiap masalah dalam kehidupan terutama di masa pandemi ini, kita harus kembali kepada Islam agar bisa selamat dunia dan akhirat.
Wallahu’alam bi-showab.
Ilustrasi Yandex.disk
Tags
Opini