By: Dwi Aminingsih
(Pemerhati Masalah Sosial dan Remaja)
Fenomena pergaulan bebas di kalangan remaja bertebaran di mana-mana. Bukan hanya di kota yang melekat dengan keramaian dan kehidupan yang serba ada, di desa pun sangat mudah kita temukan fenomena tersebut. Para remaja tidak lagi canggung mengumbar kemesraan dengan lawan jenisnya. Bahkan kemesraan yang tidak layak itu mereka pertontonkan di depan umum.
Pacaran bukanlah hal yang asing bagi para remaja. Akan tetapi justru menjadi suatu bagian dari tahapan yang harus mereka jalani dalam menapaki dunia luar. Mulai dari jalan bareng, bergandengan tangan, boncengan motor berdua, khalwat, ciuman dan lebih jauh lagi sampai pada melakukan hubungan layaknya suami istri. Astaghfirullah...
Berbagai bantahan mereka lontarkan saat nasihat menghampiri mereka agar mereka meninggalkan aktivitas pacaran, seperti: "Cinta itu anugerah, maka menjadi pacarnya adalah anugerah terindah dari Tuhan."
"Cinta itu datang dengan sendirinya dan kami tidak pernah tahu kapan datangnya cinta itu, so salah siapa jika kami saling mencintai dan kami pacaran?"
"Kami pacaran sehat kok, tidak melakukan hal-hal di luar batas."
"Kalau tidak pacaran, apa ya akan menikah dengan orang yang tidak dikenal dan tidak ada perasaan cinta untuknya?"
"Salahkah aku mencintainya? Sedangkan sebelumnya aku tidak pernah tahu bakal ketemu dengannya."
Masih banyak lagi bantahan yang hakikatnya untuk melegalkan aktivitas pacaran.
Cinta itu fitrah dari Allah SWT. Cinta merupakan manifestasi dari naluri yakni gharizah nau' yang ada pada setiap manusia. Naluri ini akan muncul jika mendapat rangsangan dari luar. Dengan kata lain rasa cinta terhadap seseorang ini muncul karena naluri kita (gharizah nau') mendapatkan banyak rangsangan, seperti: seringnya kita bertemu dengan orang tersebut, sering memandang wajahnya, menyimpan fotonya, mencari informasi tentang dirinya, mendengar suaranya, mengikuti perkembangan tentang kehidupannya, dll. Hal-hal itulah yang membangkitkan perasaan cinta.
Sebagaimana seorang ibu yang begitu mencintai anaknya. Karena ibu sangat dekat dengan anaknya. Sering melihat anaknya, mengikuti perkembangan anaknya, sehingga muncullah perasaan cinta seorang ibu kepada anaknya. Begitupun jika perasaan cinta kepada lawan jenis muncul, itu karena banyaknya rangsangan. Sehingga semakin banyak rangsangan, semakin kuat perasaan cinta. Begitupun sebaliknya, jika rangsangan tersebut dijauhi bahkan dihilangkan maka tidak akan muncul rasa cinta.
Dengan demikian, jatuh cinta itu tidaklah salah. Tapi kapan kita harus jatuh cinta kepada lawan jenis dan dengan siapa kita jatuh cinta maka itu adalah pilihan kita, sesuatu yang bisa kita ikhtiari.
Allah SWT juga mengingatkan dalam surat Al-Isra' ayat 32 yang artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk."
Allah melarang kita mendekati zina. Pacaran adalah aktivitas mendekati zina. Maka pacaran itu hukumnya haram.
Sebagai seorang muslim tentu kita wajib terikat dengan hukum syara'. Rasa cinta kepada lawan jenis dipenuhi dengan jalan menikah bukan dengan aktivitas pacaran. Sehingga bagi para remaja yang belum siap menikah dan masih belum mau menikah haruslah menjauhi rangsangan-rangsangan yang bisa membangkitkan gharizah nau' diantaranya dengan menundukkan pandangan, tidak berkhalwat, tidak ikhtilat, banyak berpuasa sunnah, banyak melakukan aktivitas yang bermanfaat, bergaul dengan orang-orang yang shalih, dll.
So, kajilah terus Islam. Dengan mengkaji Islam kita akan banyak tahu tentang hukum-hukum Islam, apa saja yang dilarang oleh Allah dan apa saja yang diperintahkan oleh Allah. Dengan sering mengkaji Islam juga membuat kita semakin dekat dengan Allah dan semakin tumbuh subur perasaan cinta kepada Allah. Jatuh cintalah dulu kepada Allah sebelum jatuh cinta kepada lawan jenis.[]