By : MSR (Aktivis Dakwah Kampus)
Dalam kehidupan di dunia ini, kita mengetahui sendiri bahwasanya manusia tidak lepas dari yang namanya interaksi, baik secara langsung maupun tak langsung (seperti interaksi melalui media sosial dan yang lainnya). Sebab manusia adalah makhluk sosial yang diciptakan Allah, yang bersifat lemah. Oleh karena manusia bersifat lemah, maka interaksi bagi manusia adalah hal yang sangat penting dan urgen, serta sudah merupakan fitrah manusia. Dengan berinteraksi, maka terjalinlah hubungan antara manusia yang satu dan lainnya, sehingga ukhuwah pun tetap terjalin bahkan makin terjaga. Dengan interaksi pula, seseorang dapat merusak hubungan dengan orang yang sudah dikenalnya maupun tidak dikenalnya.
Belum lama ini, terdapat postingan yang sempat viral di medsos (facebook) terkait dengan Suami bakar Istri yang terjadi di Desa Lalief Sawai, Kecamatan Weda Tengah, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara. Kasus ini terungkap setelah Satreskrim Polres Halteng melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan pemeriksaan saksi-saksi. (sumber: beritamalut.com).
Menurut info yang beredar, hal ini terjadi karena si isteri sering memposting status terkait dengan aib rumah tangganya. Seperti yang dilansir dari WEDA-PM.com, Kapolres Halmahera Tengah (Halteng), AKBP Nico Setiawan menuturkan, sebelum peristiwa tragis itu terjadi, pasangan suami isteri (Pasutri) ini sempat cek-cok. Ternyata, salah satu penyebabnya adalah pelaku kesal dengan sikap isterinya yang setiap bertengkar selalu mengumbar aib mereka berdua di media sosial, baik facebook, instagram, maupun story wa.
“Jadi, pelaku merasa kesal dengan sikap dan tingkah laku sang Isteri. Sebab, setiap bertengkar korban (isteri) sering membuat status di media sosial terkait masalah rumah tangga mereka,” ungkap Kapolres, Kamis (15/10).
Sebenarnya untuk kasus seperti ini sudah sering terjadi di negeri ini sehingga bukan merupakan hal yang tabu lagi. Setiap tahun selalu ada yang menjadi korban bakar dalam rumah tangga. Bahkan boleh jadi hampir tiap bulan pun ada kasusnya. Seperti yang sempat terjadi juga pada bulan Agustus 2020, tepatnya di hari ahad tanggal 23, yang dimana seorang suami tega membakar isterinya lantaran karena sempat cek-cok dan pelaku menuduh isterinya (korban) mempunyai selingkuhan. Peristiwa ini terjadi di Sumenep. Salah satu penyebab kasus ini terjadi karena buruknya interaksi dalam keluarga serta kurangnya pemahaman Islam pada keluarga.
Sungguh miris sekali keadaan pasutri di negeri ini. Padahal negeri ini dijuluki dengan negeri yang dimana orang-orangnya ramah-tamah. Akan tetapi, perilaku manusia di negeri mayoritas muslim ini seperti binatang yang tidak memiliki perasaan, bahkan lebih rendah daripada binatang.
Adalah hal yang tidak bisa dipungkiri lagi bila peristiwa seperti ini akan selalu terjadi berulang kali, bahkan kasusnya dapat bertambah dalam pertahun. Adapun meningkatnya kekerasan seperti kasus di atas atau kekerasan dalam rumah tangga adalah cerminan minimnya perlindungan bagi warga, khususnya kaum perempuan. Pasalnya hukum yang digunakan dalam menangani kasus ini tidak akan membuat kapok manusia. Dalam hukum buatan manusia (demokrasi) yang diterapkan di negeri ini, perbuatan pelaku seperti di atas dapat dikenai dua pasal, yakni pertama pasal 44 ayat 2 UU Nomor 23 Tahun 2004, yang mana masuk dalam kategori KDRT. Dan pasal yang kedua adalah pasal 187 ayat 2e KUHP terkait pembakarannya yang dikenai pidana maksimal 20 tahun penjara.
Sementara itu dalam Islam ada uqubat atau sanksi pidana yang keras bagi pelaku kekerasan, apalagi sampai pada ranah membunuh. Hal itu dikarenakan Islam telah menetapkan perlindungan bagi umat manusia. Sebagaimana sabda Nabi SAW yang artinya:
“Setiap muslim atas muslim lain adalah haram (terjaga); kehormatannya, hartanya dan darahnya.” (HR. Tirmidzi)
Ada pasal hudud dan jinayat bagi segala tindak kekerasan. Ada qishshas dan diyat yang akan ditimpakan pada para pelaku dengan rincian yang detil dalam syariat Islam. Sehingga dengan diterapkannya hukum-hukum tersebut sudah tentu nyawa umat itu akan dijamin terjaga. Hal ini tidak akan kita jumpai kecuali pada negara yang menerapkan sistem Islam Kaffah, bukan hukum buatan manusia. Jadi, sayang beribu sayang, selama kita masih hidup dalam sistem yang bobrok ini, maka kondisi sosial semakin terpuruk. Nyawa pun tak ada harganya.