Oleh: Faizah Khoirunnisa' A (Aktivis Dakwah)
Label "mata duitan" sangat tepat kita sematkan kepada rezim yang mengemban mabda' kapitalisme. Soal duit, investasi, dan pundi-pundi, rezim kapitalisme sangat gercep alias gerak cepat dalam mengeluarkan kebijakan. Bagaimana kemaslahatan rakyat, kelestarian lingkungan, akan dipikir belakangan, atau bahkan dilupakan. Yang menjadi prioritas tentu adalah orang-orang pemilik kapital yang menguasai perekonomian global.
Sayangnya, rezim semacam ini juga terdapat di negeri kita. Meski secara formal, mengaku berideologi Pancasila, namun pada praktiknya sangat kental dengan nuansa sekulerisme, kapitalisme, dan liberalisme. Sebelas-dua belas dengan role model-nya di Barat sana, Indonesia men-copypaste sistem ekonomi kapitalis yang mengandalkan utang dan memeras rakyat melalui pajak yang mencekik. Rupanya cara standar ala kapitalisme tersebut, dirasa kurang mencukupi kebutuhan pembiayaan negara sehingga Menkeu, Sri Mulyani, mewacanakan kebijakan baru yang menyasar milenial muslim. Ya, tanpa rasa malu atas rekam jejaknya yang antipati dengan syariat Islam, dan seringkali mengkriminalisasi ulama serta aktivis dakwah, dengan bermuka manis, rezim mengemis dana wakaf umat Islam terutama dari kalangan milenial. Pos wakaf ini nantinya akan menjadi sumber keuangan baru demi pembiayaan dari dalam negeri seperti proyek sosial dan menggerakkan ekonomi nasional. Untuk memuluskan rencana tersebut, pihaknya juga menggandeng kemenag untuk penguatan ekosistem wakaf. (www.m.cnnindonesia.com, 25-10-2020)
Merapat Hanya Untuk Memperalat
Dari sini jelas sudah, bahwa rezim hanya akan merapat ke kaum muslimin jika melihat dana segar yang dapat dimanfaatkan sebagai jalan keluar atas minusnya anggaran dan hal ini tidak bermakna persetujuannya terhadap penerapan syariat Islam secara keseluruhan. Dengan kata lain, rezim hanya berniat mengekploitasi dana umat Islam, sedangkan ajaran Islam yang membahayakan kepentingan mereka tetap akan dikriminalisasi.
Inilah realita kondisi kaum muslimin ketika hidup diluar habitat aslinya. Sistem kehidupan ala demokrasi yang rusak ini, hanya akan membuat kaum muslimin terus menjadi bulan-bulanan dan sapi perah ekonomi bagi orang-orang yang tamak dan rakus akan syahwat duniawi.
Cara Negara Islam Memperoleh Pendapatan
Memang, membelanjakan harta untuk menolong sesama melalui zakat, infak, wakaf dan sedekah, merupakan bagian dari amal soleh. Akan tetapi dalam hal ini, menjadikan dana umat sebagai back up atas kedzaliman negara dalam mengelola kekayaan negara, tidak bisa dibiarkan karena melanggar hukum syara'. Dalam Islam, sumber pembiayaan untuk me-riayah rakyat yang utama diambil melalui pengelolaan aset bersama (hak kepemilikan umum) berupa sumber daya alam yang ada negeri tersebut. Yang termasuk hak kepemilikan umum yakni air, api (energi), padang rumput, barang tambang dalam jumlah melimpah, jalan, sungai, hutan, dan sebagainya.
Jika pos tersebut tidak bisa mencukupi kebutuhan, Baitul Mal akan menghimpun dari sumber lain, seperti harta milik negara (gedung, kendaraan, fasilitas), pendapatan dari non muslim (jizyah, fa'i, kharaj), pendapatan dari kaum muslimin (zakat, infak, wakaf, dan sejenisnya), dan pendapatan temporal (denda dan sejenisnya).
Lain halnya dengan negara pengadopsi kapitalisme, termasuk Indonesia, SDA tidak dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, melainkan diserahkan kepada pihak swasta. Konsekuensi dari hal itu, akhirnya beban dialihkan kepada rakyat melalui pajak. Sampai saat ini, pajak merupakan sumber pendapatan terbesar pemerintah. Kontribusi penerimaan pajak terhadap total pendapatan negara mencapai lebih dari 80%. Artinya, rakyat merupakan sumber pendapatan terbesar pemerintah. Astaghfirullahal 'adzim, sungguh kedzaliman yang nyata.
Jika rakyat dan umat Islam khususnya, mengetahui betapa Islam punya konsep yang sempurna dalam memperoleh pendapatan negara tanpa menyengsarakan rakyatnya, tentu demokrasi tak akan lagi memiliki pelanggan dan umat ramai-ramai beralih kepada sistem Islam. Tentu itu butuh proses dari dakwah yang sesuai thariqah Nabi SAW, berjama'ah, dan konsisten, sehingga umat terpahamkan tentang kesempurnaan aturan yang Allah SWT di dalam syariat Islam. Jika Allah ridho dengan ikhtiar maksimal yang dilakukan para pengemban dakwah, maka insyaAllah pertolongan dan kemenangan akan segera Allah hadirkan. Wallahua'lam bi ash-shawwab.