Oleh: Elin Marlina, A.Md.
Jurang resesi ekonomi akibat pendemi Covid-19 tengah menghantui dunia, tak terkecuali Indonesia. Perekonomian Indonesia sudah berada dalam zona resesi karena pertumbuhan negatif di kuartal II dan III tahun ini. Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, dengan mengedepankan optimisme, pemerintah memproyeksikan perekonomian nasional diharapkan mulai awali proses pemulihan pada kuartal IV-2020 dan berakselerasi pada 2021.
Masa pemulihan ekonomi ini turut membawa sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di tanah air yang diharapkan bisa menjadi pahlawan yang akan membangkitkan kembali roda perekonomian. Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki turut mendorong para pelaku UMKM untuk bertumbuh. Ia bahkan mengimbau pelaku UMKM untuk memanfaatkan platform digital dalam memasarkan produk. Sebab menurutnya pemasaran melalui digital sangat efektif apalagi di masa pandemi Covid-19.
Menuntaskan problem ekonomi dengan menjadikan pertumbuhan UMKM sebagai motor utama tentu akan sulit untuk terwujud. Solusi tersebut hanya menjadi obat pereda semata, bukan menghilangkan sumber penyakit utama. Secara makro, ekonomi masih terganggu karena landasan ekonominya sudah terlanjur rusak, bahkan cacat sejak lahir. Penerapan sistem kapitalisme tidak lain merupakan sumber penyakit utamanya.
Bukan hanya kerusakan sisi humanis manusia tapi juga gagal mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi semua manusia. Kesenjangan ekonomi di antara sejumlah negara merupakan bukti kegagalan ekonomi global. Maka dari itu, persoalan negara berupa krisis, depresi, ataupun resesi ekonomi mustahil bisa diselesaikan oleh sistem kapitalisme.
Hal yang lebih ringan seperti rumor politik pun nyatanya mampu menggoyahkan ekonomi. Apalagi kelemahan ekonomi fundamental ini diperparah dengan pandemi yang dirasakan di berbagai penjuru dunia, tentu cukup meluluh lantahkan bangunan ekonomi kapitalis.
Sumbernya ada pada sistem yang ditopang sistem perbankan dengan suku bunganya, sektor nonriil yang melahirkan institusi pasar modal dan perseroan terbatas, utang luar negeri yang menjadi tumpuan pembiayaan pembangunan serta sistem moneter yang tidak disandarkan pada emas dan perak. Selain itu sebab paling krusial adalah pengelolaan SDA yang merupakan hak publik yang justru diprivatisasi oleh para pemodal yang berduet dengan rezim-rezim korup.
Sumberdaya alam milik negeri-negeri muslim yang melimpah seharusnya menjadi jalan keluar persoalan resesi, namun nyatanya tidak bisa dimanfaatkan. Padahal kalau SDA dikelola dengan baik sesuai dengan aturan Islam, tentu akan memberikan peluang yang besar untuk menyelamatkan Negara, sekalipun diberlakukan lockdown. Sistem kapitalis justru menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan SDA kepada swasta atau individu. Rasulullah saw. telah menjelaskan sifat kebutuhan umum tersebut:
"Manusia berserikat dalam tiga hal yaitu: air, padang rumput dan api." (HR Abu Dawud).
Negara mengatur produksi dan distribusi aset-aset tersebut untuk rakyat. Secara teknis pengelolaan kepemilikan umum oleh negara dapat dilakukan dengan dua cara, yakni:
Pertama, pemanfaatan secara langsung oleh masyarakat umum.Siapa saja dapat mengambil air dari sumur, mengalirkan air sungai untuk pengairan pertanian, juga menggembalakan hewan ternaknya di padang rumput milik umum. Dalam konteks ini negara tetap mengawasi pemanfaatan milik umum ini agar tidak menimbulkan kemudharatan bagai masyarakat.
Kedua, pemanfaatan di bawah pengelolaan Negara. Kekayaan milik umum yang tidak dapat dengan mudah dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu masyarakat karena membutuhkan keahlian, teknologi tinggi serta biaya yang besar—seperti minyak bumi, gas alam dan barang tambang lainnya—langsung dikelola oleh Negara. Negaralah yang berhak mengelola dan mengeksplorasi bahan tersebut. Hasilnya dimasukkan ke dalam kas Baitul Mal.
Khalifah adalah pihak yang berwenang dalam pendistribusian hasil tambang dan pendapatannya sesuai dengan ijtihadnya demi kemaslahatan umat.
Dalam mengelola kepemilikan tersebut, Negara tidak boleh menjualnya kepada rakyat—untuk konsumsi rumah tangga—dengan mendasarkan pada asas mencari keuntungan. Harga jual kepada rakyat hanya sebatas harga produksi. Namun, boleh menjualnya dengan mendapatkan keuntungan yang wajar jika dijual untuk keperluan produksi komersial. Jika kepemilikan umum tersebut dijual kepada pihak luar negeri, boleh pemerintah mencari keuntungan semaksimal mungkin.
Betapa indahnya hidup dengan syariat Islam. Kesejahteraan tidak hanya dirasakan penduduk saat itu saja, bahkan seluruh umat manusia, bahkan hingga anak cucu kita kelak. Semua terjadi karena penerapan Islam secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan, yang akan membawa keberkahan bagi seluruh alam, bukan penyelesaian tambal sulam seperti yang dilakukan oleh sistem kapitalis. Semoga umat semakin sadar akan kebaikan sistem Islam dan sama-sama berjuang mewudkannya kembali. Sehingga tercipta kehidupan yang sejahtera dan diberkahi Allah SWT. Aamiin.
Wallahu a’lam bishshawab.
Tags
Opini