Oleh:
Aghnia Yanisari (Aktivis Dakwah Banjarmasin)
Dunia
dihebohkan dengan pemberitaan tentang penghinaan kepada Rasulullah SAW melalui
pembuatan karikatur oleh majalah satire asal Prancis, Charlie Hebdo. Hal
itu semakin memanas setelah Presiden Prancis, Emmanuel Macron tidak melakukan
pelarangan atas isu pelecehan Islam dan pembuatan kartun Nabi Muhammad. Dengan
dalih kebebasan berekspresi, Emmanuel Macron membela majalah satire Charlie
Hebdo untuk pembuatan kartun Nabi Muhammad. Sontak, kabar tersebut membuat
Prancis dan majalah Charlie Hebdo mendapat kecaman dari negara-negara mayoritas
Muslim di seluruh dunia.
Charlie Hebdo meyakini bahwa freedom
of speech atau kebebasan berbicara dalam dunia jurnalistik tidak
memiliki batasan. Perlu diketahui sebelumnya, Charlie Hebdo telah sempat memuat
karikatur Nabi Muhammad tepatnya pada tahun 2006 dengan judul "Muhammad
kewalahan oleh kaum fundamentalis". karikatur yang menggambarkan Nabi
Muhammad yang dicetak ulang oleh Charlie Hebdo, setelah pada tahun sebelumnya
sempat diterbitkan oleh surat kabar asal Denmark, Jyllands-Posten. (Sumber:
Lingkar Kediri)
Diketahui, ummat Islam marah kepada Emmanuel
Macron lantaran pernyatannya dinilai menghina agama Islam. Selain
menyatakan tidak akan melarang penerbitan karikatur nabi Muhammad, Macron juga
menyebut Islam sebagai teroris, setelah adanya pemenggalan
seorang guru sejarah di Paris. Guru bernama Samuel Paty itu dipenggal beberapa
hari setelah mendiskusikan dan memperlihatkan gambar yang disebutnya
sebagai Nabi Muhammad. Bahkan Macron memberi penghormatan tertinggi
kepada keluarga Paty, dengan meninggalnya Paty dianggap sebagai gugurnya pahlawan
berwajah demokrasi. Dan membela Patty adalah sebagai wujud mempertahankan
Sekulerisme negara.
Awal
bulan ini, sebelum pembunuhan sang guru, Macron mengumumkan rencana
undang-undang yang lebih ketat untuk mengatasi hal yang ia sebut
"separatisme Islam" di Prancis. Ia mengatakan, kelompok
minoritas Muslim di Prancis - terdiri dari kira-kira enam juta orang -
berpotensi membentuk "masyarakat tandingan". Ia
menggambarkan Islam sebagai agama "dalam krisis". (Sumber: Tribun
news)
Umat Islam pun menyerukan boikot
terhadap semua produk perancis. Sebagai upaya perlawanan terhadap sikap
Presiden Perancis yang menghina Islam. Seruan boikot tidak hanya datang dari
wilayah timur tengah, namun juga diserukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
sebagai wujud bela nabi. (Detik.com)
Namun, apakah hanya dengan boikot barang-barang Prancis dapat
membungkam mulut keji mereka? Atau dapat menghentikan perlakuan intoleran,
melecehkan dan menghina ajaran Islam juga Nabi? Tampak sejumlah negara
berpenduduk Muslim memboikot produksi Prancis. Hal itu menandakan masih adanya
‘nyawa’ bagi umat Islam menghadapi Barat dengan segala bentuk kebenciannya pada
Islam. Namun ini tidak akan ampuh menghentikan total penghinaan berulang
terhadap Nabi Muhammad Saw. Dapat dipastikan perang peradaban akan selalu terjadi. Antara
Sekulerisme dan Islam, mengingat kasus penistaan bukan hanya kali ini saja
terjadi. Sudah banyak ditemukan penghinaan kepada nabi, Al-Qur’an dan ajaran
yang dibawa beliau, tak hanya datang dari Perancis, namun juga dari
negara-negara penganut paham yang sama seperti Perancis.
Harus
diiringi dengan boikot terhadap sekularisme-liberalisme yang menjamin kebebasan
berpendapat hingga bebas menghujat ajaran Islam serta Nabi Muhammad. Boikot
demokrasi dan kapitalisme, sebagai biang kerok atas setiap tindakan penghinaan
serta pelecehan terhadap Islam dan umat Islam. Sesungguhnya inilah yang paling
berbahaya dari produk-produk Prancis yang tetap eksis di berbagai negeri
Muslim. Prancis yang merupakan negara bebal harus dilawan dengan boikot total,
“mengharamkan” segala ide-ide mereka di setiap negeri muslim. Karena sistem
Sekuler-Demokrasi ialah sumber peradaban Barat yang menghasilkan kerusakan bagi
manusia.
Jika hanya melakukan boikot barang-barang Prancis tanpa
menghancurkan peradaban Barat yang masih terus menyebarkan sekularisme,
liberalisme, demokrasi, dan kapitalisme, tentu hanya menjadi solusi parsial
tanpa menyentuh akar masalah. Maka, menghancurkan peradaban Barat menjadi
solusi fundamental untuk mengakhiri kebencian dan kekejian Barat terhadap
Islam. Boikot total berarti masyarakat tidak percaya lagi terhadap ideologi
gagal bernama kapitalisme. Praktiknya pun telah lenyap, khususnya sistem
politik dan ekonominya, turut juga bentuk-bentuk fisiknya pun ikut hancur yang
menjadi simbol kebanggaan sistem tersebut.
Inilah yang seharusnya kita
lakukan dengan segenap kesungguhan dan perjuangan. Bukan yang lain. Tanpa
basa-basi, tidak ada jalan tengah, kompromi atau pun moderasi. Tidak ada pula
dialog antar penguasa negara juga tidak ada pula titik temu antar peradaban. Karena
hanya akan menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan Barat, tersebab masih
banyak penguasa yang tunduk dan tidak bisa berkutik terhadap kekuatan Barat.
Ratusan abad silam, Islam telah
memberikan contoh bagaimana seharusnya negara bertindak terhadap pelaku
penistaan agama. Melalui institusi khilafah, yakni negara yang memiliki sistem
pemerintahan berdasarkan Syariat Islam, terbukti mampu menghentikan perilaku
tercela dari Perancis yang hendak melecehkan Rasul. Tatkala mereka ingin
menggelar drama teater yang berisikan tentang penghinaan kepada Nabi, maka pada
saat kabar itu terdengar sampai kepada Sultan Abdul Hamid, segera beliau
memberi peringatan kepada Perancis untuk membatalkan teater tersebut, jika tidak
maka Khalifah akan mengirimkan pasukkannya untuk menyerang perancis, karena
kala itu Khilafah adalah negara superpower, membentang luas hingga 2/3 bagian
dunia, sehingga memiliki ratusan ribu militer dengan dibekali ketakwaan yang
siap jihad di jalan Allah. Seketika itu Perancis tak berani berkutik, mereka
segera membatalkan pementasan tersebut.
Sejumlah riwayat menceritakan dengan tegas dan jelas tentang
sikap para Sahabat sekaligus Khalifah terhadap penghina Nabi Saw, antara lain,
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra memerintahkan untuk membunuh penghina
Rasulullah Saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud rahimahullah dalam Sunannya hadis ke 4.363. Dan
kisah ini juga diriwayatkan oleh An-Nasai, Al-Hakim, Ahmad, Al-Baihaqi,
Al-Humaidi dan Abu Ya’la rahimahumullah.
Inilah sikap para penguasa Islam dalam Khilafah
membungkam Negara bebal penghina Nabi. Tentu tak ada satu pun yang
berkutik di hadapan Khalifah dan kekuatan Khilafah. Berbeda kondisinya
disaat tidak ada Khilafah, para penguasa Muslim hanya mampu berikan kecaman dan
boikot barang-barangnya. Maka sudah seharusnya mengembalikan kemuliaan Islam
dengan menegakkan Khilafah.