Pemekaran Wilayah, Menjadi Solusi atau Menambah Masalah?


 
Oleh: Sri Yulia Sulistyorini, S. Si 
(Praktisi Pendidikan) 

Wacana pemekaran kembali muncul di berbagai wilayah, terutama di propinsi Jawa Barat. Telah lama hal ini digagas, namun tak kunjung terealisasikan. Seringkali ide ini kembali muncul saat menjelang atau mendekati Pilkada, dan kembali tenggelam ketika Pilkada usai. Namun, saat ini wacananya semakin menguat. Terlepas  dari siapa yang berkepentingan atau pihak yang paling diuntungkan, akankah pemekaran ini menjadi solusi dan memberi kemudahan bagi warga? Atau justru menambah masalah?

Di Indramayu, gagasan ini sudah didukung oleh Pemkab Indramayu dan dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2016-2021. " Ini merupakan keseriusan Pemkab Indramayu dalam memberikan dukungan terhadap pemekaran Kabupaten Ingat, " kata Asisten Pemerintahan (Asda I) Setda Indramayu, Jajang Sudrajat. Ciremaytoday.com, Jum'at (6 November 2020).

Realitas Potensi Pemekaran  di Indramayu

Indramayu Barat merupakan wilayah yang menjadi prioritas pemekaran di Jawa Barat. Surat Keputusan (SK) Bupati Indramayu juga sudah disyahkan, yaitu SK bernomor 136.05/Kep.66.A.1-Pem.Um/2015 tertanggal 30 Juli 2015. Sudah lima tahun berjalan sejak dikeluarkannya SK, dana operasional sudah dianggarkan untuk langkah-langkah persiapan lahan, sosialisasi, dan aktivitas lainnya. 

Wilayah Indramayu memang termasuk luas dan bervariasi, yaitu meliputi wilayah pesisir, pertanian, perdagangan dan kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Sumber mineral dan bahan tambang kerap ditemukan di beberapa wilayah sekitar pesisir. Area pertanian yang cukup luas membuat Indramayu terkenal dengan lumbung padi. Sementara, sektor perdagangan di Indramayu juga berpotensi berkembang karena akses yang tidak terlalu jauh dari Ibu kota.

Peluang Berkuasa adalah Hal yang Menggiurkan

Wilayah yang luas memang menjadi peluang untuk pemekaran. Jarak yang ditempuh dari satu ujung ke ujung lain wilayah Indramayu cukup jauh. Hal ini membuat banyak warga merasa kesulitan ketika mengurus berbagai keperluan di kota atau wilayah lain. Apalagi, urusan administratif yang sifatnya mendesak untuk segera diselesaikan. Dalam hal ini, warga memimpikan agar ibu kota daerah lebih dekat dan mudah dijangkau. 

Belum lagi, impian membangkitkan perekonomian sekitar kabupaten yang baru, semakin menambah nilai plus ketika desa disulap menjadi kota. Gaya hidup konsumtif dan hedonis juga bisa meningkat seiring perkembangan kota yang kian gemerlap. Infrastruktur yang serba baru dengan berbagai fasilitas yang memudahkan, akan mewarnai ibu kota impian. 

Makanya, pemekaran ini sepertinya sangat dinanti oleh banyak pihak. Terutama, para konglomerat dan pemilik modal akan membuka usaha baru dan juga berebut kursi birokrat. Kiranya, hal inilah yang sangat ditunggu-tunggu oleh calon pejabat. Pada akhirnya, peluang berkuasa adalah hal yang paling menggiurkan. Sehingga, wajar  para pemilik modal ini sangat menantikan peluang baru di wilayah baru yang akan mewarnai perhelatan ekonomi dan jabatan yang diidamkan. 

Kapitalisasi Mendominasi Perekonomian 

Harapan baru akan perkembangan sektor perekonomian, membuat warga siap-siap untuk mendapatkan kesempatan. Rakyat kecil di desa akan bersorak menyambut genderang perubahan ditabuh.  Seolah indah dan siapapun bisa menikmati keindahan kota impian. Namun, sadarkah warga siapa saja pemain-pemain yang akan menjadi pesaingnya? 

Pembangunan tata kota yang baru sudah pasti akan memerlukan dana yang besar. Pelaksanaan Pilkada di setiap masa yang baru pasti juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Dari mana calon pejabat akan mendapatkan modal kampanye kalau bukan dari pemilik modal atau konglomerat. Selanjutnya, kemudahan pasti didapatkan oleh kapitalis ini. Segala keinginannya akan dikabulkan oleh pejabat terpilih yang dibiayainya.

Memang benar, kemudahan akses akan diperoleh warga. Namun, jangan sampai warga terlalu berharap jika kelak akhirnya kecewa. Jangan sampai merana, jika harapan tidak sesuai kenyataan. Karena, sudah menjadi keniscayaan dalam sistem kapitalis-sekuler, bahwa yang kuat yang akan menang, yang lemah akan kalah. 

Ketika asas manfaat dijadikan patokan, maka keuntungan adalah tujuan utama. Tak peduli akan siapa yang menjadi korban, yang penting jalan mulus ada di hadapan. Halal haram tidak lagi menjadi pertimbangan, tapi segala cara akan dilakukan untuk meraih tujuan. Begitulah sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan.

Desentralisasi Bisa Menjadi Ancaman

Pemekaran wilayah akan membentuk pemerintahan dengan asas desentralisasi. Dengan asas ini, pemerintah daerah bisa membuat peraturan sendiri di daerahnya. Selain itu, pemekaran daerah juga berpotensi terjadinya perebutan aset daerah, konflik dalam penetapan ibu kota daerah, dan menjadi peluang menguasai sumber daya alam di wilayahnya. 

Bahkan, akan lebih parah lagi jika aset-aset daerah  dijual kepada asing. Sehingga, asing akan lebih leluasa menguasai sumber daya alam yang ada dan berpotensi turut campur mengendalikan perekonomian dan perpolitikan di daerah. Dan yang lebih membahayakan adalah potensi disintegrasi wilayah. 

Islam Mengutamakan Prinsip Persatuan 

Potensi disintegrasi akan muncul manakala daerah merasa bisa mengatur urusannya sendiri dan tidak perlu bergantung kepada pemerintah pusat. Apalagi, ketika kekayaan alam di daerah tersebut melimpah. Hal ini banyak terjadi dalam sistem demokrasi yang mengagungkan kebebasan dan hak asasi manusia. Daerah terdorong untuk memisahkan diri atas nama hak asasi manusia, hak menentukan nasib sendiri, dan berbagai alasan kebebasan. 

Beda halnya dengan Islam, Islam menerapkan aturan dalam sistem yang bersifat sentralisasi. Pemerintah pusat mengambil dan menetapkan aturan bagi seluruh wilayah dalam satu kepemimpinan. Tidak ada wilayah yang independen dari kekuasaan pusat, seperti sistem pemerintahan federasi. Seluruh keputusan dan kebijakan dikoordinir oleh pemerintah pusat. Sehingga, daerah tidak perlu terbebani dengan konflik akibat perbedaan pengambilan keputusan.

Sementara, dalam hal administratif dan pengelolaan urusan rakyat, Kepala negara boleh memberi wewenang kepada wali/gubernur untuk memerintah dan mengatur urusan rakyat. Hal ini pernah terjadi sepanjang penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah yang terbukti memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat, baik muslim maupun nonmuslim. 

Maka, sudah semestinya ummat Islam mengambil teladan dari Rasulullah SAW dan para khalifah setelahnya untuk menerapkan Islam secara kaffah agar kehidupan ini menjadi berkah. 
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَا تَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَ خَذْنٰهُمْ بِمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 96)

Wallahu A'lam Bisshowwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak