Omnibus Law Dalam Sorotan : Layakkah Pembangunan Rumah Ibadah Dipermudah ?



Oleh : Ummu Hanif, Pengamat Sosial Dan Keluarga

Omnibus law kembali dalam sorotan. Hal ini dikarenakan memang omnibus law mengandung beberapa pasal yang kontroversial, salah satunya adalah tentang ijin pendirian rumah ibadah. Dalam Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, pemerintah menghapus beberapa aturan dalam mendirikan bangunan, termasuk rumah ibadah. Ketentuan yang dihapus terkait pembangunan rumah ibadah tertuang dalam Pasal 8 hingga Pasal 14, salah satunya terkait persyaratan administratif.
 
Persyaratan administratif meliputi status hak atas tanah, izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Syarat-syarat administratif yang harus dipenuhi untuk membangun rumah ibadah adalah IMB yang didalamnya juga mencakup beberapa poin antara lain sertifikat hak atas tanah sehingga dengan dihapuskannya IMB, maka persyaratan tersebut dihilangkan. Jika dalam UU Ciptaker IMB dihapus dan digantikan dengan dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) maka dalam pembangunan rumah ibadah akan semakin mudah karena banyak perizinan yang dipangkas. Selain itu, jika dalam UU sebelumnya lokasi pembangunan rumah ibadah disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, maka dalam UU Ciptaker akan dilimpahkan kepada pusat. (www.medcom.id, 17/10/2020)

Jika kita perhatikan secara seksama, apabila ketentuan dan IMB dihapus maka akan membawa banyak dampak. Misalnya dari status hak atas tanah. Apabila status hak atas tanah tidak menjadi persyaratan untuk mendirikan bangunan, maka akan rawan terjadi persengketaan tanah. Karena status tanah tidak jelas kepemilikannya. Dan jika hal ini dibiarkan memungkinkan terjadinya pertikaian antar sesama.

Kemudian jika izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah dihapuskan, maka akan menyebabkan rasa terdzolimi dari pemegang hak tanah. Karena mungkin saja tanah tersebut sudah direncanakan kepemanfaatannya.

Selanjutnya jika Izin Mendirikan Bangunan(IMB) digantikan oleh Persetujuan Bangunan Gedung(PBG), ada beberapa poin yang dikemukakan oleh Anggota Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin. Pertama, pengawasan terhadap pendirian bangunan akan lebih sulit. Kedua, masyarakat tidak memiliki pedoman yang akan mereka gunakan bila IMB tidak ada lagi dan RDTT tidak ada. Ketiga, Pemda akan kehilangan pemasukan keuangan yang selama ini di dapatkan dari IMB. Bila pemasukan berkurang tentu saja proses pembangunan di daerah pun bisa terganggu. Zulfikar meminta pemerintah pusat harus lebih tegas kepada Pemda, untuk segera membuat RDTR di wilayahnya masing-masing, diberitakan didalam m.tribunnews.com (Kamis, 15 Oktober 2020)

Islam sebagai agama sekaligus sistem kehidupan yang sempurna, telah membahas tuntas seputar pendirian rumah ibadah. Yang mana ketika ingin mendirikan masjid harus dipastikan status kepemilikan tanah yang akan dibangun masjid. Selain itu juga dipastikan adanya izin dari pemilik tanah, bahkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau memberi peringatan untuk tidak melanjutkan pembangunan masjid yang dilakukan oleh gubernur mesir atas tanah orang Yahudi, karena tidak adanya keridhoan dari orang Yahudi tersebut.

Maka, masihkah kita semua meragukan kemampuan islam dalam berbuat keadilan? Belum saatnyakah kita berjuang Bersama demi tegaknya islam di dunia? Agar kedailan merata, tak pandang suku dan agama. 
Wallahu a;lam bi ash showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak