Oleh : Dara Millati Hanifah, S.Pd*
Menkeu (Menteri Keuangan) Sri Mulyani baru saja dinobatkan oleh majalah global market sebagai salah satu Menteri terbaik se-Asia Pasifik. Hal tersebut menuai pertanyaan dari berbagai pihak, pasalnya kondisi ekonomi Indonesia saat ini yang serba sulit, yang kemudian bertambah sulit dengan terjadinya pandemi.
.
Sebagaimana yang diungkap oleh Fadli Zon yang juga mempertanyakan perihal penghargaan yang diberikan kepada Menkeu (Menteri Keuangan) Sri Mulyani. "Sementara realitanya kita merasakan ekonomi kita semakin sulit" ujar Fadli Zon. Ditengah berbagai tanya tentang pengharapan tersebut, beliau kemudian mengambil kesimpulan bahwa Sri Mulyani memang merupakan Menteri terbaik, hanya saja bukan di mata masyarakat negeri ini, melainkan negara asing. (Tribunnespalu.com 17/10/2020).
.
Menurut yang diberitakan, penghargaan yang diberikan kepada Sri Mulyani adalah berkat prestasinya dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Penghargaan yang diraih yaitu sebagai Finance Minister of the Year for East Asia Pacific 2020. Selain itu, sebelumnya beliau telah memperoleh beberapa penghargaan lainnya. Diantaranya seperti Menteri Keuangan Terbaik Asia oleh Emerging Markets Forum di Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Singapura pada 2006. Bahkan Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga pernah dinobatkan sebagai Menteri Terbaik Dunia dalam World Government Summit di Dubai, Februari 2018.
.
Rancu rasanya jika kita melihat sejauh mana prestasi yang bersangkutan membawa dampak positif bagi negeri ini. Pasalnya, semenjak menjabat hingga hari ini, pembangunan ekonomi riil negeri tidak pernah mengalami pertumbuhan. Yang ada justru perkembangan laju investasi dan hutang yang terus meroket, menggerus aliran dana APBN hingga menyingkirkan pengeluaran rutin yang jauh lebih penting.
.
Tak akan pernah ada habisnya para petinggi diatas meminjam uang kepada negara yang berkuasa. Padahal utang negara kepada asing itu tidak diperbolehkan kecuali dalam kondisi yang sangat mendesak, itupun dengan berbagai persyaratan. Apalagi jika kita melihat sistematika riba yang ada didalamnya. Terdapat larangan yang keras dalam perihal ini di dalam Islam. Sungguh, dosa riba itu sangat besar.
.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا – وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) Dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisaa’: 160-161)
.
Pun telah ditetapkan dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwasannya ia menuturkan,
لعن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم آكل الربا وموكله وكاتبه وشاهديه، وقال: (هم سواء). رواه مسidak bisa dihindari. Mulai dari individu hingga negara. Lagi dan lagi, ini semua disebabkan karena sistem yang digunakan adalah kapitalisme. Dimana manfaat dan keuntungan jadi prinsip utama dalam kehidupan. Utang piutang tanpa adanya riba menjadi hal yang amat naif bagi mereka, sebab tidak ada keuntungan yang bisa diraup oleh si pemberi hutang.
.
Sedangkan Islam menjelaskan dengan gamblang terkait sistem keuangan yang seharusnya, dimana hutang tidak menjadi unsur dalam hal pendapatan negara. Islam pun telah melarang dengan jelas transaksi ribawi. Sungguh hanya kepemimpinan Islam lah yang sanggup mensejahterakan masyarakat, tanpa hutang, tanpa riba.
.
Wallahu 'alam bis shawwab
*(Pemerhati Pendidikan)
Ilustrasi yellow images
Tags
Opini