Oleh : Ummu Hanif, Pengamat Sosial dan Keluarga
Rabiul awal adalah bulan kelahiran baginda besar Rasulullah SAW. Seorang manusia mulia, yang telah Allah SWT sematkan dalam dirinya suri tauladan. Dialah yang mengubah masyarakat jahiliah menjadi masyarakat islam, yang penuh cinta dan bermartabat. Islam menghilangkan perbudakan yang tak berkeprimanusiaan, melarang keras budaya sadis mengubur bayi-bayi perempuan, membasmi praktek kotor mengurangi timbangan di pasar, pengundian nasib dan lain sebagainya.
Dalam lembaran siroh kita saksikan, perjalanan Rasul dan para sahabatnya dalam menyebarkan Islam, bukan tanpa rintangan. Cacian, hinaan hingga penyiksaan fisik telah menjadi darah perjuangan mereka. Namun, kecintaan mereka pada Allah telah meneguhkan hati-hati mereka, agar istiqomah di jalan dakwah. Hingga sampailah Islam ke tengah – tengah kita, kaum muslim akhir zaman. Dimana saat ini, memegang keimanan bagai menggenggam bara api. Seseorang tidaklah mungkin bisa memegang Islam, melainkan dengan memiliki kesabaran yang ekstra ditengah kesulitan hidup yang merongrongi keimanan mereka.
Robi’ul Awwal, bukan hanya bulan kelahirannya manusia mulia Rosulullah SAW, bulan ini pun adalah bulan kesedihan terdalam umat muslim, karena wafatnya beliau. Bahkan seorang Umar bin Khatab, tak percaya akan kabar meninggalnya Rasulullah SAW. Hingga Abu Bakar membacakan surat yang menyadarkan Umar, bahwa Rasul adalah seorang manusia yang kematiannya telah dicatat di lauful mahfudz.
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul. Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang maka dia tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada Allâh sedikit pun. Dan Allâh akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”. [Ali ‘Imrân/3:144]
Allah telah memberi dua pilihan kepada umat muslim saat itu, tetap teguh dengan keislamannya atau berbalik kebelakang dengan maksud meninggalkan agama ini. Sungguh berpalingnya mereka dari agama Allah, tak akan mampu menghancurkan agama ini. Islam akan terus hadir dan tumbuh melalui tangan para penjaga Islam yang terpercaya. Merekalah orang yang mendedikasikan hidupnya untuk menolong agama Allah. Maka jangan heran terhadap para ulama yang tak takut di penjara, hanya karena menyampaikan kebenaran. Bahkan, nyawa pun akan mereka korbankan demi tersampaikannya syariat Allah SWT. Dan itulah sejatinya cinta, tidak hanya sekedar berhenti di mulut, tapi dimanifestasikan sampai perbuatan nyata.
Bercermin kepada Rasulullah SAW yang telah memberikan contoh sempurna, bagaimana manusia menjalankan kehidupannya. Sejak beliau hijrah ke Madinah, maka dimulailah penerapan islam dalam segala aspek kehidupan. Rasul telah mendeskripsikan dari mulai tata cara beribadah, sampai tatacara bernegara. Kesemuanya harus diterapkan dengan sempurna, agar kehidupan umat manusia berlimpah keberkahan dari sang penggenggam turbin semesta, Allah SWT.
Oleh karena itu, marilah kita memaknai maulid nabi dengan makna sebenar-benarnya, bukan hanya seremonial terhadap kelahirannya. Harus lahir kecintaan yang semakin tinggi pada Allah dan Rasulnya. Mencintai Nabi dengan segenap hati. Karena sesungguhnya, mencintai nabi adalah mencintai seluruh syari’at yang diajarkannya. Mencintai nabi adalah mencintai mereka para ulama yang menyampaikan ajaran Nabi, bukan malah membenci ataupun mengkriminalisasi.
Wallahu a’lam bi ash showab.