Oleh : Susi Herawati
(Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah)
Rancangan Undang-Undang Minuman Alkohol yang sedang dibahas di Badan Legislatif DPR menuai kontroversi dari berbagai fraksi. Fraksi Golkar dan fraksi PDI Perjuangan mengisyaratkan bakal menolak Rancangan Undang-Undang Minuman Beralkohol. Ketua kelompok fraksi Golkar di Baleg Firman Soebagyo mengatakan RUU Larangan Minuman Beralkohol ini telah dibahas sejak DPR periode 2014-2019 namun pembahasannya mentok lantaran perbedaan pendapat DPR dan pemerintah. Pemerintah mempertahankan terkait pengaturan, tetapi pengusul tetap kukuh terhadap pelarangan, ujar Firman pada kamis 12 Nopember 2020.
Firman mengingatkan ada persoalan keberagaman yang perlu diperhatikan. Ia mengatakan minuman beralkohol pun digunakan di daerah atau agama tertentu untuk kepentingan ritual seperti Bali, Papua, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur hingga Sulawesi Utara. Firman mengusulkan pimpinan Badan Legisasi untuk berkomunikasi terlebih dahulu dengan pemerintah, terkait RUU yang akan masuk prolegnas 2021 ini. Ia beralasan agar RUU yang diusulkan DPR sejalan dengan yang menjadi perhatian dan fokus pemerintah. (tempo.co.id, 13/11/2020)
Senada dengan Firman, ketua kelompok fraksi PDIP di Baleg DPR, Sturman Panjaitan meminta pengusul jeli dalam memperhatikan keberagaman di Indonesia.
DPR kembali menggulirkan Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol dengan dalih untuk menciptakan ketertiban dan menaati ajaran agama.
Anggota PPP sebagai salah satu pengusung RUU Minol, Illiza Sa'adudin Djamal berpendapat aturan itu penting demi menjaga ketertiban. Minuman dapat merusak kesehatan dan berakibat fatal terhadap hilangnya akal. Dalam kondisi mabuk akan banyak kasus pemerkosaan dan kematian, kecelakaan lalu lintas dan kasus-kasus lainnya yang berakibat fatal.
Pengaruh racun mematikan pada munuman keras cukup bervariasi ketika kadar kandungannya bercampur dalam darah. Berhubung jika kadar kandungannya dalam darah mencapai 20-90% maka racun ini dapat menyebabkan perubahan rasa tubuh, hilangnya keseimbangan otot, gejolak perasaan dan stres pada si peminumnya.
Namun disisi lain, data Kementrian Keuangan menunjukkan cukai minuman keras berkontribusi pada perekonomian negara dengan nilai 7.3 triliun pada tahun 2019. Lagi-lagi sistem kapitalisme ini hanya mengutamakan nilai materi.
Berbeda dengan Islam. Islam melarang minuman keras termasuk bir bukan hanya pada kepada pelaku peminumnya saja tetapi juga pada ptodusen dan pengedarnya. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. Al-Maidah ayat 90 yang artinya;
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."
Dan QS. Al- Maidah ayat 91 yang artinya;
"Dengan minuman keras dan judi itu setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat maka tidakkah kamu mau berhenti?"
Al-Quran secara tegas menjelaskan bahwa minuman keras adalah sesuatu yang harus kita hindari. Karena minuman keras dapat menimbulkan permusuhan, kekerasan, kejahatan dan kecelakaan. Dalam keadaan mabuk, peminum tidak sadarkan diri sehingga tidak dapat mengontrol dirinya.
Larangan tersebut bukan hanya ditujukan kepada yang meminumnya saja tetapi kepada semua yang terlibat dalam aktivitas yang berkaitan dengannya. Sebagaimana sabda Rasullullah Saw. yang artinya;
"Allah mengutuk minuman keras, peminumnya, pemberi minum, penjualnya, pemerasnya pengantarnya." (Hadist diriwayatkan oleh Abu Daud melalui sahabat Nabi Ibnu Umar)
Agama Islam merupakan agama yang sempurna, semua hal dalam kehidupan telah diatur oleh Allah Swt. termasuk halal-haramnya makanan dan minuman. Allah Swt. menghalalkan semua makanan dan minuman yang mengandung mashlahat dan manfaat bagi manusia. Sebaliknya, Allah Swt. mengharamkan semua makanan dan minuman yang menimbulkan mudharat atau keburukan bagi manusia. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesucian dan kebaikan hati, akal, ruh dan jasad manusia yang konsekuensinya menyesuaikan seluruh amal dan perbuatannya dengan peraturan yang bersumber dari Allah Swt. dan dilandasi oleh kesadaran manusia terhadap hubungannya dengan Allah Swt.
Wallahu'alam bishawab.
Tags
Opini