Oleh: Khusniahummi
Pesta besar demokrasi hampir setiap tahunnya digelar, baik dalam pemilihan presiden , gubernur, kepala daerah sampai pemilihan lurah. Mengapa dalam system demokrasi penuh dengan pesta rakyat? Karena demokrasi bisa dikatakan sebagai sebuah sistem yang baik jika rakyat bisa ikut andil dalam pemilihan wakil-wakil mereka untuk memimpin negeri.
Sayangnya, untuk menarik pemerolehan massa dan suara, para penguasa mengambil jalan apapun yang lekat dengan masyarakat, bukan dari hati nurani yang sepenuh hati untuk memimpin pribumi. Pemerolehan suara hanya dijadikan komoditas untuk menarik simpatisan pendukung sementara. Termasuk pencitraan berkedok agama.
Faktanya banyak penguasa yang tiba-tiba berduyun-duyun menyambangi pondok pesantren, universitas islam maupun sekolah-sekolah islam demi membentuk citra dan branding diri di masyarakat demi menarik suara pemilu. Walaupun kita tahu orang tersebut menjadi agamis tanpa peduli sebelumnya islam ktp atau bahkan atheis.
Menengok negara kapitalisme induk demokrasi yang diusung sebagai sistem pemerintahannya yang baru saja melaksanakan pemilu. Persaingan ketat antara dua kubu yang saling menyindir satu sama lain. Dalam kesempatan kali ini Presiden terpilih AS ke 46 Joe Biden mengutip sebuah hadis unttuk menyindir lawannya sekaligus untuk memperoleh dukungan kaum muslimin walaupun kita tahu ia adalah seorang Katolik. Bagaimana di negara kita? Tentu sangat banyak fenomena-fenomena serupa yang akan kita dapati menjelang pemilu mendatang.
Apapun bisa terjadi dalam sistem demokrasi. Apapun bisa dilakukan untuk mendapatkan kursi. Karena semuanya dilindungi atas nama regulasi. Berbeda dengan islam sebagai sebuah sistem dan regulasi. Seseorang dipilih karena loyalitas dan kepercyaan masyarakat terhadapnya bukan loyalitas masyarakat yang dicari-cari untuk mendapatkan kursi. Tidak ada kontestasi bertabur sembako atau uang suap yang hanya dibagikan sebelum pemilihan. Islam tidak akan memberi celah kecurangan dalam bentuk apapun termasuk manipulasi suara atau suap di masyarakat. Karena masyarakat islam selalu ditanamkan syu’ur islami jauh dari perbuatan yang dapat menjerumuskan mereka kepada sebuah keharaman. Dan mereka tidak akan pernah mau menukar suara maupun hati nurani mereka dengan uang atau sembako sesaat saja.