Oleh: Siti Maisaroh, S. Pd. (Relawan Opini dari Konsel).
Limbah ikan teri UD Bintang Laut hantui warga Desa Tanjung Tiram Kecamatan Moramo, Konsel (Konawe Selatan). Dimana aktifitasnya yang membuat masyarakat setempat mengeluh dengan bau busuk yang diduga dikeluarkan oleh UD Bintang Laut itu.
Inisial S salah satu warga Desa Tanjung Tiram mengatakan bahwa dirinya bersama warga sekitar sering mengalami muntah-muntah karena tak bisa tahan bau yang sering dikeluarkan dari limbah ikan teri UD Bintang Laut itu. “Kami rencananya akan melakukan aksi. Cuma kami masih melakukan negoisasi dengan pemiliknya dengan dimediasi Kepala Desa dan Bhabinkamtibmas untuk dicarikan solusi. Kami berharap aktifitas pembuatan ikan teri ini dihentikan meskipun sampai sekarang belum ada hasil kesepakatan,” terangnya, (Selasa, 3/11/2020 kabarkonsel).
Dapat kita bayangkan, betapa tidak nyamannya rakyat yang berada disekitaran lokasi pabrik. Bau busuk itu juga tentu telah merusak kemurnian udara. Hingga mereka harus menghirup udara yang kotor dan berbau menyengat itu. Kesehatan mereka pun terancam.
Dalam sistem kapitalisme, adanya sebuah perusahaan banyak yang merusak lingkungan tanpa adanya sanksi tegas dari negara. Hal ini dianggap biasa, padahal rakyatlah yang menerima bahaya.
Bahkan, banyak diantara perusahan-perusahaan ataupun tambang-tambang yang merusak lingkungan sekitar. Hal ini akibat negara berlepas tangan dari tangungjawabnya sebagai pengawas dan pelindung.
Demi memuaskan para investor, demi pendapatan negara, para penguasa telah mengorbankan nasib rakyat kecilnya.
Jauh berbeda dengan sistem Islam yang memberikan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh masyarakatnya. Pengelolaan perusahaan ataupun tambang tidak diperbolehkan mencemari lingkungan. Semua dijalankan dengan menimbang kemaslahatan bersama. Tentunya nasib rakyatlah yang utama.
Karena penguasa/pemimpin dalam Islam sangat paham bahwa nasib rakyat adalah tanggung jawabnya yang kelak akan di hisab dengan pengadilan akhirat. Waallahu 'alam bishowab.