KIAN MARAKNYA KEKERASAN ANAK, EFEK DOMINO KAPITALISME




Oleh: Ratna Az Zahra

Anak adalah salah satu aset yang berharga bagi keluarga dan negara, tapi apa jadinya jika anak yang seharusnya kita sayangi dan kita lindungi dijadikan alasan sebagai beban hidup. Tak ayal saat ini marak terjadi kekerasan pada anak, terlebih kondisi pandemi Covid-19. Angka kekerasan anak cenderung meningkat, seperti yang diberitakan oleh media.


Ratna Az Zahra


Suara.com 20/7/2020 melansir, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementerian Kesehatan, Fidiansjah mengungkapkan bahwa 73 persen anak Indonesia mengalami kekerasan saat berada di rumah selama masa pandemi virus Corona Covid-19.
Fidiansjah merinci 73 persen itu terbagi menjadi dua bentuk kekerasan, yakni 11 persen kekerasan fisik dan 62 kekerasan verbal dari 79,5 juta anak atau 30,1 persen penduduk indonesia. "11 persen anak mengalami kekerasan fisik karena proses belajar mengajar yang tidak lazim dan 62 persen anak mengalami kekerasan verbal, jadi ini menggambarkan betapa tinggi persoalan kesehatan jiwa pada anak remaja kalau tidak tidak diantisipasi dengan cepat," kata Fidiansjah dalam diskusi dari BNPB, Jakarta, Senin (20/7/2020).
Selain itu, masih ada anak-anak yang kesulitan belajar dari rumah karena tidak memiliki akses internet atau sarana belajar online yang baik.
"Selama proses belajar masa PSBB ini hanya 68 persen yang punya akses terhadap jaringan, berarti 31 persen tidak mendapatkan sarana tersebut," jelasnya.
Fidiansjah menegaskan, meski 68 persen sudah memiliki sarana belajar online, mereka masih mengalami masalah seperti jam belajar yang tak terkontrol hingga sulit memahami instruksi guru.
"Dia harus mengalami proses belajar sendiri, dan itu menimbulkan suatu dampak 37 persen anak tidak bisa mengetahui waktu belajar, karena tadinya rutin belajar lalu dia harus belajar mandiri. 30 persen anak kesulitan mengalami kesulitan pelajaran, 21 persen anak tidak memahami instruksi guru," kata dia.
Dampak psikososial lainnya dari pandemi Corona terhadap anak antara lain, 47 persen bosan tinggal di rumah, 35 persen anak khawatir ketinggalan pelajaran, 34 persen anak takut terkena Covid-19, 20 persen merindukan bertemu teman-teman, 15 persen merasa tidak aman, dan 10 persen anak khawatir tentang penghasilan orang tua.
Bahkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mencatat per 19 Juli 2020 ada 7.008 kasus (8,1 persen) anak Indonesia sudah terinfeksi Covid-19, 8,6 persen dirawat, 8,3 persen sembuh, 1,6 persen di antaranya meninggal dunia.

Sudah sangat jelas sekali bahwa kekerasan pada anak terjadi bukan hanya karna masalah keluarga saja, tapi karna tidak adanya penanganan negara yang jelas akan hak-hak bagi seorang anak. Bila kita dicermati program pemerintah lebih banyak mengembalikan tanggung jawab perlindungan anak dari kekerasan kepada orang tua dan keluarga. Tanggung jawab pemerintah seolah cukup mewujudkan dengan pemberian sanksi yang lebih berat pada pelaku kejahatan dan pemberian fasilitas agar korban kekerasan mendapatkan bantuan pengobatan dan pemulihan kondisi mental. Ditambah lagi banyak kebijakan yang kontradiktif dan kontraproduktif dengan misi perlindungan anak. Kemudian memunculkan solusi dengan cara merevisi perundang-undangan anak atau menggagas peraturan baru. Padahal sejujurnya itu bukan solusi terhadap kekerasan anak. 

Sejatinya solusi yang dibutuhkan adalah perubahan sistem yang mendasar. Yaitu dengan menegakkan khilafah Islam, karena Islam memiliki mekanisme perlindungan pada anak yang sistemis, lewat berbagai peraturan.

Pertama, Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan kerja yang layak agar setiap kepala keluarga dapat bekerja dan mampu menafkahi keluarganya. Sehingga tidak ada anak yang telantar, krisis ekonomi yang memicu kekerasan anak oleh orang tua yang stres bisa dihindari, para ibu akan fokus menjalankan fungsi keibuannya dalam mengasuh, menjaga, dan mendidik anak karena tidak dibebani tanggung jawab mencari nafkah.

Kedua, negara menetapkan kurikulum berdasarkan akidah Islam yang melahirkan individu bertakwa. Salah satu hasil dari pendidikan ini adalah kesiapan orang tua menjalankan salah satu amanahnya yaitu merawat dan mendidik anak-anak, serta mengantarkan mereka ke gerbang kedewasaan.

Ketiga, Negara juga menerapkan sistem sosial yang akan menjamin interaksi yang terjadi antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan ketentuan syariat.
Perempuan diperintahkan untuk menutup aurat dan menjaga kesopanan, serta menjauhkan mereka dari eksploitasi seksual, larangan khalwat, larangan memperlihatkan dan menyebarkan perkataan, serta perilaku yang mengandung erotisme dan kekerasan serta merangsang bergejolaknya naluri seksual. Dapat dipastikan ketika sistem sosial Islam diterapkan tidak akan memunculkan gejolak seksual yang liar memicu kasus pencabulan, perkosaan, serta kekerasan pada anak.

Keempat, media massa juga berperan menginformasikan sesuatu yang berguna untuk membina ketakwaan dan menumbuhkan ketaatan pada Allah SWT. Apa pun yang akan melemahkan keimanan dan mendorong terjadinya pelanggaran hukum syara’ akan dilarang keras.

Kelima, negara memberikan hukuman tegas terhadap pelaku kejahatan, termasuk orang-orang yang melakukan kekerasan dan penganiayaan anak. Hukuman tegas akan membuat jera pelakunya dan mencegah orang lain melakukan kemaksiatan yang sama. Pemahaman yang menyeluruh terhadap hukum-hukum Islam menjadi salah satu benteng yang akan menjaga anak terjebak pada kondisi yang mengancam dirinya.
Masyarakat juga wajib melindungi anak-anak dari kekerasan dengan melakukan amar makruf nahi mungkar. Tidak akan membiarkan kemaksiatan terjadi di sekitar mereka.
Negara juga tak luput dari kontrol masyarakat, jika ada indikasi negara abai terhadap kewajibannya berdasarkan aturan Islam, maka masyarakat akan mengingatkannya.

Penyebab utama kian maraknya kekerasan pada anak tidak lain efek dari penerapan kapitalisme, penyebaran budaya liberal, serta politik demokrasi. Sudah seharusnya menghilangkan sumber masalah utama yakni kapitalisme dengan menerapkan Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah. Sebab Khilafah Islamiyah akan menjamin keberlangsungan hidup manusia, sejahtera, serta aman dari segala tindakan kekerasan pada setiap individu rakyatnya.

Segera buang jauh-jauh sistem rusak dan merusak sendi-sendi kehidupan manusia yaitu kapitalisme-liberalisme. Ganti dengan sistem Islam yang menenangkan jiwa serta menjaga anak-anak kita dari berbagai bahaya yang mengancam. Wallahu a'lam bish shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak