Oleh : Irma Damayanty Djabar, S.Pd (Muslimah Kendari)
Tepat sebelum kaum muslim memperingati Maulid Nabi SAW, umat Islam dikejutkan oleh pernyataan Presiden Perancis pemberi restu penghinaan kepada Rasulullah SAW, suri tauladan kaum muslim. Seruan boikot terhadap semua produk Perancis pun bermunculan sebagai reaksi atas sebutan kata-kata Presiden Emmanuel Macron terhadap kematian seorang guru “teroris Islam”. Macron juga mengatakan, menggambarkan Nabi Muhammad SAW sebagai kartun bukan hal yang salah (Sripoku.com).
Tak hanya seruan boikot dan berbagai kecaman yang terus digaungkan, berbagai aksi pun terus bergulir dalam rangka aksi pembelaan terhadap Rasulullah SAW. sebagai bentuk ketidakridhoan kaum muslim saat sosok Nabi yang kita cintai dihina oleh Presiden Perancis, kafir laknatullah.
Boikot Total, Boikot Seluruh Ide Produk Perancis
Bukan pertama kalinya Perancis menghina Islam. Pada tahun 2015, majalah Charlie Hebdo yang berpusat di negara ini pernah mencetak ulang karikatur Nabi Saw yang berakhir dengan penyerangan kantor majalah tersebut.
Dengan dalih kebebasan berekspresi, Majalah Satire itu kerap memprovokasi umat Islam. Berulang kali Islam dilecehkan, dihina, dan diolok-olok. Berulang kali pula negeri muslim mengecam, mengutuk, dan memboikot. Sampai sekarang mereka tetap baik-baik saja. Malah bertambah arogansinya. Tak merasa salah dan enggan meminta maaf. Semua berlaku atas nama kebebasan.
Meski demikian, kita patut mengapresiasi respons umat yang marah karena Nabi SAW dihina. Tampak sejumlah negara berpenduduk Muslim memboikot produksi Perancis. Hal itu menandakan masih adanya ‘nyawa’ bagi umat Islam menghadapi Barat dengan segala bentuk kebenciannya pada Islam.
Namun, ini tidak akan ampuh menghentikan total penghinaan berulang terhadap Nabi Muhammad Saw. Haruslah diiringi dengan boikot terhadap paham Demokrasi-Sekulerisme yang menjamin kebebasan berpendapat hingga bebas menghujat ajaran Islam serta Nabi Muhammad.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh KH. Rochmat S. Labib, “Perancis adalah negara paling sekuler di Eropa, dari trias politica, Montesque dan lain sebagainya yang intinya rakyat yang membuat hukum”. Betul, bahwa Sesungguhnya ide inilah yang paling berbahaya dari produk-produk Prancis yang tetap eksis di berbagai negeri Muslim. Perancis yang merupakan negara penghina Nabi harus dilawan dengan boikot total, “mengharamkan” segala ide-ide mereka di setiap negeri muslim. Karena sistem Demokrasi-Sekulerisme ialah sumber peradaban Barat yang menghasilkan kerusakan bagi manusia.
Peradaban Barat yang dimaksud ialah secara ideologis bukan geografis. Maka dari itu, peradaban Barat tidak hanya ditemukan di Barat (AS dan Eropa) tapi juga di berbagai negeri Muslim yang masyarakatnya mengambil dan menerapkan ide sekularisme, pragmatisme, juga hedonisme.
Jika hanya melakukan boikot barang-barang Prancis tanpa menghancurkan peradaban Barat yang masih terus menyebarkan sekularisme, liberalisme, demokrasi, dan kapitalisme, tentu hanya menjadi solusi parsial tanpa menyentuh akar masalah. Maka, menghancurkan peradaban Barat menjadi solusi fundamental untuk mengakhiri kebencian dan kekejian Barat terhadap Islam.
Khilafah Membungkam Negara Penghina Nabi
Boikot total terhadap seluruh produk Perancis, terutama produk pemikiran/ide/peradaban mereka, yakni peradaban Barat, haruslah dilakukan tanpa basa-basi, tidak ada jalan tengah atau kompromi. Tidak ada pula dialog antar penguasa negara juga tidak ada pula titik temu antar peradaban. Mengapa tidak ada kompromi pada negara bebal yang merupakan bagian dari Peradaban Barat?
Pertama, kompromi artinya ialah mengingkari karakter dasar peradaban Islam yang sudah ditetapkan Allah SWT akan mendominasi dan mengalahkan semua agama dan peradaban yang ada.
Firman Allah SWT, “Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci.” (QS ash-Shaff [61] : 9)
Kedua, kompromi artinya ialah mengingkari konfrontasi permanen antara yang hak dan batil. Islam menegaskan bahwa yang hak akan selalu menghancurkan yang batil, bukan saling berdamai dan berkompromi. Firman Allah SWT,
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 42)
Ketiga, kompromi itu ialah sebuah ketidakadilan dan pernyataan kalah di bawah penindasan peradaban Barat yang kafir. Karena peradaban Barat telah mencengkeram dunia bagaikan seorang perampok durjana yang telah nyata merampok harta, menduduki rumah, serta membunuh anggota keluarga dari kaum Muslim. Penghinaan dan pelecehan pada ajaran Islam juga Nabi pun terus berulang yang hanya berakhir pada kecaman dan boikot yang bersifat parsial.
Walhasil, peradaban Barat hanya mampu ditandingi oleh terwujudnya peradaban Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah, sebuah peradaban yang memanusiakan manusia, mampu membungkam para penghina Nabi.
Sejumlah riwayat menceritakan dengan tegas dan jelas tentang sikap para Sahabat sekaligus Khalifah terhadap penghina Nabi Saw, antara lain, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra memerintahkan untuk membunuh penghina Rasulullah Saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud rahimahullah dalam Sunannya hadis ke 4.363. Dan kisah ini juga diriwayatkan oleh An-Nasai, Al-Hakim, Ahmad, Al-Baihaqi, Al-Humaidi dan Abu Ya’la rahimahumullah.
Lalu, Khalifah Umar bin Kaththab ra yang terkenal sebagai Sahabat Nabi Saw tegas juga pemberani. Sebagai Khalifah yang adil beliau pernah mengatakan, “ Barangiapa mencerca Allah atau mencaci salah satu Nabi, maka bunuhlah ia!”. Atsiar ini diriwayatkan oleh Al-Karmani rahimahullah yang bersumber dari Mujahid rahimaihullah.
Inilah sikap para penguasa Islam dalam Khilafah membungkam Negara penghina Nabi. Tentu tak ada satu pun yang berkutik di hadapan Khalifah dan kekuatan Khilafah. Berbeda kondisinya disaat tidak ada Khilafah, para penguasa Muslim hanya mampu berikan kecaman dan boikot barang-barangnya. Maka sudah seharusnya mengembalikan kemuliaan Islam dengan menegakkan Khilafah.
Dalam Khilafah keberadaan multikultur dalam masyarakat Islam terjaga dengan harmonis. Hal ini karena Allah SWT berfirman,
“Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam…” (QS Al Baqarah [2]: 256)
Itulah yang menjadikan nonmuslim aman hidup dalam Daulah Islam. Meskipun demikian, kepada mereka tetap disampaikan dakwah Islam lewat penerapan syariat Islam dalam negara sehingga mereka merasakan keagungan Islam.
Khilafah menerapkan aturan bahwa warga negara Daulah Islam yang non-Muslim disebut dzimmi, yang berarti “mendapat perlindungan dan keamanan”. Negara harus menjaga dan melindungi keyakinan, kehormatan, akal, kehidupan, dan harta benda mereka. Sebagai warga negara Daulah, mereka berhak memperoleh perlakuan yang sama. Kedudukan ahlu dzimmah diterangkan Rasulullah Saw,
“Barang siapa membunuh seorang mu’ahid (kafir yang mendapatkan jaminan keamanan) tanpa alasan yang hak, maka ia tidak akan mencium wangi surga, bahkan dari jarak empat puluh tahun perjalanan sekali pun.” (HR Ahmad)
Khilafah berhasil menjaga kerukunan antarumat manusia tetap berada dalam batasan syariat. Tercipta keharmonisan hidup berdampingan antarpemeluk agama. Segala bentuk kebencian dan perlakuan keji minim terjadi, karena Khalifah menegakkan keadilan dan menjamin keamanan. Wallahu a’lam.