Oleh: Umm Dinar
Joe Biden sekarang adalah presiden terpilih Amerika Serikat dan Senator Kamala D. Harris dari California ditetapkan untuk menjadi wanita dengan peringkat tertinggi dalam eksistensi negara selama 244 tahun, menjadi Wakil Presiden AS perempuan pertama. Pendukung Biden berkumpul untuk merayakan ke menangani ini di kota-kota di seluruh negeri. Biden meraih 290 suara elektoral mengalahkan Trump yang hanya meraih 214 suara elektoral. Ia dibanjiri ucapan selamat dari para pemimpin negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Hanya Rusia, Cina, dan Turki yang absen mengucap selamat. Pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Biden-Haris dianggap mewakili warna AS yang plural.
Janji Joe Biden kepada umat Islam jika terpilih dan sah menjadi Presiden Amerika Serikat 2020 akan memperlakukan Islam semestinya. Hal ini terungkap lewat pidato Joe Biden yang diunggah di kanal YouTubenya yang mengatakan akan memperlakukan Islam seperti agama lainnya. “Saya berjanji kepada Anda sebagai presiden, Islam akan diperlakukan sebagaimana mestinya, seperti keyakinan agama besar lainnya. Saya sungguh-sungguh bersungguh-sungguh," kata Joe Biden. Tidak hanya sebatas janji, ada hal yang mengejutkan bagi seluruh umat Islam, yaitu dirinya saat melakukan pidato dengan mengutip hadis Nabi Muhammad SAW. "Hadist Nabi Muhammad memerintahkan siapa pun di antara kamu melihat kesalahan biarkan dia mengubahnya dengan tangannya jika dia tidak mampu, maka dengan lidahnya jika dia tidak mampu, maka dengan hatinya," kata Biden dikutip dari RRI.
Biden sesumbar akan lebih memperhatikan umat Islam. Ia berjanji akan mengisi jajaran stafnya dari kaum muslim. Dalam acara online yang dipandu Emgage Action, Biden memuji Islam dan mengatakan Islam adalah salah satu agama terbaik. Benarkah Biden akan membawa harapan baru bagi umat Islam?
Joe Biden dan Kamala Harris adalah bagian dari pelaku politik Amerika. Dan satu hal yang pasti dalam perpolitikan di Amerika bahwa kebijakan negara tidak ditentukan oleh peròrangan. Bukan Presiden, apalagi ketua partai. Amerika adalah negara dengan sistem kenegaraan yang solid. Yang menentukan wajah negara dan bangsa adalah sistem. Dan karenanya, hendaknya dipahami oleh semua pihak bahwa kebijakan (rezim) pemerintahan satu dan yang lain tidak akan banyak berubah secara mendasar (fundamental) kecuali jika memang terjadi perubahan (sistem) pemerintahannya secara mendasar.
Kalau dicermati secara obyektif, Biden sebagai pemimpin AS tentu akan berpijak pada tatanan politik dan ekonomi kapitalisme yang telah menjadi sistem baku di AS. Sistem Kapitalisme sendiri telah menimbulkan problem serius di dalam negeri AS sendiri. Lalu politik luar negeri AS yang juga bertumpu pada sistem Kapitalisme ini, terbukti telah menimbulkan malapetaka dan kerusakan di Dunia Islam.
Jelaslah bahwa AS adalah negara pengemban ideologi kapitalisme. Ideologi ini disebarkan ke negeri-negeri muslim demi menjalankan misi politik luar negerinya. Imperialisme sebagai metode khas bagi ideologi kapitalisme adalah jati diri AS yang sesungguhnya. Jika nantinya Biden memimpin, hal itu tak akan membawa perubahan berarti bagi kaum muslim. Dalam hal konflik di Timur Tengah, Biden menyatakan tidak akan mengadopsi kebijakan pemerintahan Trump terhadap pendudukan Israel di Tepi Barat. Meski demikian, kebijakan luar negeri AS tidak akan berubah, yaitu komitmennya menjaga hubungan dekatnya dengan Israel. Mau Biden atau Trump, Palestina tetap terjajah. Negeri muslim tetap dalam cengkeraman imperialisme kapitalis seperti AS. Gaya kepemimpinan boleh beda, Biden membawa style yang lebih “Soft” dibandingkan Trump yang keras. namun wajah ideologinya tetaplah sama. Mental kolonial sudah mendarah daging di tubuh negara pengemban kapitalisme tersebut. Sikap AS terhadap Israel akan selalu sama, yaitu konsisten berdiri membela kepentingan Israel di tanah Palestina
Pada faktanya, Biden bukanlah harapan baru bagi umat Islam. Obama, Trump, atau Biden hanyalah pion dalam menjalankan kebijakan politik luar negeri AS yang bersandar pada ideologi kapitalisme mereka. Lantas, bagaimana harapan baru bagi umat Islam sendiri? Problematika yang menimpa kaum muslim adalah masalah umat Islam. Di mana masalahnya? Yakni saat umat tak memiliki visi misi yang sama dalam membangun kembali peradaban Islam. Ketika pemikiran dan perasaan umat belum dipersatukan oleh kekuatan politik Islam. Menggantungkan harapan Islam kepada AS dan Barat sama halnya memberi angin segar bagi negara imperialis tersebut untuk memainkan peran dan kepentingan mereka. Umat tidak boleh teperdaya janji manis mereka.
Akhirnya, memang umat Islam membutuhkan kekuatan politik real yang secara ideologis dan praktis bisa mengimbangi kekuatan AS, dan itu tidak lain adalah Khilafah Islamiyah. Di bawah naungan institusi politik global Khilafah Islamiyah penyatuan potensi umat Islam -penduduk, militer, sumber daya alam, potensi geografis dan sebagainya -bisa diwujudkan sebagai kekuatan adidaya baru dunia. Saat itulah hegemoni AS secara milter, ekonomi, dan politik di Dunia Islam akan bisa diakhiri sepenuhnya. Wallahu A’lam Bish Showab.