Kembali Sekolah Di tengah Pandemi?



Oleh: Surya Ummu Fahri

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengizinkan pemerintah daerah untuk memutuskan pembukaan sekolah di semua zona per Januari 2021 (http://www.Cnnindonesia.com, 20/11/2020). Setali tiga uang, komisi X DPR mendukung pemerintah membuka sekolah pada Januari 2021. Tentu saja, kebijakan ini artinya sekolah harus dengan protokol kesehatan yang ketat. Dengan syarat memiliki bilik desinfektan, sabun cuci tangan, wastafel, mampu melakukan physical distancing, dan menggunakan masker. Dengan lama jam pelajaran maksimal 3 sampai 4 jam. Masuk sekitar 2 sampai 3 kali seminggu.

Pertimbangan ini diambil karena di beberapa daerah selama pandemi benar-benar tidak bisa belajar karena sekolah ditutup, tidak memiliki jaringan yang memadai, dan lain sebagainya. Sesuai dengan laporan terbaru terkait pendidikan di Indonesia akan muncul ancaman Loss learning atau kehilangan masa belajar sebagian besar peserta didik Indonesia. Bahkan banyak yang telah putus sekolah. Berdasarkan laporan bahwa jumlah pekerja anak meningkat karena membantu orang tua menghadapi kesulitan ekonomi selama pandemi. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan yang selama ini diambil oleh pemerintah masih belum bisa mengatasi problem pendidikan di masa pandemi.

Bahkan memang tidak sedikit  problem yang muncul di dunia pendidikan selama masa pandemi. Sebut saja siswi yang bunuh diri akibat tidak bisa mengerjakan tugas, pencurian akibat tidak punya HP untuk mengikuti pembelajaran online, penganiayaan anak akibat dari pembelajaran online. 

Dari sini menunjukkan bahwa kebijakan yang diambil baik sebelum maupun yang akan ditempuh bersifat sektoral dan jauh dari meri'ayah masyarakat dari seluruh aspek. Baik itu aspek pendidikan, ekonomi, maupun aspek perlindungan keamanan bagi generasi yang akan datang. Yaitu generasi pelajar yang kita harapkan bisa meneruskan kehidupan.

Memang keputusan pembukaan sekolah, terlihat  bagai angin segar. Baik bagi anak-anak maupun bagi kedua orang tua. Namun risiko yang ditimbulkan akibat dibukanya sekolah kembali bisa  menjadi klaster terbaru dalam penyebaran virus, ditambah lagi dunia hiburan ataupun pariwisata sudah dibuka. Maka resiko menjadi lebih besar ketika anak-anak harus sekolah. Lalu bagaimana seharusnya sebagai orang tua menyikapinya. Dilema tentunya melanda. Sekolah bahaya tidak sekolah juga bahaya.

Memang wacana program pendidikan di negara kita sebelum ada pandemi sudah tampak perbedaanya antara kota dan daerah pedesaan. Daerah Ibu Kota dan daerah terpencil. Baik dari segi sarana prasarana maupun dari segi tenaga pendidiknya. Belum lagi antara swasta dan sekolah negeri. Jauh berbeda. Apalagi saat ini di tengah pandemi. 

Belum lagi para gurunya. Guru honorer dengan gaji yang rendah tapi tugas segunung dipundaknya. Apalagi kalau tugasnya di daerah pelosok makin berat pula tugasnya. Datang dari rumah ke rumah. Sementara dengan kondisi pandemi, uang gaji entah turun tugasnya bejibun. Sungguh kian tampak bahwa sistem yang ada hanya menimbulkan ketimpangan diseluruh aspek.

Dalam islam jelas begitu ada wabah yang melanda maka siapapun yang berada di daerah tersebut tidak boleh keluar, agar wabah tidak meluas kemana mana. Dan orang yang ada di luar daerah, tidak boleh mendatangi daerah tersebut. Kecuali yang bertugas menyalurkan kebutuhan di daerah tersebut. Meskinya jika hal ini dilakukan dari awal mungkin kondisi negara tidak seperti ini. 

Mengingat pandemi yang kini tidak ada penurunan kasusnya maka kita sebagai orang tua tidak serta merta menerima dengan langsung tanpa pertimbangan yang matang. Semoga pemerintah daerah pun segera mengambil tindakan yang tepat untuk menyelamatkan generasi buat sekedar menyelamatkan ekonomi. 


Wallahua'lam bish showab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak