Oleh Ummu Hafsa
Kekerasan pada anak di Indonesia masih marak terjadi. Selama masa pandemi dimulai, kementrian PPPA (Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak) mencatat sudah ada 4116 kasus kekerasan pada anak di periode 1 Januari hingga 31 Juli. Banyak faktor yang menyebabkan adanya tindak kekerasan tersebut. Salah satunya adalah masalah sosial ekonomi yang banyak terjadi pada keluarga dengan tingkat ekonomi rendah, dan adanya pandemi ini semakin memperburuk kondisi dalam keluarga. (https://regional.kompas.com/read/2020/10/14/18175921/kekerasan-terhadap-anak-meningkat-selama-pandemi-dosen-ipb-jelaskan?page=all#page2). Tingkat stres yang dialami para orangtua yang harus memenuhi tambahan biaya belajar online untuk anak-anaknya juga memicu adanya kekerasan. Hal ini juga didasari dengan tingginya kebutuhan pokok dan banyaknya kasus PHK yang menimpa para pencari nafkah.
Kekerasan pada anak yang terjadi terus menerus mengakibatkan terganggunya kesehatan mental mereka, apalagi jika yang melakukan kekerasan pada anak adalah orang yang dekat dengan mereka atau orang yang mereka percaya. Bagaimana tidak, hal itu memungkinkan terjadinya hal yang sama di masa mendatang.
Sistem demokrasi yang berbasis sistem sekuler nyatanya tidak mampu melindungi hak-hak anak. Meskipun disebutkan dalam pasal 20 UU No 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Aturan itu menyebutkan, penyelenggaraan perlindungan anak bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah, namun dibutuhkan keterlibatan masyarakat secara masif. Nyatanya kesemua itu tidak bisa menjawab perlindungan yang dimaksud. Maka dibutuhkan perubahan mendasar untuk mengentaskan itu semua.
Syariat Islam mempunyai solusi atas perlindungan anak secara menyeluruh. Misalnya syariat Islam akan menjatuhkan sanksi hukum yang keras pada para pelaku kekerasan maupun segala bentuk kejahatan. Selain dapat mencegah orang lain melakukan hal serupa, sanksi tersebut juga dapat mendatangkan efek jera bagi para pelakunya. Juga ada penerapan sistem sosial, yaitu yang mengatur interaksi antara kaki-laki dan perempuan, tidak bercampur baur di dalamnya, memakai pakaian yang sesuai syariat Islam bagi perempuan agar tidak memicu tindak kejahatan. Dan juga negara harus menerapkan sistem pendidikan yang berbasis Islam, memperkuat akidah Islam didalamnya agar terbentuk individu-individu yang bertaqwa. Buah dari pendidikan Islam yang baik ialah melahirkan generasi-generasi pendidik yang amanah dan bertanggung jawab. Terutama pendidik pertama bagi anak-anak, yaitu ibu. Seorang ibu dengan akidah Islam yang kokoh akan berusaha sebaik mungkin mendidik anak-anaknya, berusaha meraih Ridha Allah dan mengantarkan anak-anaknya menjadi generasi rabbani.
Hal tersebut tidak akan pernah terwujud bila negara masih dengan sistem demokrasi. Sebab hanya sistem Islam-lah yang mampu mewujud hadirkan semuanya. Sesuai dengan HR. Al-Bukhari: “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas pihak yang dipimpinnya, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim).
Wallahualam bisshowab