Oleh : Silvi Sephiani Pratiwi
Telah
menjadi berita viral di berbagai media nasional
mengenai aksi Demontrasi Masyarakat yang menolak disahkan nya UU Kontroversial,
massa aksi terang-terangan menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja (UU Ciptaker), yangang baru
disahkan Senin, 05 Oktober 2020, silam.
Tidak lain tidak bukan, massa yang
melakukan aksi berasal dari berbagai kalangan, mulai dari buruh, pelajar,
mahasiswa dan masyarakat umum di beberapa daerah serentak turun kejalan untuk
menyampaikan aspirasinya. Tuntutan masyarakat mulai terlihat setelah
sekian lama dibungkam dan tak boleh bersuara.
Kini masyarakat bangkit melakukan perlawanan karena munculnya
kesadaran bahwa akan sangat berbahaya jika kedzoliman ini dibiarkan
terus menerus, rakyat tak diurus malah para petinggi semakin rakus kekuasaan.
Massa berharap akan ada perubahan
terkait dengan UU Omnibus Law dan Pemerintah akan melakukan pembatalan
terkait UU tersebut. Namun pada kenyatannya tidak ada perubahan yang
dihasilkan, malah menghasilkan kekecewaan.
Omnibus UU
Cipta Kerja kini sudah resmi
diundangkan. Jumlah halaman final menjadi 1.187 lembar. Dokumen UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diunggah di
situs resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Sekretariat Negara (JDIH
Setneg), diakses detikcom pada
Senin (2/11/2020). Jumlah halaman di UU ini adalah 1.187 lembar. Tanda tangan
Presiden Joko Widodo (Jokowi)
ada di halaman 769.
UU Cipta Kerja disahkan Jokowi
lewat tanda tangan tertanggal 2 November 2020. Ada pula tanda tangan Menteri
Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Dalam salinan ini, ada pula tanda tangan Lydia
Silvana Djaman selaku Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Setneg.
Sebelumnya, jumlah halaman UU Cipta
Kerja sempat berubah-ubah meski sudah disahkan via rapat paripurna DPR pada 5
Oktober 2020. Awalnya, berkas digital (soft file) yang terunggah di situs
resmi DPR adalah draf RUU Cipta Kerja 1.028 halaman.
Menginginkan Perubahan adalah hal
yang alami dari kehidupan, ketika masyarakat merasakan ketidakadilan dan
kedzaliman, mereka akan menuntut perubahan tidak bisa dipungkiri kedzaliman dan
ketidakadilan yang diakibatkan oleh kebijakan rezim merupakan dampak dari
sistem rusak dan telah terbukti kerusakkanya, yakni Demokrasi Sekularisme yang akan terus menghasilkan aturan yang
tak memanusiakan manusia tapi justru mengamankan para kapitalis dan melanggengkan kekuasaan rezim penguasa.
Oleh karena itu sudah seharusnya
masyarakat mencampakkan Demokrasi dan segera megakhirinya. Mengganti dengan Sistem yang mampu menyelamatkan kondisi negeri dari
kehancuran. Inilah perubahan hakiki yang dibutuhkan umat, Namun perubahan
hakiki tidak akan bisa diwujudkan hanya dengan seruan tuntaskan reformasi atau
seruan pergantian Rezim.
Sementara itu tetap membiarkan
sistem sekular Demokrasi dan rezimnya yang rusak tetap berjalan juga diagungkan.
Sejatinya perubahan hakiki yaitu
perubahan yang tegak diatas Ideologi yang shahih yang memuaskan akal,
menentramkan hati juga sejalan dengan fitrah manusia. Yaitu perubahan kearah
Islam.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala
berfirman:
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّا سِ تَأْمُرُوْنَ بِا
لْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِا للّٰهِ ۗ وَلَوْ
اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَا نَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ
وَاَ كْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ
"Kamu (umat Islam) adalah umat
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang
makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada
yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 110)
Islam sebagai Diin yang memiliki
aturan yang lengkap termasuk kehidupan bernegara dan berpolitik telah
dipraktikan oleh Rasulullah SAW. Makanya umat harus diajak berfikir untuk menyerahkan penghambaan secara
total hanya kepada Allah SWT. Dengan mengambil ketaatan total, mengambil Islam secara Kaffah. Semua
bisa diraih hanya dalam Bingkai Khilafah Islamiyyah. []
Wallahu ‘Alam Bishawab..