oleh : Soelijah Winarni (Muslimah
Asal Kota Malang)
Mega Proyek Islamic Center
dengan anggaran senilai 400 milyar rupiah (secara multiyears/tahun jamak) yang
terletak di Arjowinangun, kecamatan Kedung Kandang, Kota Malang terus ditinjau
oleh Walikota Malang, Sutiaji dan wakil walikota Malang, Sofyan Edi Jarwoko.
Rencananya, tempat tersebut akan diresmikan akhir Desember 2020. Menurut Kepala
Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPUPRPKP),
Hadi Santosa, proyek ini untuk menampung kegiatan linier yang sejalan dengan
ajaran Islam dan dirumuskan dengan konsep untuk mampu menarik kunjungan
wisatawan (malangvoice.com, 03/11/2020).
Pada tahap awal, dana senilai 56
milyar rupiah digelontorkan untuk membangun gedung serba yang di dalamnya akann
terdapat Museum Peradaban Islam juga Musium Al Qur'an, yang di klaim sebagai
satu-satunya di Indonesia dan bahkan Asia Tenggara (suryamalang.com,
02/11/2020).
Harapannya gedung serba guna yang di
bangun pada tahap awal ini berfokus pada paduan kegiatan keagamaan yaitu ibadah
berupa pembangunan masjid serta asrama haji dan manasik, yang di anggarkan
tahun 2021, selain juga ada miniatur Ka'bah sebagai sarana wisata edukasi
diharapkan bisa untuk membangkitkan ekonomi. (nusadaily.com, 02/11/2020).
Proyek ini memang patut diapresiasi
sebagai upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan keimanan masyarakat. Hanya
saja yang membuat proyek tersebut harus dikritisi karena ternyata ada maksud
lain yaitu menjadikannya sebagai obyek penghasilan daerah. Bahkan dibuka
kesempatan bagi swasta yang mau menjadi pemodalnya untuk ikut berpartisipasi
dalam pendanaan.
Karena membangkitkan perekonomian
yang hanya didasarkan pada aspek pariwisata saja tidak akan sanggup membuat pondasi ekonomi yang kokoh
sehingga dapat menopang kehidupan masyarakat secara keseluruhan dan
berkesinambungan dalam sebuah negara.
Sistem ekonomi Indonesia yang
bernapaskan kapitalisme memang membuka peluang untuk membangkitkan ekonomi
melalui usaha pariwisata yang malah menghalalkan investor asing masuk dengan
leluasa. Padahal Indonesia mempunyai potensi sumber daya alam yang melimpah,
namun potensi sumber daya alam luar biasa yang harusnya pemanfaatannya menjadi
hak rakyat, malah diserahkan kepada swasta lokal bahkan asing sehingga hanya
menguntungkan sekelompok kecil swasta yang bermodal besar (baca: kapitalis).
Hal ini tentu saja menimbulkan ketidakadilan. Hal tersebut menjadikan para
kapitalis menguasai hajat hidup masyarakat sehingga bisa berbuat sekehendaknya
membebani masyarakat.
Berbeda dengan sistem ekonomi Islam,
negara haram menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada swasta dan wajib
mengupayakan semaksimal mungkin menemukan sumber daya alam, antara lain aneka
tambang, gas alam, minyak bumi dan mengupayakan teknologi canggih yang dioperasikan
tenaga ahli terampil sehingga memudahkan eksplorasinya secara mandiri. Hasil
dari kegigihan upaya pengelolaan sumber daya alam tersebut akhirnya tercipta
kekokohan perekonomian yang bisa menjamin
seluruh kebutuhan hidup rakyat.