Oleh : Aisyah Yusuf
(Aktivis Subang)
Ada asap ada api, peribahasa ini bermakna suatu peristiwa tak dapat dipisahkan, munculnya suatu kejadian atau masalah pasti ada penyebabnya. Hal ini kentara dengan rezim yang berkuasa saat ini. Bak memperingati tahun kedua masa pemerintahan, rakyat menyambut dengan berbagai aksi protes yang diselenggarakan di berbagai daerah. Pada periode ke dua masa jabatannya ini tidak sedikit kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan mengandung kontroversial.
Diawali dengan pengesahan UU KPK yang disahkan pada 17 September 2019, selang sebulan pelantikan periode kedua. Adapun pasal yang menjadi kontroversi adalah pembentukan dewan pengawas, pengajuan izin penyadapan, hingga penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Selanjutnya, UU Minerba yang disahkan pada 13 Mei 2020, mendapat penolakan dari masyarakat luas. Hal ini karena undang-undang tersebut dianggap hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Pengesahan teranyar adalah disahkannya UU Omnibus law Ciptaker yang disambut dengan berbagai aksi protes di berbagai daerah. (CNN Indonesia 20/10/2020
Saat ini UU tersebut sedang digodok di Mahkamah dalam sidang uji materil yang sampai tulisan ini dibuat belum mendapat kepastian jelas, karena pihak penggugat dinilai belum memenuhi Prasyarat yang diperlukan. (liputan6pagi, 05/11/2020)
Perlu dipahami, semua UU ini lahir Akibat aborsi sistem yang saat ini berkuasa, serta kemungkinan undang-undang ini adalah pesanan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Namun, jelaslah semua itu lahir dari sistem yang salah, yaitu demokrasi (sekuler-kapitalisme).
Dilihat dari sumber kemunculannya, demokrasi berasal dari manusia. Dalam demokrasi yang berwenang mengeluarkan hukum atas perbuatan ataupun benda, baik dan buruk adalah akal manusia.
Adapun akidah yang melahirkannya adalah akidah sekuler, yaitu memisahkan agama dari kehidupan dan negara. Oleh karenanya, akidah ini memberikan ruang kepada manusia untuk membuat peraturan kehidupannya sendiri.
Sedangkan dilihat dari ide pokok yang menjadi landasannya, yakni :
1. Kedaulatan di tangan rakyat.
Demokrasi menetapkan bahwa rakyat adalah pemilik sekaligus pelaksana kehendaknya sendiri. Dalam hal ini, rakyat berhak untuk membuat hukum, peraturan dan Undang-Undang apapun, juga rakyat berhak pula untuk membatalkannya sesuai kemaslahatannya sendiri.
2. Rakyat adalah sumber kekuasaan.
Rakyat memiliki kekuasaan untuk memilih penguasa yang diinginkannya, dan berhak pula untuk memberhentikannya.
Dalam hal ini jelas lah, bahwa setiap undang-undang yang lahir berdasarkan kemaslahatan manusia itu sendiri.
Mengutip dari seorang mantan presiden Amerika Jimmy Carter menyatakan bahwa Demokrasi saat ini telah menjadi industri politik, yang diuntungkan adalah para pemilik modal.
Lantas, bagaimana Pemerintahan Islam membuat undang-undang?
Islam adalah agama yang diwahyukan kepada nabi Muhammad saw serta mengatur urusan antara, manusia dengan Allah, manusia dengan manusia lainnya, dan manusia dengan dirinya sendiri.
Dalam Islam, yang berwenang mengeluarkan atau menetapkan berbagai hukum atau aturan adalah Allah (syariat Islam), bukan akal manusia. Hal ini karena hanya Allah lah yang paham akan semua kekurangan dan kelebihan ciptaan-Nya.
Seperti dalam firmannya:
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah” (Q.S Al An’am : 57).
Oleh karena itu, sistem pemerintahan Islam hanya akan menerapkan hukum yang bersumber dari Al-qur’.an dan dunah saja, karena itu sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal dan menentramkan jiwa. Aturan Islam itu jauh dari kontroversi.
Sehingga, semua itu hanya bisa terwujud dengan tegaknya sebuah institusi Islam, yaitu daulah khilafah Islamiyah.
“Siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, niscaya kami membiarkan mereka berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami memasukkannya ke dalam jahanam, sementarak jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (Q.S An-nisa [4] : 115).
Wallahu a’lam bishshawab.