ISLAM : JALAN PERUBAHAN INDONESIA



Oleh : Ika Wulandriati

Tak ada satupun manusia di negeri ini yang menginginkan berada dalam kegelapan. Sudah cukup lama negeri ini berada dalam kerpurukan. Rezim demi rezim berganti tapi tak mampu menghadirkan yang namanya cahaya terang. Yang ada justru negeri ini kian terpuruk. Penjajah fisik memang telah pergi. Namun penjajahan non-fisik ternyata masih mencengkeram kuat di seluruh sendi kehidupan, baik di sektor politik, ekonomi, sosial, budaya maupun keamanan. Keterpurukan bangsa ini tercermin dari angka kemiskinan yang tinggi, kasus korupsinya yang menggurita, penegakan hukum yang bobrok, dekadensi moral dan masih banyak lagi.

Padahal beberapa faktor pendukung untuk menjadi negara bangkit dan maju sudah ada pada negeri ini. Di antaranya ialah potensi kekayaan alam yang begitu melimpah ruah serta sumberdaya manusia yang cukup luar biasa. Tentu patut dipertanyakan, mengapa Indonesia tidak juga kunjung bangkit dan berubah?

Ada beberapa penyebab mengapa negeri ini tidak juga kunjung bangkit dan berubah                Pertama : Penguasa yang tidak layak memimpin. Perubahan dan kebangkitan suatu bangsa membutuhkan seorang pemimpin yang kredibel. Kualitas dan integritas pemimpin tersebut harus mumpuni. Hal itu belum ditemukan pada pemimpin Indonesia selama ini. Presiden-presiden Indonesia berturut-turut cenderung tunduk kepada pihak asing. Alhasil penjajahan di negeri ini pun semakin mencengkram. Penguasa yang seharusnya menjadi ra'in ( pengurus rakyat ) malah acapkali membuat kebijakan yang menambah derita rakyat, seperti menyerahkan kekayaan alam kepada pihak asing, menaikkan harga BBM, menjual aset - aset negara, dan lain sebagainya.

Kedua : Mental para pejabat, termasuk di dalamnya aparat penegak hukum yang buruk. Korupsi, suap menyuap dan perilaku yang hedonis sudah menjadi budaya bagi mayoritas pejabat.

Ketiga : Sistem negara yang lemah. Sistem negara menjadi faktor paling dominan mengapa Indonesia tidak kunjung bangkit dan berubah. Sistem sekularisme-demokrasi yang diterapkan di negeri ini menjadi pintu masuk penjajahan, sebab sistem ini pula, banyak manusia yang sebelumnya baik moralnya akhirnya berubah menjadi tidak baik.

Keempat : Belum terbentuknya kesadaran ideologis di tengah - tengah masyarakat. Sejak orde lama sampai sekarang, umat terus dicekoki dengan pemikiran sekularisme. Akibatnya sebagian besar umat  tidak memiliki pemikiran dan ideologi yang benar, kurang kritis terhadap kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat, serta belum mengerti bagaimana mengkonstruksi sebuah perubahan. Sebagai contoh adalah umat masih cenderung menyukai sistem kufur seperti demokrasi.

Kelima : Ulama yang kurang mengindahkan perannya, pernyataannya berbeda dengan perbuatannya sehingga tidak mencapai keberhasilan. Kerusakan masyarakat itu adalah akibat kerusakan penguasa dan kerusakan penguasa itu adalah akibat kerusakan ulama. Kerusakan ulama adalah akibat digenggam cinta harta dan jabatan. Siapa saja yang digenggam oleh cinta dunia, niscaya dia tidak mampu menguasai " kerikilnya", bagaimana lagi dapat mengingatkan penguasa dan para pembesar ( Al-Ghazali, ihya' Ulum ad-Din, VII/92).

Perubahan diperlukan secara revolusioner. Menurut ulama M Ismail Yusanto perubahan yang menyeluruh ini harus memenuhi dua syarat dan ketentuan yakni, pertama : dipilih pemimpin yang amanah, kedua : diberlakukan sistem yang baik. Islam diturunkan oleh Allah SWT dengan seperangkat aturan yang dipergunakan untuk mengatur kehidupan. Bukan hanya dalam soal Ubudiyah, tetapi juga menyangkut muamalah, bagaimana mengatur urusan manusia dalam masalah politik, ekonomi, hukum, perdagangan, dsb.

Aturan itu dipastikan tidak memihak kepada kepentingan tertentu sebagaimana yang terjadi di alam demokrasi. Keadilan menjadi pondasi penerapannya. Makanya, tidak ada bedanya pemberlakuan hukum bagi Muslim maupun non Muslim dalam urusan publik. Namun di sisi lain, aturan itu masih memberikan peluang kepada non Muslim untuk mengurus urusannya sendiri dalam hal ibadah, makan, minum dan pakaiannya.

Negara dalam sistem Islam, memiliki tanggung jawab menyejahterakan seluruh rakyatnya, tanpa kecuali. Kesejahteraan itu akan terwujud jika negara menjaga seluruh kekayaan alam milik rakyat ini dari perampokan pihak asing dan para kapitalis. Negara akan menerapkan sistem kepemilikan sesuai dengan tuntunan Islam yakni ada kepemilikan umum, kepemilikan negara dan kepemilikan individu. Dilarang kepemilikan umum diserahkan kepada individu, apalagi kepada asing.

Dengan sistem Islam, negara akan menjaga seluruh rakyat dalam hal agama, jiwa, kehormatan, harta, nasab/keturunan, akal, keamanan dan negara itu sendiri. Misalnya, orang mencuri--ada hukum potong tangan. Ada yang berzina--ada hukum cambuk/rajam. Ada yang mabuk--ada hukum cambuk. Pelaku homoseks--dihukum mati. Semua ada aturannya. Begitu juga dengan korupsi, Islam pun memiliki solusi, yaitu penggajian yang layak, penghitungan kekayaan pejabat negara, larangan menerima suap/hadiah, sanksi hukum dan sampai bisa hukuman mati bagi koruptor.

Lalu apa yang perlu dikhawatirkan  perubahan Indonesia dengan penerapan sistem Islam? Pelaku k

emaksiatanlah yang hanya takut dengan sistem/aturan Islam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak