Hutan Indonesia dalam Genggaman Asing





Oleh: Niswa
(Aktivis Dakwah)


Kasus kebakaran hutan secara besar-besaran masih saja menghantui negeri ini.  Setiap tahunnya kebakaran melanda ratusan ribu hektar lahan gambut dan hutan.  Akibatnya, hutan di Indonesia yang tersebar di berbagai daerah seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua semakin berkurang. Hutan yang menjadi paru-paru dunia dan sumber kehidupan masyakarakat setempat semakin tergerus dengan derasnya aktivitas pengalih fungsian hutan menjadi lahan tanam atau wilayah proyek yang dilakukan oleh perusahaan swasta ataupun individu.
Sejatinya pembakaran hutan adalah perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang. Selain membahayakan keselamatan masyarakat daerah sekitarnya akibat asap yang ditimbulkan, mengganggu keberadaan hewan endemik dan biodiversitas, tetapi juga merampas hak masyarakat lokal yang masih bergantung pada alam, dalam hal ini hutan, untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Pelarangan dan sanksi kegiatan pembakaran hutan untuk pembukaan lahan yang diatur dalam Undang-Undang, tidak lantas membuat jera pelakunya, karena faktanya hal tersebut masih saja terus berulang.  Berdasarkan hasil Investigasi bersama Greenpeace International dengan Forensic Architecture menemukan dugaan anak usaha perusahaan Korea Selatan, Korindo Group di Papua melakukan pembakaran hutan di provinsi itu secara sengaja untuk usaha perkebunan kelapa sawit.

Namun, temuan Greenpeace itu dibantah oleh Korindo Group. Perusahaan menyatakan bahwa informasi yang menyebut Korindo Group membakar hutan di Papua untuk perkebunan sawit tidak benar.
Mengutip rilis dari situs Greenpeace, perusahaan Korindo memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di Papua dan telah menghancurkan sekitar 57.000 hektare hutan di provinsi tersebut sejak 2001.
"Sebuah wilayah yang hampir seluas Seoul, ibu kota Korea Selatan," demikian rilis di situs Greenpeace yang diakses pada Jumat (13/11).

Dalam penelitian tersebut, tim gabungan dua organisasi menggunakan citra satelit NASA untuk mengidentifikasi sumber panas dari kebakaran lahan yang berlokasi di Merauke, Papua tersebut (cnnindonesia.com, 13/11/2020).

Papua dengan luas hutan sekitar 40.546.360 Ha merupakan provinsi di Indonesia yang memiliki hutan terluas. Selain dari hasil hutan, Papua juga merupakan wilayah di Indonesia yang mempunyai kekayaan alam yang lengkap seperti mineral, gas, dan perkebunan. Namun hal ini tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. 

Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers, Rabu (15/1) mengatakan "Papua masih memiliki persentase kemiskinan yang tertinggi di mana persentase kemiskinannya 26,55 persen. Disusul oleh Papua Barat (21,51 persen)" (cnnindonesia.com, 15/01/2020).

Pembakaran hutan yang dilakukan oleh anak perusahaan Korindo Group dari Korea menjadi cerminan demokrasi yang hanya melayani kepentingan korporasi dan kepentingan asing. Karena penguasa yang terpilih untuk mengatur negara melalui proses demokrasi harus melakukan imbal jasa kepada para pihak yang membantu membiayai kampanye untuk kemenangan penguasa terpilih.

Eksploitasi kekayaaan alam yang terjadi di Papua untuk kepentingan korporasi dilakukan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat. Hal ini tidak bisa lepas dari sistem ekonomi kapitalis yang berorientasi pada keuntungan semata melalui pemberian konsesi atau ijin pembukaan lahan dari pemerintah.

Negara dengan sistem politik demokrasi, hanya bertindak sebagai regulator yang menjamin hak-hak pemegang konsesi. Dengan kekuatan modal dari pihak korporasi pemegang konsesi akan semakin memandulkan fungsi, wewenang, dan tanggungjawab negara dalam menjaga kekayaan alam papua dan memberikan penghidupan yang layak bagi masyarakatnya.

Ketidakberdayaan pemerintah sebagai pelaksana negara dalam menindaklajujti perusahaan penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut juga disampaikan oleh Khalisa Khalid sebagai Koordinator Desk Politik Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).  Ia  menyatakan, hal tersebut terlihat dari penyegelan yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak berikan efek jera bagi korporasi.

"Penyegelan terhadap 42 perusahaan akibat dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tidak memberikan efek jera pada korporasi. Malah, mereka mungkin berpikir untuk berganti nama atau menjalani hukumannya yang begitu-begitu saja," katanya dalam konferensi pers di kantor eksekutif WALHI, Jakarta Selatan, Senin (16/9) (gatra.com, 16/06/2019).

Berbeda dengan sistem Islam yang diterapkan melalui Negara Khilafah.  Dalam Islam, hutan merupakan harta kepemilikan umum bukan individu, sehingga pengelolaannya dilakukan oleh Negara bukan swasta atau individu. Dan pemanfaatannya harus bisa dinikmati oleh semua orang. Untuk pengelolaan hutan yang bisa dilakukan oleh individu, maka masyarakat setempat dibolehkan untuk melakukannya dengan pengawasan dari negara.  Selama hal tersebut tidak menimbulkan bahaya dan tidak menghalangi hak orang lain untuk bisa memanfaatkan hutan. Sesuai dengan hadist rasulullah:

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Negara Khilafah juga memiliki kewenangan penuh dalam hal mengeluarkan kebijakan hukum dan keuangan dalam pengelolaan hutan, agar pemanfaatan hasil hutan dapat didistribusikan untuk kemaslahatan masyarakat berdasarkan syariat Islam.  Pencegahan dan pengawasan untuk pelaku perusakan hutan, diberikan sanksi tegas sesuai dengan tingkat bahaya dan kerugian yang ditimbulkan untuk memberi efek jera.  Sehingga tidak ada celah bagi korporasi atau individu menguasai hajat hidup masyarakat.
Maka, sudah saatnya kita menerapkan syariat Islam dalam bingkai Negara Khilafah, sebagai solusi dari persoalan kebakaran hutan yang terus berulang.  Hal ini tidak saja mendesak, tapi syari’at Islam adalah hal yang diwajibkan oleh Allah SWT. Ketika syariat Islam diterapkan dalam bingkai Negara Khilafah, maka Islam sebagai rahmatan lil alamin akan dapat kita rasakan. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak