Oleh : Ina Siti Julaeha S.Pd.I
Aktivis Muslimah dan Pengajar
Di bulan Rabi’ul awal ini, umat muslim di penjuru
dunia memperingati kelahiran insan mulia sepanjang zaman yang selalu dirindukan,
yakni nabi Muhammad SAW. Sholawat dikumendangkan dengan syahdu, kisah dan
sejarah baginda Nabi diperdengarkan di beberapa pengajian dan meski dalam
kondisi pandemic covid-19 para guru di sekolah Islam tidak kehabisan cara agar
tetap memeriahkan perayaan Maulid bersama siswanya. Ada beberapa sekolah yang
mengadakan secara virtual dengan membuat slogan dan hastag cinta Nabi cinta
syariat, diperdengarkan nasyid cinta Nabi melalui berbagai media.
Namun ada hal buruk kembali terjadi yakni
penghinaan Islam dan Rasulullah SAW di Perancis dengan membuat karikatur
Rasulullah. Sontak seluruh umat muslim di dunia marah,mengecam dan melakukan
boikot terhadap produk Perancis atas penistaan terhadap Baginda Nabi ini.
Penghinaan yang terjadi melibatkan pemimpin Perancis Emmanuel Macron yang
mendukung karikatur Nabi Muhammad sebagai kebebasan berpendapat.
Sebelumnya, Presiden Macron beberapa waktu lalu mengomentari pembunuhan
terhadap seorang guru di luar Kota Paris yang menunjukkan kartun Nabi Muhammad
pada murid-muridnya di kelas. Menurut Macron aksi pembunuhan ini merupakan
serangan terhadap kebebasan berbicara sehingga pihaknya menyebut akan melawan
"separatisme Islam" yang ada. Pernyataannya ini memicu reaksi negatif
dari berbagai pihak di dunia, khususnya negara-negara yang dihuni oleh penduduk
Muslim, seperti Indonesia, Malaysia, Turki, Kuwait, dan lain sebagainya.
(KOMPAS.com, 30/10/2020).
Dengan maraknya aksi protes mengecam pernyataan Macron tersebut,
kemudian presiden Perancis melakukan klarifikasi. Presiden Perancis Emmanuel
Macron mengatakan dia dapat memahami kemarahan umat Muslim yang dikejutkan oleh
kartun kontroversial yang menggambarkan Nabi Muhammad. Namun dalam sebuah
wawancara dengan Al Jazeera, dia menegaskan dia tidak pernah bisa menerima pembenaran
atas tindakan kekerasan. Macron mengatakan posisinya telah disalahpahami: bahwa
perannya bukanlah mendukung konten kartun, yang dipandang sebagai penghujatan
oleh umat Islam, tetapi untuk membela hak atas kebebasan
berekspresi.(KOMPAS.com,1/112020).
Presiden Macron menjadikan kebebasan berekpresi sebagai alasan mendukung
potret Rasulullah di pajang di berbagai tempat termasuk di gedung-gedung
pemerintahan di Perancis. Hal ini jelas saja kontras dengan ide yang dianut
oleh kaum muslimin dalam memuliakan baginda Nabi. Islam melarang menggambar
apapun tentang fisik Nabi Muhammad SAW, jika hal ini dilakukan maka termasuk
penistaan dan penghinaan terhadap Rasulullah SAW. Dan sudah pasti akan
memunculkan kemarahan kaum muslimin atas hal ini. Sebab bagi seorang muslim
penghinaan terhadap Nabi adalah sangat erat kaitannya dengan keimanan dan jelas
ini merupakan penistaan agama. Sehingga wajib hukumnya untuk marah dan menolak
tindakan penghinaan ini. JIka kita mendapati anggota keluarga kita di hina saja
marah, maka apalagi Rasulullah sosok yang mulia. Dan setiap muslim mecinta Nabi
dan merindu memperoleh syafaatnya kelak. .bahkan seorang muslim harus rela
mengorbankan segalanya sekalipun nyawa menjadi taruhannya.
Namun tetap saja Hipokrit atau
standar ganda demokrasi jelaslah nyata di Perancis dan umumnya di seluruh
negeri Barat. Sistem demokrasi terus membawa kehancuran dan kerusakan tatanan
hidup masyarakat. Berkoar-koar menyampaikan kebebasan namun pada kenyataannya
tidak bisa menghargai kebebasan beragama. Khususnya bagi kaum muslimin.
Bagaimana tidak, majalah Carlie Hebdo yang getol memberitakan tentang karikatur
Nabi terus diberikan dukungan dari pemerintahan Perancis. Meskipun ini jelas
melanggar ide kebebasan yang dikampanyekan. Kalaulah demokrasi itu menganut ide
kebebasan seharusnya tidak terjadi pelecehan terhadap agama lain. Karena
demokrasi memberikan kebebasan dalamm beragama. Tapi nyataknya Demokrasi
semakin menunjukkan kebusukannya. Oleh karenanya Islam melarang penganutnya
untuk tunduk kepada aturan manusia seperti sistme Demokrasi ini. Ide demokrasi
ini lahir dari rahim sekulerime, dimana negara Perancis menganut sistem hidup
sekuler. Yakni memisahkan antara agama dan kehidupan. Peran Tuhan tidak
berpengaruh atas kebebasan hidup yang dijalankan oleh manusia. Ini jelas saja
merupakan asas pemikiran yang bathil dan merusak.
Akar Kebebasan di
Perancis
Perancis memiliki sebuah slogan yang diwariskan secara turun temuru.
Yaitu liberte, égalité, fraternité (bahasa Prancis untuk"Kebebasan, keadilan, persaudaraan")[1] adalah moto resmi
dari Republik Prancis dan Republik Haiti.Frasa
ini lahir selama Revolusi Prancis,
tetapi tak berhasil menjadi slogan resmi dari slogan yang lain. Karena keadaan
perang yang permanen, yang dipakai adalah Liberté, égalité, fraternité,
ou la mort ! (Kebebasan, keadilan, persaudaraan, atau mati!),
selanjutnya ditinggalkan dengan cepat karena membangkitkan kenangan tentang
perang. Pada abad ke-19,
moto ini menjadi semboyan dari republikan dan liberan yang mendukung demokrasi dan
penggulingan pemerintah yang menindas dan mendukung tirani dari berbagai jenis.
Ide kebebasan ini bersumber dari sekulerisme dan
demokrasi yang dianut Perancis. Dengan misi kebebasan yang dianut Perancis
menjadi negara yang sangat bebas. Slogan yang diwariskan oleh leluhur
mereka kepada generasi setelahnya secara
turun temurun. Bukan kali ini saja terjadi penistaan terhadap Islam dan
ajarannya. Di Perancis pada tahun 2010 terjadi pelarangan cadar, 2015 pembuatan
karikatur Nabi oleh majalah Charlie Hebdo, dan beberapa sikap sentiment
Perancis terhadap individu muslim dan ajarannya. Ppada tahun ini kembali
terjadi penistaan terhadap Islam yang dilakukan oleh Macron dengan mendukung
pembuatan karikatur Nabi Muhammad sebagai
kebebasan.
Sungguh ironi, penistaan terhadap Islam kerap
terjadi secara terus-menerus. Hal ini seharusnya kembali meyakinkan kaum mulim dan dunia bahwa ide kebebasan yang dianut Perancis terlihat
omong kosong dan hanya isapan jempol saja.
Bahkan Macron bersikukuh bahwa pernyataannya bukanlah penistaan. Ia
berdalih bahwa dukungan yang diberika bukan untuk melecehkan Nabi Muhammad tapi
untuk hak kebebasan berekspresi. Terlihat inkonsisten dari seorang pemimpin
negara yang tidak memiliki tanggung jawab yang baik. Dengan fakta ini sudah
semestinya umat muslim membuang ide kebebasan dan demokrasi dengan segera dan
kembali kepada sistem Islam.
Islam
dan Khilafah Penebar Rahmat
Dalam ajaran Islam tidak dikenal dengan paksaan
dalam beragama. Islam menempatkan keadailan berlandaskan hukum Al-Qur’an dan
Hadis. Menjadikan Syariat Allah dan rasul-Nya sebagai satu-satunya pedoman
dalam mengambil segala aturan kehidupan. Syariat Islam yang memuaskna akal,
menentramkan hati dan sesuai fitrah mampu menjadikan manusia berbondong-bondong
masuk Islam secara suka rela. Penerapan syariat secara kaffah dan menjaga hak
setiap indivdu dalam beragama telah mampu diukirkan indah dalam perjalanan
sejarah.
Pembebasan Yerusalem pada masa
pemerintahan Umar bin Khattab di tahun 637 M benar-benar peristiwa yang sangat
penting dalam sejarah kerukunan dan perdamaian. Selama 462 tahun ke depan
wilayah ini terus menjadi daerah kekuasaan Islam dengan jaminan keamanan
memeluk agama dan perlindungan terhadap kelompok minoritas berdasarkan pakta
yang dibuat Umar ketika membebaskan kota tersebut.
Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab hubungan antara kaum Muslimin
dengan kaum Nasrani berlangsung harmonis. Hubungan itu tertuang dalam
perjanjian Aelia, yaitu perjanjian antara orang-orang muslim dengan Kristen
pasca-perang Yarmuk yang dimenangkan oleh tentara Umar. Ketika itu, Shapharnius
selaku pemimpin Kristen kelahiran Damaskus, menyepakati untuk menyerahkan
kunci-kunci kota Al-Quds kepada Umar bin Khattab, dengan syarat Umar harus
memberikan jaminan untuk menghormati ritual dan tradisi umat Nasrani. Umar pun
menyepakati persyaratan itu, sehingga ketika memasuki kota Al-Quds tak ada
setetes darah pun yang tercecer. Dan setelah pembebasan pun, tak ada satu pun
perlakuan buruk Khalifah Umar kepada kaum Nasrani. (Zuhairi Misrawi, Al-Quran
Kitab Toleransi: Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lilalamin, Jakarta: Pustaka
Oasis, 2010, hal. 355).
Kepemimpinan Khalifah Umar ada dalam sistem
Kekhilafahan yang tertuang indah dalam sejarah peradaban manusia. Dengan fakta
sejarah di atas, terbukti sudah bahwa Islam sajalah yang telah mampu memberikan
solusi perdamaian. Syariat Islam tidak pernah membenarkan kebebasan ala
demokrasi, melainkan Islam dan syariatnya telah mampu membuktikan bahwa hukum
Allah sudah pasti akan mewujudkan rahmat dan terhindar dari segala
kemudharatan. Dengan sistem Khilafah ala MInhajinnubuwwah Islam menjadikan
hukum syara sebagai penentu dari setiap persoalan. Mengatur manusia dengan
syariat yang jelas membawa rahmat dan menolak segal bentuk kedzaliman.
Dukungan penistaan atas Nabi Muhammad yang
dilakukan Macron jelas semakin menampakkan wajah busuk demokrasi. Maka kembali
kepada Islam dan sistem pemerintahannya yakni khilafah akan menjadi solusi.
Solusi yang ditawarkan Islam bukan omong kosong dan ilusi sebagaiman sistem
demokrasi. Melainkan terbukti kebenarannya dalam sejarah kehidupan manusia
selama 13 abad lamananya.
Maka sungguh hanya Islam dan Khilafahlah yang
akan membawa kehidupan manusia kepada keberkahan dan ketentraman. Syariat Islam
menjadikan aturan sang kholiq sebagai landasan dalam aspek politik, ekonomi,
beragama, hukum, dan seluruh aspeknya. Dengan ketundukan kepada syariat kaffah
dalam bingkai khilafah maka dipastikan kebangkitan Islam akan segera
terwujudkan. Islam bukan saja mampu menghargai
manusia meskipun berbeda agama, bahkan Islam pun memuliakan hak setiap
makhluk Allah secara keseluruhan termasuk kepada hewan dan tumbuhan. Dari
sinilah jelas kita yakini bahwa islam membawa rahmat ke seluruh alam.
Wallahu
a’lam bisshawab.