Hanya Islam Yang Mampu Akhiri Derita Anak



Oleh Ummu Ayla
(Pemerhati Keluarga dan Generasi)

Kasus kekerasan terhadap anak yang terus meningkat tentu sangat memprihatinkan. Seperti yang terjadi baru-baru ini.Kekerasan terhadap anak di Kabupaten Bantul masih sangat tinggi. Bahkan dibandingkan dengan 2019, jumlah kasus di Bumi Projotamansari tahun ini berdasarkan catatan sampai dengan Oktober lalu sudah menunjukkan peningkatan.
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Bantul Muhamad Zainul Zain menyebut, pada 2019 jumlah laporan yang masuk kepada PPA tercatat ada 155 kasus. Sedangkan di 2020, yang baru dihitung sampai dengan Oktober kemarin, jumlah kasus sudah menembus angka 120 kasus terlapor(jogja.suara.com/8/11/20).

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur Andriyanto mengungkapkan masih tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang 2020. Data Sistem Informasi Online Kekerasan Ibu dan Anak (Simfoni) mengungkapkan adanya 1.358 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jatim, yang tercatat hingga 2 November 2020. 
Andriyanto mengatakan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak banyak terjadi di lingkungan rumah tangga. Andriyanto menduga, tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di lingkungan rumah tangga karena selama pandemi Covid-19, masyarakat lebih banyak beraktivitas di rumah(republika.co.id/3 Nov 20).
Dari fakta tersebut yang patut dipertanyakan adalah, benarkah kekerasan anak meningkat karena mereka banyak beraktivitas di rumah? Apakah ketika anak tidak di rumah ada jaminan?
Jika melihat catatan statistik, Indonesia termasuk negara gawat kekerasan. Betapa tidak, dari tahun ke tahun memperlihatkan peningkatan kasus kekerasan, terutama pada ibu dan anak, yang dilakukan para pelaku dengan berbagai modus. Ironisnya fenomena ini masih kurang mendapat tanggapan publik. Padahal, Indonesia sudah menjadi negara dengan kasus kekerasan yang tinggi di Asia.

Begitu juga peran orang tua dalam keluarga yang menjadi bagian dari masyarakat yang sangat minim dalam melindungi, mendidik, dan mengawasi anak-anaknya di dalam pergaulan, baik di lingkungan keluarga dan sekitar tempat tinggal.
Ironisnya lagi, secara internal telah runtuhnya moralitas keluarga yang mendorong terjadinya inses yang menjadikan anak menjadi korban kekerasan, baik dari orang tua dan saudara (tiri maupun kandung) dan sanak keluarga lainnya yang bermental bejat. Bukan lagi rahasia umum, jika banyak fakta yang menyatakan pelaku-pelaku kekerasan di tengah masyarakat berasal dari orang-orang terdekat.  Ada juga faktor yang disebabkan pendidikan karakter anak di sekolah masih kurang memadai. Sehingga anak-anak sangat mudah terkontaminasi dengan pergaulan bebas dan mudah terbujuk rayu oleh orang-orang yang tidak memedulikan masa depan anak-anak.

Di sisi lainnya ada faktor lemahnya penegakan hukum terhadap para pelaku kekerasan. Hukuman yang diberikan terlalu ringan, sehingga tidak menimbulkan efek jera. Faktor penegakan hukum ini cukup memberi andil terulangnya kembali kasus-kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Lalu faktor ekonomi dalam keluarga juga turut mempengaruhi terjadinya kasus kekerasan.
Berbagai faktor penyebab masih maraknya kasus kekerasan terhadap anak ini menunjukkan adanya kegagalan sistemis dari sistem kapitalisme sekuler melindungi keluarga dan anak-anak. Kita butuh sistem kehidupan lain yang lebih melindungi, mengayomi dan meminimalkan kasus kekerasan, khususnya terhadap anak.
Tidak mungkin kita bisa menyelesaikan masalah kekerasan dan kejahatan anak jika yang melakukannya hanya individu atau keluarga. Negara memiliki beban sebagai pengayom, pelindung, dan benteng bagi keselamatan seluruh rakyatnya, demikian juga anak. Nasib anak menjadi kewajiban Negara untuk menjaminnya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas pihak yang dipimpinnya, penguasa yagn memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim)

Negara adalah benteng sesungguhnya yang melindungi anak-anak dari kejahatan. Mekanisme perlindungan dilakukan secara sistemik, melalui penerapan berbagai aturan.
Semestinya negara bertanggung jawab menghilangkan penyebab utamanya yaitu penerapan ekonomi kapitalis, penyebaran budaya liberal, serta politik demokrasi. Masyarakat juga mesti meminta negara menerapkan Islam secara kaffah. Islam akan menjadi rahmat bagi semesta alam, anak-anak pun akan tumbuh dan berkembang dalam keamanan dan kenyamanan serta jauh dari bahaya yang mengancam. Aamiin.[]







Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak